Senin, 14 Mei 2012

KONSEPSI TENTANG ALAM DAN MANUSIA

a.      Konsep Tentang Alam

            Menurut sang Buddha, bahwa sifat segala sesuatu adalah terus berubah (anicca). Begitu pula dengan sifat alam. Alam bersifat dinamis dan kinetik, selalu berproses dengan seimbang. Unsur-unsur alam yang tampak dalam pandangan Buddha ada empat, yakniu unsur padat (pathavi), cair (apo), panas (tejo), gerak (vayo). Hukum yang berlaku pada alam (alam semesta) dapat dikategorikan dalam lima aturan yang disebut panca niyamadhamma,  yaitu utuniyama (hukum fisika), bijaniyama (hukum biologi), cittaniyama (hukum psikologis), kammaniyama (hukum moral), dhammaniyama (hukum kausalitas).
Dalam bahasa pali, alam semesta disebut Loka. Loka bukanlah perkataan yang sudah tertentu pemakaiannya, tapi meliputi material (rupa) dan immaterial (aruka), dan pengertiannya sangat tergantung pada pemakaiannya. Namun pengertian yang pokok tidak terlepas dari ajaran Budha, yaitu sesuatu yang terbentuk dari sebab yang mendahuluinnya dan tidak kekal.
Loka, yang berakar kata “lok” berarti melihat, secara umum menunjuk kepada sesuatu yang dapat di tanggapi oleh panca indra atau oleh perasaan dan pikiran manusia, sekalipun masih dalam keadaan samar-samar. Mulai dari partikel atom yang tidak terkirakan kecilnya sampai wujud yang besar, mulai dari yang anorganik sampai pada organik, mulai dari yang paling sederhana susunan tubuhnya sampai yang paling rumit seperti halnya tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dewa, dan brahmana dengan segala kecenderungan, perbuatan dan kehendak mereka.
Menurut ajaran budha, seluruh alam ini adalah cipataan yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena itu ia disebut sankhata dharmayang berarti ada, yang tidak mutlak dan mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah. Sinonim dengan kata sankhata adalah sankhara yaitu saling bergantungan, sesuatu yang timbul dari sebab yang mendahuluinya. Alam semesta adalah suatu proses kenyataan yang selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah harus perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena itu, alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya), selalu dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman), tidak mengandung suatu substansi yang tidak bersyarat.Dalam visudha Maga 2204, loka tersebut digolong-golongkan atas sankharaloka, sattaloka, dan okasaloka.
  • Sankaraloka adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak seperti benda-benda mati, batu emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan manusia. Termasuk dalam pengertian ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan dan sebagainya.
  • Sattaloka adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari mahluk hidup yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti setan, manusia, dewa, dan Brahma. Mahluk-mahluk tersebut dibesarkan bukan berdasarkan jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin, atau hal yang menguasai pikiran dan suka duka sebagai akibatnya. Termasuk dalam sattaloka adalah 31 alam kehidupan, yaitu :
  1. Kamaloka/Kamabhumi; yaitu ada 11 macam alam kehidupan yang masih senang dengan napsu-birahi dan terikat oleh panca-indriya.
  2. Rupaloka/Rupabhumi; yaitu ada 16 macam alam kehidupan yang mempunyai Rupa-Jhana.
  3. Arupaloka/Arupabhumi; yaitu ada 4 macam alam kehidupan yang mempunyai Arupa-Jhana. 
  4. KAMALOKA/KAMABHUMI itu dibagi dalam dua bagian yaitu :
Empat alam kehidupan yang disebut Apaya-Bhumi atau Duggati-Bhumi dan tujuh alam kehidupan yang disebut Sugati-Bhumi atau Kamasugati-Bhumi. Jadi keseluruhannya berjumblah sebelas macam alam kehidupan yang masih senang dengan napsu-birahi dan terikat oleh panca-indriya, yaitu :
 Empat macam Apaya-Bhumi adalah sebagai berikut :
  1. Niraya-Bhumi/Yoni; yaitu alam neraka yang keadaannya sangat menyedihkan, dan hanya sementara, tidak abadi.
  2. Tiracchana-Bhumi/Yoni; yaitu alam binatang
  3. Peta-Bhumi/Yoni; yaitu alam setan
  4. Asurakaya-Bhumi/Yoni; yaitu alam raksasa Asura
Inilah yang disebut empat macam dari Apaya-Bhumi, yang merupakan alam neraka, tempat tumimbal-lahir yang paling tidak menyenangkan, yang keadaannya lebih rendah dari alam kemanusiaan.
Penjelasan 4 macam Apaya-Bhumi.
  1. Yang disebut Niraya-Bhumi atau Nikaya, karena di alam ini tidak terdapat kesenangan dan kebahagiaan. Niraya-Bhumi ini terbagi lagi beberapa kelompok alam, diantaranya yang disebut 8 macam Maha-Neraka, yaitu : (1)Sanjiva-Naraka, (2) Kalasuta-Naraka, (3) Sanghata-Naraka, (4) Roruva-Naraka, (5) Maharorupa-Naraka, (6) Tapana-Naraka, (7) Mahatapana-Naraka, (8) Avica-Naraka. Catatan : Dewadatta bersemayam di alam Avica-Naraka ini. Perbuatan buruk yang bisa terlahir di Alam Neraka ini, apabila : 
  2. Suka mencelakakan orang atau membunuh Bhikkhu, Samanera, atau Bhikkhuni dan Samanera, dan umat yang taat terhadap agama. Juga pekerjaan sebagai Algojo.
  • Dengan kekuasaannya memeras, menganiaya, dan membunuh mahluk-mahluk hidup.
  • Suka berkorupsi, mencari keuntungan berupa uang yang bertentangan dengan kebenaran, menyelewengkan uang penyebaran agama, menyebarkan agama yang salah, mencuri harta-benda kepunyaan orang tua, guru, sangha, dan lain-lain.
  • Dengan sengaja membakar kota, tempat ibadah, rumah, kantor, merusak candi-candi, dan lain-lain.
  • Anti agama, tidak percaya Hukum Kesunyataan dan Hukum Kebenaran lainnya.
  • Membunuh orang tua sendiri, Arahat, melukai seorang Buddha dan memcah-belah Sangha.
  • Menggugurkan kandungan, misalnya setelah tahu benar mengandung dua atau tiga bulan, lalu digugurkan.
  • Suka berzina, suka mengadakan hubungkan kelamin denga suami atau istri orang lain, suka memcah-belah kerukunan suami-istri orang lain, atau merebut suami atau istri orang lain untuk dijadikan teman hidup.
  • Yang disebut Tiracchana-Bhumi atau Tiracchana-Yoni, karena mahluk-mahluk yang berdiam di Alam ini tidak mempunyai tempat yang khusus. Mahluk binatang ini terbagi dua kelompok, yaitu :
  • Kelompok mahluk binatang yang dapat dilihat dengan mata biasa.
  • Kelompok mahluk binatang yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
Terdapatlah 4 kelompok mahluk binatang yang tidak berkaki dan berkaki, yaitu :
(1).  APADITIRACCHANA           : Adalah kelompok mahluk binatang   yang tidak mempunyai kaki, seperti  ular, ikan, dan lain-lainnya.
(2).  DVIPADATIRACCHANA     : Adalah kelompok mahluk binatang yang mempunyai dua kaki, seperti ayam, bebek, burung dan lain-lainnya.
(3).  CATUPADATIRACCHANA  : Adalah mahluk binatang yang mempunyai empat kaki, seperti kerbau, sapi, babi, kambing, dan lain-lainnya.
(4).  BAHUPPADATIRACCHANA : Adalah kelmpok mahluk binatang yang  mempunyai banyak kaki, seperti ulat bulu, kelabang lipan, dan lain-lainnya.

