Setelah
Pertapa Gautama mencapai penerangan sempurna dibawah pohon Bodhi
dihutan uruvela, dua bulan kemudian sebagai seorang Buddha selama 45
tahun, Beliau dengan penuh cinta kasih mengajarkan Dhamma kepada para
Brahmana dan pertapa, raja dan pengeran-pangeran, cendekiawan dan mereka
yang sederhana pikirannya, pedagang dan pekerja serta semua lapisan
masyarakat lain sesuai dengan kemampuan dan mencapai tingkat mereka
masing-masing. Menurut Vinaya Atthakatha (Samantapasadika), Sang
Buddha mulai memberikan vinaya setelah 20 tahun pencapaian penerangan
sempurna. Pada waktu itu mulai timbul perilaku Bhikkhu-Bhikkhu yang
bukan saja merugikan perkembangan spiritualnya sendiri, tetapi juga
berpengaruh terhadap citra Sangha dan Agama Buddha pada umunya. Di
samping itu, terdapat juga para Bhikkhu yang sebelumnya adalah pertapa
dari berbagai aliran keagamaan yang berbeda pula tatakrama dan
tradisinya dalam menjalani kehidupan spiritual (pertapa).
Sebagian tulisan ada perubahan wwwyaindra.blogspot.com
Latar
nelakang yang majemuk itu berbagai prilaku yang buruk dan perilaku yang
tidak sesuai dengan kehidupan seorang samana (pertapa) menurut
pandangan Agama Buddha. oleh sebab itu, sewaktu Sang Buddha masih hidup,
setiap terjadi seorang Bhikkhu melakukan perbuatan yang dapat dicela
oleh para bijaksana, maka Sang Buddha menetapkan peraturan. Bila
dikemudian hari ada peraturan yang dilanggar (apatti) dan dinyatakan
bersalah. Dengan demikian makin lama makin banyak peraturan yang
ditetapkan oleh Sang Buddha.
Setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana (wafat),
Arahat Maha Kassapa, melihat perlunya dikumpulkan Dhamma yang pernah
diajarkan oleh Sang Buddha agar tidak timbul perselisihan dikemudian
hari diantara para pengikutnya. Jangankan sebulan, seminggu setelah Sang
Buddha Parinibbana (483 S.M) seorang yang telah menjadi Bhikkhu dengan
berusia tua dan tidak disiplin bernama Subhadda berkata:
“Jangan
sedih kawan-kawan, jangan meratap, sekarang kita terbebas dari pertapa
Agung yang tidak lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan
dan apa yang tidak dilakukan, yang membuat hidup kita menderita, tetapi
kita sekarang dapat berbuat apa saja yang kita senangi dan tidak berbuat
apa yang tidak kita senangi”. (Vinaya Pitaka II, 284)
Setelah
mendengan ucapan Bhikkhu Subhadda demikian, maka Arahat Maha Kassapa
atas bantuan Raja Ajatasattu dari Magada, segera mengundang 500 arahat
untuk berkumpul, untuk mengumpulkan semua ajaran Sang Buddha yang
diwedarka-Nya selama ini dan menyusun secara sistematis. Dalam konsili
pertama yang dipimpin oleh Arahat Maha Kassapa yang berlangsung selama
tujuh bulan di gua Sattapani dekat rajagaha. Arahat upali mendapat
kehormatan untuk mengulang kembali vinaya dan Arahat Ananda mengulang
kembali Dhamma yang disaksikan oleh para Arahat lainnya.
Sebagian tulisan ada perubahan wwwyaindra.blogspot.com
Vinaya
adalah sebutan secara kolektif untuk peraturan latihan disiplin dan
tradisi kebhikkhuan serta tradisi keviharaan, selebihnya yaitu semua
diskusi, ceramah, dan kotbah yang disampaikan kepada Bhikkhu, Bhikkhuni,
Samanera, dan Samaneri, Upasaka dan upasika, kesemuanya secara kolektif
disebut Dhamma (Dharma dalam Sanskrit). Dhamma dan Vinaya yang
dikumpulkan dalam konsisli pertama tersebut diterima dan disetujui
sebagai ajaran Sang Buddha menjelang Belau mencapai Parinibbana; “Jadikanlah Dhamma dan Vinaya sebagai pelita dan pelindung bagi dirimu”.