Yang disebut Peta-Bhumi atau Peta-Yoni, karena mahluk yang berdiam di Alam ini jauh dari kesenangan dan kebahagiaan. Maka mahluk setan ini terbagi dalam beberapa kelompok,  diantaranya terdapat kelompok setan yang tersebut dalam kitab Vinaya dan Lakkhanasamyuta terdapat 21 macam Peta, yaitu :
  1. ATTHISANKHASIKA-PETA    : Adalah setan yang mempunyai tulang    bersambumg, tetapi tidak berdaging.
  2. MANSAPESIKA-PETA  : Adalah setan yang mempunyai daging terpecah-pecah,  tetapi tidak mempunyai tulang.
  3. MANASAPINADA-PETA      : Adalah setan yang mempunyai daging berkeping-keping.
  4. NICACHAVIPARISA-PETA   : Adalah setan yang tidak mempunyai kulit.
  5. ASILOMA-PETA                    : Adalah setan yang berbulu tajam.
  6. SATTILOMA-PETA                : Adalah setan yang berbulu seperti tombak.
  7. USULOMA-PETA                  : Adalah setan yang berbulu panjang seperti anak panah.
  8. SUCILOMA-PETA                 : Adalah setan yang berbulu seperti jarum.
  9. DUTIYASUCILOMA-PETA   : Adalah setan yang berbulu seperti jarum jenis yang kedua. 
  10. KUMEBHANDA-PETA         : Adalah setan yang mempunyai buah kemaluan yang sangat besar. 
  11. GUTHAKUPANMUGGA         : Adalah setan yang bergelimpangan dengan kotoran. 
  12. GUTHAKHADAKA-PETA      : Adalah setan yang makan kotoran. 
  13. NICACHAVITAKA-PETA       : Adalah setan perempuan yang tidak mempunyai kulit. 
  14. DUGAGANDHA-PETA           : Adalah setan yang berbau sangat busuk. 
  15. OGILINI-PETA                        : Adalah setan yang badannya seperti bara api. 
  16. ASISA-PETA                           : Adalah setan yang tidak mempunyai kepala. 
  17. BHIKKHU-PETA                     : Adalah setan yang berbadan seperti Bhikkhu. 
  18. BHIKKHUNI-PETA                : Adalah setan yang berbadan seperti Bhikkhuni. 
  19. SIKHAMAN-PETA                : Adalah setan yang berbadan seperti pelajar wanita/calon Bhikkhuni. 
  20. SAMANERA-PETA                 : Adalah setan yang berbadan seperti Samanera. 
  21. SAMANERI-PETA                   : Adalah setan yang berbadan seperti Samaneri.

Di Alam setan ini. Bila seseorang Bhikkhu atau Bhikkhuni yang tidak mentaati Dhamma-Vinaya (Sila) ia akan dilahirkan di Alam setan ini, setelah kematiannya dari Alam Manusia. Ia akan menjadi Bhikkhu-Peta atau Bhikkhuni-Peta, yang ada kalanya berdiam dibawah pohon dan di tempat-tempat lain.
  1. Yang disebut Asurakaya-Bhumi atau Asura-Yoni, karena mahluk yang berdiam di Ala mini jauh dari kemuliaan, kebebasan dan kesenangan. Pembagian mahluk Asura ini ada 3 maca, yaitu :
    1. DEWA-ASURA   : Adalah kelompok Dewa yang disebut Asura.
    2. PETA-ASURA     : Adalah kelompok setan yang disebut Asura.
    3. NIRAYA-ASURA: Adalah kelmpok mahluk Neraka yang disebut Asura.
Catatan :
Menurut kitab Milida-Panha, diakatakan terdapat 4 macam Alam setan, yaitu :
  1. VANTASIAKA, yang hidup dari muntahan saja.
  2. KHUPPIPASINO, yang lapar dan haus.
  3. NIJJHAMA TANHIKA, yang menderita haus.
  4. PARADATTUPAJIVINO, yang hidup dari pemberian mahluk-mahluk lain.
Alam setan tersebut pada bagian 4, adalah merupakan hasil kebaikan yang telah dilakukan atas namanya sendiri didalam kehidupan yang lalu, dan ini dapat juga berubah kedalam keadaan yang lebih baik. Tujuh macam Sugati-Bhumi atau Kamasugati-Bhumi adalah sebagai berikut :
  1. MANUSSA-BHUMI                                : yaitu Alam Manusia.
  2. CATUMMAHARAJIKA-BHUMI            : yaitu, Alam emapt Dewa Raja.
  3. TAVATIMSA-BHUMI                               : yaitu, Alam Tigapuluh tiga Dewa.
  4. YAMA-BHUMI                                         : yaitu, Alam Dewa Yama.
  5. TUSITA-BHUMI                                       : yaitu, Alam Kenikmatan. 
  6. NIMMANARATI-BHUMI                        : yaitu, Alam Dewa yang menikamati ciptaannya.
  7. PARANIMMITA-VASAVATTI-BHUMI  : yaitu, Alam Dewa yang membantu menyempurnakan ciptaan dari Dewa-Dewa lainnya.
Penjelasan dari 7 macam Sugita-Bhumi atau Kamasugista-Bhum
  • Yang disebut Manussa-Bhumi, karena mahluk yang disebut Manusia adalah mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, yang berguna dan yang tidak berguna, yang berfaedah dan yang tidak berfaedah dan lain sebagainya.
Para Bodhisattva lebih suka alam manusia ini, karena merupakan lapangan yang paling baik untuk melaksanakan Paramita.
  • Yang disebut Catumaharajika-Bhumi, karena di alam ini berdiam empat Dew raja, yang menjaga keempat penjuru alam, dan masing-masing bernama : (1). DAVADHATARATTHA, (2). DAVAVIRULAKA, (3). DAVAVIRUPAKKHA, (4). DAVAKUVERA.
Hruslah diketahui , bahwa Catumaharajika-Bhumi ini terbagi dalam tiga kelompok, yaitu :
  • BHUMAMATTHA-DEVATA : Adalah para Dewa yang berdiam diatas tanah. Seperti di gunung, sungai, laut, rumah, Cetiya, vihara dan lain-lain.
  • RUKAKHATTHA-DEVATA : Adalah para Dewa yang berdiam diatas pohon. Dewa ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu, Dewa yang mempunyai Khayangan diatas pohon, dan kelompok Dewa yang tidak mempunyai Khayangan diatas pohon.
  • AKASATTHA-DEVATA        : Adalah para Dewa yang berdiam di Angkasa. Seperti berdiam dibulan, bintang, planet dan lain-lain.
  • Yang disebut Tavatimsa-Bhumi, karena dahulu kala ada sekelompok pria yang berjumlah 33 orang yang selalu bekerja sama dalam berbuat kebaikan. Seperti bersama-sama membantu fakir miskin, bersama-sama membangun Vihara, dan lain-lainnya. Sewaktu mereka meninggal dunia semuanya terlahir dalam satu alam, yang disebut Tavatisma-Bhumi, yaitu alam Tigapuluh tiga Dewa.
Perlu juga untuk diketahui, bahwa di keempat penjuru alam ini, terdapatlah delapan sorga di setiap penjurunya, dan di tengah-tengahnya adalah kedudukan dari Dewa Indriya yang memimpin jalan untuk mencapai tingkat Buddha.
  • Yang disebut Yama-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di Alam ini, terbebas dari kesulitan dan hanyalah kesenangan saja.
  • Yang disebut Tusita-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di ala mini terbebas dari kepanasan hati, yang ada hanyalah kesenangan dan kenikamatan.
Para Bodhisattva yang telah menyempurnakan paramita-paramita, berkedudukan didalam alam ini, sampai tiba waktunya untuk muncul di alam manusia guna mencapai tingkat Buddha.
Demikian pula, Buddha yang akan dating ke dunia ini (Maitreya), kini Beliau berkedudukan di alam Tusita ini.
  • Yang disebut Nimmanarati-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di alam ini menikmati kesenangan panca-indriya hasil ciptaannya sendiri.
  • Yang disebut Paranimmita-Vasavatti-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di alam ini, disamping menikmati kesenangan panca-indriya dan juga mampuh membantu menyempurnakan ciptaan dari Dewa-Dewa lain.
Karena alam Dewa ini adalah yang tergolong mahluk yang badanya terdiri dari unsur yang lebih halus daripada unsur-unsur badan manusia. Mereka juga tidak kekal keadaannya, juga tidak luput dari kelahiran dan kematian. Didalam beberapa hal mereka melebihi manusia, tetapi dalam bidang kebijaksanaan mereka tidak mengatasi manusia.
Mahluk-mahluk Dewa ini mempunyai cara kelahiran yang spontan atau langsung timbul bila mereka cukup umurnya.
Kesebelas alam ini adalah yang disebut KAMALOKA atau KAMA-BHUMI, yaitu kehidupan yang masih diliputi oleh perasaan.              
  1. RUPALOKA/RUPA-BHUMI, adalah tempat tinggalnya Rupa-Brahma, dan Rupaloka/Rupa-Bhumi ini terdiri 16 alam kehidupanm yaitu :
Pathama Jhana Bhumi, yaitu ada 3 alam kehidupan Jhana pertama :