100 tahun kemudian konsili kedua untuk menyelesaikan perselisihan
mengenai Vinaya. Tiga bulan setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana
tidak dirasakan perlu untuk merubah Vinaya walaupun Sang Buddha
membiarkan Sangha merubah peraturan-peraturan kecil. Sang Buddha juga
bersabda, jika Vinaya dikurangi dan ditambah maka Sangha akan hidup
rukun dan tidak akan terpecah. Oleh karena tidak ada penjelasan lebih
lanjut mengenai mana yang boleh dirubah dan mana yang merupakan
peraturan kecil serta dipandang tidak pantas merubah vinaya selagi “abuh
jenazah Sang Buddha masih panas”, maka mereka tidak mengurangi maupun
menambah Vinaya yang diberikan oleh Sang Buddha. Sebagian tulisan
ada perubahan wwwyaindra.blogspot.com
Akan
tetapi, 100 tahun kemudian sekelompok Bhikkhu dari Vesali telah merubah
beberapa peraturan yang dianggap sebagai peraturan kecil. Kelompok
Bhikkhu lain menolak perubahan yang dilakukan leh Bhikkhu-Bhikkhu dari
Vesali dan tetap berpegang pada Vinaya sebagaimana diwariskan oleh Sang
Buddha yng telah ditetapkan dalam konsili pertama. Mengahadapi
perkembangan ini, atas bantuan Raja Kalasoka diselenggarakan sebuah
konsili Kedua di Vesali yang merupakan tempat terjadinya penyimpangan
Vinaya. Dalam konsili Kedua, Dhamma dan Vinaya yang dihafalkan dan
diturunkan secara lisan, kemudian duicap ulang oleh 700 Arahat. Dalam
Konsisli ini, Bhikkhu-Bhikkhu yang menyimpang dari Vinaya yang diberikan
oleh Sang Buddha Disalahkan. Pada konsisli pertama para Arahat diakui
otoritasnya dalam menentukan mana yang Dhamma dan mana yang bukan
Dhamma, mana yang Vinaya dan bukan Vinaya. Akan tetapi, 100 tahun
kemudian dalam konsisli kedua otoritasnya para Arahat digugat oleh
sekelompok Bhikkhu yang dipimpin oleh Bhikkhu Mahadeva. Mereka
berpendapat, bahwa dalam menentukan Dhamma dan Vinaya tidak dibedakan
antara Arahat dan Bukan Arahat.
Kelompok
yang menggugat otoritas Arahat (yang jumlahnya besar) memisahkan diri
dan mengadakan konsili sendiri. kelompok ini dinamakan Mahasanghika
(Kelompok besar) dan kelompok yang memandang bahwa para Arahat mempunyai
otoritas menentukan Dhamma dan Vinaya disebut Staviravada (sansekerta)
atau Theravada (pali). Dalam perkembangan selanjutnya, Theravada dan
Mahasanghika, masing-masing terpecah menjadi dua sekte.
Setelah
abad ketiga setelah Sang Buddha Parinibbana diadakan konsili ketiga,
yang tidak hanya membicarakan tentang Vinaya tetapi juga membahas
tentang perbedaan Dhamma antar sekte. Konsili ketiga berlangsung selama
sembilan bulan yang dipimpin oleh Moggaliputra Tissa. Kelompok Theravada
pecah menjadi dua; Theravada dan Staviravada. Setelah konsili ketiga,
Maha Raja Asoka mengirim Dhammaduta keseluruh penjuru untuk menyebarkan
Dhamma. Pada abad pertama Masehi, diadakan konsili yang disponsori leh
Raja Kaniska. Konsili yang didominasi oleh Mazhab Staviravada dan tidak
dihadiri oleh Mazhab Theravada karena tidak dianggap sebagai konsili
keempat. Theravada mengadakan konsili keempat sendiri yang disponsori
oleh Raja Vatta Gamanabhaya di Alu Vihara Sri Lanka. Pada kesempatan
itu, Kitan Tipitaka dituliskan untuk pertama kalinya. Tujuan penulisan
ini adalah melestarikan Dhamma, karena dirasakan makin sedikit orang
yang mampu menghafalkan Kitab Tipitaka dan agar semua orang mengetahui
kemurnia Dhamma.sumber : http://www.Vinaya Pitaka.com/blogger.g
Tidak ada komentar:
Posting Komentar