12.  Brahma Parisajja      : ialah alam pengikut-pengikut Brahma.
13.  Brahma Purohita      : ialah alam para mentrinya Brahma.
14.  Maha Brahma           : ialah alam Brahma yang besar.

a. Dutiya Jhana Bhumi, yaitu ada 3 alam kehidupan Jhana kedua :

15.  Brahma Parittabha   : ialah alam para Brahma yang kurang bercahaya.
16.  Brahma Appamanabha         : ialah alam para Brahma yang tidak terbatas cahayanya.
17.  Brahma  Abhassana : ialah alam para Brahma yang bergemerlapan cahayanya.

b. Tatiya Jhana Bhumi, yaitu ada 3 alam kehidupan Jhana ketiga :

18.  Brahma Parittasubha            : ialah alam para Brahma yang kurang auranya.
19.  Brahma Appamansubha       : ialah alam para Brahma yang tidak terbatas auranya.
20.  Brahma subhakinha  : ialah alam para Brahma yang auranya penuh dan tetap.

c. Catutha Jhana Bhumi, yaitu ada 7 alam khidupan Jhana keempat :

21.  Brahma Vehapphala : ialah alam para Brahma yang besar pahalanya.
22.  Brahma Asannasatta  : ialah alam para Brahma yang kosong dari kesadaran (yang tidak bergerak)
Selanjutnya alam-alam dari Jhana keempat ini dinamai alam 

d. AUDDHAVASA yang terdiri atas 5 alam kediaman yang murni, dan alam kehidupan ini adalah khusus untuk para Anagami, yaitu :

23.  Brahma Aviha          : ialah kediaman para mahluk yang tidak bergerak.
24.  Brahma Atappa        : ialah alam kediaman para mahluk/Brahma yang suci.
25.  Brahma Sudasa        : ialah alam kediaman para mahluk/Brahma yang indah.
26.  Brahma Sudasi         : ialah alam kediaman para mahluk/Brahma yang terang.
27.  Brahma Akanittha    : ialah alam kediaman para mahluk/Brahma yang luhur.

Hanya mereka yang mengembangkan Jhana-Jhana, akan terlahir nanti di alam-alam yang lebih tinggi. Demikian pula para penganut ajaran Buddha Gotama yang telah mengembangkan Jhana pertama, kedua, ketiga, atau keempat akan terlahir kemabali nanti di alam-alam yang sesuai dengan pencapaian Jhananya masing-masing. Di alam yang ke-22, yaitu Asannasastta, disini tidak ada kesadaran, tetapi hanya ada materi. Pikiran untuk sementara waktu lenyap (mengendap), sedangkan kekuatan dari Jhana berlangsung terus. Alam Suddhavasa adalah tempat para Anagami. Umumnya dalam tingkatan pertama/permulaan mereka tidak dilahirkan disini. Mereka yang mencapai tingkat Anagami didalam kehidupan di dunia, setelah meninggal dunia, mereka akan lahir di kediaman ini dan tetap tinggal disini sampai mereka mencapai tingkat Arahat. 

e. ARUPALOKA/ARUPA BHUMI, adalah tempat tinggalnya Arupa-Brahma, dan pada Arupa-Bhumi ada 4 alam kehidupan, yaitu :

28.  Akasanancayatana      : ialah keadaan konsepsi ruangan yang tanpa batas.
29.  Vinnacayatana            : ialah keadaan konsepsi kekosongan.
30.  Nevasannanasannayatana       : ialah keadaan konsepsi bukan pencerapan pun bukan tidak pencerapan.

Perbedaan antara RUPA-BRAHMA dan ARUPA-BRAHMA yaitu :

Rupa-Brahma  : berarti Brahma-Bermateri, yaitu Brahma yang mempunyai lima kelompok kehidupan atau pancakhandha.
Arupa-Brahma :  berarti Brahma yang tidak bermateri, yaitu Brahma yang hanya mempunyai kelompok Rohaniah (Nama-Khandha), yakni kelompok perasaan (Vedana-Khandha), kelompok pencerapan (Sanna-Khandha), kelompok bentuk pikiran (Sankhara-Khandha), dan kelompok kesadaran (Vinnana-Khandha). Tetapi “tidak” mempunyai kelompok jasmani atau materi (Rupa-Khandha).
Ada Brahma yang tidak mempunyai kelompok Rohaniah (Nama-Khandha), yaitu Brahma-Asannasatta (alam kehidupan no.16), hanya mempunyai Rupa atau Materi, tetapi tidak mempunyai Nama atau Rohani.
Catatan :
  1.  4 alam APAYA ditambah 7 Alam KAMASUGATI disebut 11 Alam KAMA.
  2. 16 Alam RUPA ditambah 4 Alam ARUPA disebut 20 Alam Brahma.
  3. 7 Alam KAMASUGATI ditambah 20 Alam Brahma disebut 27 Alam SUGATI, yaitu 27 Alam kehidupan yang menyenangkan.
  4. 4 Alam APAYA juga disebut 4 Alam DUGGATI, yaitu 4 Alam kehidupan yang menyedihkan.
  5. 27 Alam SUGGATI ditambah 4 Alam DUGGATI disebut 31 Alam kehidupan
Didalam kitab Abhidhammattha Sangha, disebutkan tentang batass atau jangka waktu mengenai umur dari kehidupan di alam-alam itu. Kehidupan mahluk-mahluk di alam Apaya atau di alam Neraka, yakni 4 Alam yang menyedihkan, dan di alam manusia, adalah tidak mempunyai jangka waktu yang tertentu.
Sedangkan kehidupan dari para Dewa, seperti di Alam empat Dewa Raja mempunyai jangka umru 500 tahun kahayangan. Jika ini dihitung dengan tahun biasa, seperti dalam dunia kita ini, adalah sebanyak 9 juta tahun. Selanjutnya jangka waktu kehidupan di Alam 33 Dewa adalah 2 kali jumlah kehidupan di Alam empat Dewa Raja.
Demikianlah seterusnya, di alalm Dewa yang lebih tinggi selalu 2 kali jumlah jangka waktu kehidupan dari alam yang dibawahnya. Jangka waktu kehidupan di Alam Brahma dan alam-alam diatasnya, adalah dihitung dengan Kappa, Asankheyya Kappa dan Maha Kappa. Di ala mini, jangka waktu kehidupan 2 kali jangka kehidupan dari alam yang dibawahnya ada yang tidak.
Bagan/Schema Tiga puluh satu alam
LOKA/BHUMIMI

Keterangan
Batas Umur
31.Nevasana Nasannayatana
30.Akincannayatana
29.Vinnanancayatana
28.Akasanancayatana
84 .000 Maha Kappa
60 .000 Maha Kappa
40 .000 Maha Kappa
20 .000 Maha Kappa

Catutha Jhana
Suddhavasa
27. Akinittha
26. Suudassi
25. Sudassa
24. Atappa
23. Aviha
16.000 Maha Kappa
8.000 Maha Kappa
4.000 Maha Kappa
2.000 Maha Kappa
1.000 Maha Kappa
22. Asanna Satta
21. Vehappahala
500 Maha Kappa
500 Maha Kappa

16

Tatiya Jhana Bhumi
20. Subhakinha
19. Appamansubha
18. Parittasubha
64 Maha Kappa
32 Maha Kappa
16 Maha Kappa

Dutiya Jhana Bhumi
17. Abhassana
16. Appamanabha
15. Parittabha
8 Maha Kappa
4 Maha Kappa
2 Maha Kappa

Pathama Jhana Bhumi
14. Maha Brahma
13. Brahma Purohita
12. Brahma Parisajja
1 Maha (Asankheya) Kappa
1/2 Maha (Asankheya) Kappa
1/3 Maha (Asankheya) Kappa

Devaloka (6)

Sugati (7)
11. Paranimita Vassati
10. Nimmmanarati
9. Tusita
8. Yama
7. Tavatimsa
6. Catummaharajika

9126 juta thn/16.000 thn khayangan.
2304 juta thn/8.000 thn khayangan.
576 juta thn/4.000 thn khayangan.
144 juta thn/2.000 thn khayangan.
36 juta thn/1.000 thn khayangan.
9 juta thn/500 thn khayangan.
11
5. Manusia
Tidak ada ketentuan

Dugati (4)
4. Asura
3. Peta
2. Tiracchana
1. Niraya
Tidak ada ketentuan
Tidak ada ketentuan
Tidak ada ketentuan
Tidak ada ketentuan

  • Okasaloka adalah alam tempat. Disini terdapat dan hidup mahluk-mahluk diatas, seperti bumi adalah okasaloka tempat manusia hidup dan tempat bend-benda matiseperti besi, batu dan sebagainnya. Alam dewa adalah okasaloka tempat para dewa hidup. Alam neraka adalah okasaloka tempat mahluk-mahluk rendah yang menderita.
Menurut kepercayaan agama budha alam tersebut diatas bukan diciptakan Tuhan, dan Tuhan tidak mengaturnya. Agama budha selalu menghindari membicarakan persoalan hubungan Tuhan atau Yang Mutlak dengan alam yang tidak mutlak karena dikhawatirkan dapat menimbulkan problem metafissika yang tidak habis-habisnya. Segala sesuatu dialam semesta ini dikembalikan dalam rangkain sebab-akibat, berdasarkan aturan yang berlaku di mana-mana, yang dinamakan hukum. Dalam pengertian ini, setiap hubungan sebab-akibat harus dianggap sebagai manifestasi dari suatu hukum yang berlaku di mana-mana. Hukum yang tetap, yang pasti, disebut dharma, yang mengatur tata tertib alam semesta, tidak tercipta, kekal dan imanent.

b.      KonsepTentangManusia

Dalam ajaran agama Buddha, manusia menempati kedudukan yang khusus dan tampak memberi corak yang dominan pada hampir seluruh ajarannya. Kenyataan yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari merupakan titik tolak dan dasar dari seluruh ajaran Buddha. Hal ini dibicarakan dalam ajaran yang disebut tilakhana (Tiga corak umum agama Buddha), catur arya satyani (empat kesunyataan mulia), hukum karma (hukum perbuatan), dan tumimbal lahir (kelahiran kembali).
Manusia, menurut ajaran Buddha, adalah kumpulan dari energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda atau lima kelompok kegemaran yaitu rupakhanda (jasmani), vedanakhanda (pencerahan), sannakhandha (pencerapan), shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan vinnanakhandha (kesadaran) . Kelima kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu sama lain dalam proses berangkai, kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan adanya penyerapan, penyerapan tercipta karena adanya perasaan, dan perasaan timbul karena adanya wujud atau Rupa. Kelima khanda tersebut juga sering diringkas menjadi dua yaitu: nama dan rupa. Nama adalah kumpulan dari perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan yang dapat digolongkan sebagai unsur rohaniah, sedang Rupa adalah badan jasmani yang terdiri dari empat unsur materi yaitu unsur tanah, air, api, dan udara atau hawa.

Pancakkhanda atau lima kelompok kehidupan

Untuk memahami masalah manusia itu. Beberapa orang menganggap bahwa terlebih dahulu haruslah terdapat suatu “INTI” atau “HAKEKAT” yang merupakan identitas didalam diri manusia yang dinamakan Ego, Atta,l Diri dan sebagainya. Kan tetapi bilamana kita mau berfikir dengan bijaksana, tak perlulah factor itu diadakan untuk memahami seluk beluk manusia. Manusia terdiri atas jasmani dan rohani (Rupa-Nama), yang kedua-duanya bersifat berubah dan mengalir terus-menerus, timbul dan tenggelam, sampai prose situ dapat dihentikan dan dicapainya Nibbana.
Jika diselidiki lebih jauh, maka yang disebut manusia itu terdapatlah lima kelompok kehidupan atau yang disebut pancakhanda, yaitu terdiri dari :
  1. KELOMPOK KEHIDUPAN JASMANAI atau RUPAKKHANDHA
Kelompok kehidupan atau Kandha ini berasal dari Maha Bhuta artinya Unsur Utama, yang terdiri dari Catur-Dhatu artinya Empat-Unsur, yaitu :
1)   Pathavi-dhatu = Unsur padat/tanah, ialah segala sesuatu yang padat pada tubuh manusia, misalnya : tulang. Gigi, kuku dan lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsur mengembang (the element of extension), yang menjadi pokok dasar kelompok kehidupan jasmani dan unsur yang memudahkan wujud materi mendapatkan ruang. Segala benda yang bersifat keras dan lemas adalah perkembangan unsur ini, yang banyak terdapat di dalam kebendaan. Oleh karena pengaruhnya lebih besar di tanah, maka disebut juga unsure Tanah.
2)   Apo-dhatu = Unsur cair, ialah segala sesuatu yang bersifat cair pada tubuh manusia, misalnya : darah, peluh, air mata, dan lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsur persamaan/cocok (the element of cohesion), yang dikenal sebagai unsur yang pengaruhnya lebih besar di air. Unsur inilah yang menyatukan benda-benda atom dalam menggerakkan/memencarkan hingga mewujudkan bentuk benda yang besar.
3)   Tejo-dhatu = Unsur panas, ialah segala sesuatu yang bersifat panas pada tubuh manusia, misalnya : demam, suhu badan, enersi pencernaan dan lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsure yang dapat mematangkan segala sesuatu benda-benda, oeh karena pengaruhnya lebih besar di api, maka unsure ini disebut unsur api. Tetapi unsur api ini berisikan hawa dingin, maka hawa panas dan hwa dingin adalah dua perkembangan daripada unsur ini dan keutuhannya atau kerusakannya semua benda-benda juga disebabkan oleh unsur ini.
4)   Vayo-dhatu = Unsur gerak, ialah segala sesuatu yang bersifat gerak pada tubuh manusia, misalnya : napas, hawa, udara dalam badan dan lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsure kekuatan penunjang atau penolak (the element of motion), maka semua pergerakan dan getaran disebabkan oleh unsur ini.
Keempat unsur tersebut diatas adalah tidak dapat dipisah-pisahkan, akan tetapi selalu saling bergantungan yang satu dengan yang lainnya, saling bantu-membantu dan sebagainya.
Segala benda terbentuk berasal dari keempat unsur tersebut diatas dan apabila rusak, maka akan terurai kembali pada unsure asalnya semula yang membentuknya. Di dalam Rupakkhandha ini termasuk pula panca-indriya, yaitu :
(1)   Mata atau Cakkhu, ialah dengan objek sasarannya seperti bentuk-bentuk yang dapat terlihat.
(2)   Telinga atau Sota, ialah dengan objek sasarannya seperti sura-suara yang dapat didengarnya.
(3)   Hidung atau Ghana, ialah dengan objek sasarannya seperti bau-bauan yang dapat diciumnya.
(4)   Lidah atau Jivha, ialah dengan objek sasarannya seperti makanan dan minuman yang dapat dikecapnya.
(5)   Tubuh atau Kaya, ialah dengan objek sasarannya seperti yang keras atau lembut yang dapat disentuhnya.
Selain daripada kelima indriya diatas juga terdapat pikiran, ialah dengan pendapat-pendapat dan konsepsi-konsepsi yang ada didalam alam “objek-pikiran” yang dalam bahasa pali disebut “dhammayatana” .
Kesimpulannya ialah benda-benda dalam keseluruhannya ada didalam badan manusia dengan objek-objek sasarannya.
  1. KELOMPOK KEHIDUPAN PERASAAN atau VEDANAKKHANDHA
Kelompok kehidupan atau khanda ini yang termasuk semua perasaan bahagia, menderita dan perasaan netral, yang timbul oleh karena adanya kontak/kesan daripada indriya-indriya yang berhubungan dengan dunia-luar (objek sasarannya).
Kontak atau kesan tadi yang terdiri dari enam macam, yaitu :
(1)   Perasaan yang timbul dari kontak/kesan melalui Cakkhu dengan bentuk-bentuk yang dapat dilihatnya.
(2)   Perasaan yang timbul dari kontak/kesan melalui Sota dengan suara-sura yang dapat didengarnya.
(3)   Perasaan yang timbul dari kontak/kesan melalui Ghana dengan bau-bauan yang dapat diciumnya.
(4)   Perasaan yang timbul dari kontak/kesan melalui Jivha dengan makanan dan minuman yang dapat dikecapnya.
(5)   Perasaan yang timbul dari kontak/kesan melalui kaya dengan suatu yang keras atau lembut yang dapat disentuhnya.
(6)   Perasaan yang ditimbulkan dari kontak/kesan melalui manayatana/dhammayatana (landasan pikiran) dengan gambaran-gambaran pikiran yang dapat dipikirkannya.
Semua perasaan physic dan mental tergolong dalam kelompok ini dan harus pula diingat baik-baik, bahwa pikiran juga sebagai indriya, seperti halnya mata, hidung dan lain-lainnya. 

1. KELOMPOK KEHIDUPAN PENCERAPAN atau SANNAKHANDHA

Kelompok kehidupan atau khanda ini termasuk semua pencerapan yang menyenangkan, menjemukan dan yang netral, yang ditimbulkan dari keenam indriya berhubungan dengan objek-objek sasarannya masing-masing, sebagaimana halnya kelompok perasaan, dimana pencerapan tercipta disebabkan oleh keenam indriya yang mengadakan kontak dengan dunia luar, yaitu :
(1)   Pencerapan bentuk-bentuk yang dilihat oleh mata.
(2)   Pencerapan suara-suara yang didiengar oleh telinga.
(3)   Pencerapan bau-bauan yang dicium oleh hidung.
(4)   Pencerapan makanan dan minuman yang dikecap oleh lidah.
(5)   Pencerapan benda-benda keras atau lembut yang disentuh oleh tubuh.
(6)   Pencerapan objek-objek mental oleh pikiran.
Melalui pencerapan inilah orang baru dapat mengenali objek-objek, baik yang merupakan objek fisik maupun objek menta.

2. KELOMPOK KEHIDUPAN BENTUK-BENTUK PIKIRAN atau SANKHARAKKHANDHA

Kelompok kehidupan atau khanda ini termasuk semua keadaan mental yang membahagiakan, menderita dan yang netral, yang ditujukan kepada enam golongan kehendak (cetana) yaitu :
(1)      Kepada bentuk-bentuk yang dapat dilihatnya.
(2)      Kepada Suara-suara yang dapat didiengarnya.
(3)      Kepada Bau-bauan yang dapat diciumnya.
(4)      Kepada makanan dan minuman yang dapat dikecapnya.
(5)      Kepada benda-benda keras atau lembut yang dapat disentuhnya.
(6)      Kepada  objek-objek mental yang dapat dipikirkannya.
Dalam kelompok kehidupan ini semua kegiatan kehendak (cetana) yang baik atau buruk pada umumnya dikenal dengan kamma, termasuk khanda ini. 

3. KELOMPOK KEHIDUPAN KESADARAN atau VINNANAKKHANDHA

Kelompok kehidupan atau kahndha ini ialah termasuk semua kesadaran yang menyenangkan, menjemukan dan yang netral, terdiri dari :
  1. Kesadaran mata
  2. Kesadaran telinga
  3. Kesadaran hidung
  4. Kesadaran lidah
  5. Kesadaran tubuh
  6. Kesadaran pikiran
          Kesadaran adalah suatu reaksi yang mempunyai dasar dari salah satu indriya, misalnya kesadaran mata sebagai dasar dan juga sebagai objek dari benda-benda yang terlihat. Kesadaran pikiran adalah pikiran sebagai dasar dan idea atau gambaran pikiran selalu dihubungkan dengan indriya, sebagaimana halnya dengan perasaan, pencerapan dan kehendak berhubungan dengan keenam indriya dan objek sasarannya.
Haruslah dimengerti dengan baik, bahwa kesadaran tidak dapat mengenal sesuatu objek. Tetapi hanya merupakan kesadaran sejenak atau kesadaran/tahu. Tentang adanya satu objek, misalnya mendapat kontak dengan warna biru, kemudian kesadaran mata bangkit dan sadar tentang adanya warna. Sampai disini belum mengenalnya sebagai warna biru. Pada tingkat ini sebenarnya belum sampai mengenal sesuatu apa dan pada tingkat pencerapan barulah dapat mengenal warna itu sebagai warna apa. Istilah “kesadaran/mata” hanyalah yang berarti, bahwa sebuah bentuk telah terlihat. Tetapi belum berarti mengenalnya dan begitupulalah halnya dengan kesadaran indriya-indriya lainnya.
Kelima kelompok kehidupan atau Pancakkhandha adalah membentuk keseluruhan apa yang disebut “manusia” dan tidak terdapat manusia diluar khandha tersebut, seperti juga tak terdapat sebuah “meja” di luar keempat kakinya dan beberapa potong papan yang membentuknya. Selanjutnya kelima khandha bukanlah merupakan kelompok-kelompok yang saling bergantungan dan masing-masing mengalami proses perubahan serta kelangsungannya sendiri.
Tak ada sesuatu kesatuan yang statis dimanapun juga ; yang ada hanyalah kelangsungan daripada proses-proses dan gabungan-gabungan yang menjadi kelompok-kelompok.

Sekedar untuk dimengerti proses namakkhandha atau kelompok rohani yang berlangsung secara demikian :
Sanna-Vinnana-Sankhara-Vedana atau Pencerapan-Kesadaran-Bentuk-bentuk pikiran-Perasaan Manusia dalam ajaran Buddha merupakan makhluk dimana jenis kelaminnya ditentukan pada saat pembuahan karena karma dari perbuatannya dalam hidup terdahulu. Ditinjau dari hukum karma, ada akibatnya bila orang melakukan pelanggaran seksual. Ajaran Budhha sangat menuntut disiplin dalam perbuatan seksual. Dan kedua unsur tersebut diatas adalah dasar dari manusia, oleh karena itu, Sebagaimana dijelaskan dalam buku filsafat whitehead tentang jati diri manusia bahwa emosi, kenikmatan, harapan, kekuatan, penyesalan dan macam-macam pengalaman mental adalah unsur-unsur pembentuk jiwa manusia. Badan juga berfungsi sebagi “bidang ekspresi manusia”. Jiwa manusia adalah kesatuan yang kompleks dari kegiatan-kegiatan mental, dari yang paling rendah hingga yang bersifat intelektual.

Dalam agama Buddhis manusia terikat oleh 5 kelompok ikatan Skanda (panca skanda) yang terdiri dari rupa (bentuk jasmani), vedanna (perasaan), sanna (pencerapan, penginderaan), sankhara (bentuk pikiran), vinnana (kesadaran).
Tujuan akhir manusia adalah mencapai pencerahan atau Nibbana, dengan tercapainya nibbana tidak ada lagi keinginan yang diharapkan oleh manusia, tak ada harapan apapun, tidak lagi memikirkan akan kelangsungan dirinya. Dengan mencapai tahap ini manusia sudah tidak lagi memiliki keinginan, nafsu-nafsu kotor, sudah lepas dari segala ikatan dunia dan ikatan kamma itu sendiri.
Manusia memiliki potensi yang tak terbatas. Dimana potensi trersebut banyak tidak dipergunakan oleh manusia. Selama manusia tidak menyadari potensi yang dimilikinya, makan akan sulitlah bagi manusia untuk mencapai tujuan akhir umat Buddha yaitu Nibbana (kebahagian tertinggi). Nibbana adalah suatu “keadaan”, seperti diajarkan oleh sang Buddha, Nibbana adalah keadaan yang pasti setelah keinginan lenyap. Api menjadi padam karena kehabisan bahan bakar. Nibbana adalah padamnya keinginan, ikatan-ikatan, nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran batin. Dengan demikian Nibbana adalah kesunyataan abadi, tidak dilahirkan (na uppado- pannayati), tidak termusnah (na vayo-pannayati), ada dan tidak berubah (nathitassannahattan-pannayati). Nibbana disebut juga asankhata-dhamma (keadaan tanpa syarat, tidak berkondisi). Dalam Paramathadi panitika disebutkan Natthi Vanam Etthani Nibbanam (keadaan yang tenang yang timbul dengan terbebasnya dari tanha/keinginan rendah disebut Nibbana).
Cara untuk mencapai pecerahan adalah dengan menembus empat kesunyataan mulia (catur arya styani), tekun melakukan perenungan terhadap kelima skanda sebagai sesuatu yang tidak kekal (anicca), tidak bebas dari derita (dukkha), dan tanpa aku (anatta). Menyelami bahwa apa yang disebut makhluk atau diri tidak lain adalah proses atau arus keadaan mental dan jasmani yang saling bergantung (paticca samuppada). Dengan menganalisa ia menyelami bahwa semua hanyalah sebuah arus dari sebab dan akibat. Meneliti dengan cermat sifat sebab-akibat sehingga menembusi alam kesadaran yang lebih tinggi. Seluruh alam semesta tidak lain adalah berisi bermacam arus dan getaran yang tidak kekal. Dengan penembusan ini nafsu keinginan, kehausan akan penjelmaan akan terhenti, dan muncul dalam jalan kesucian, sampai bersatu dengan Kesadaran Agung Nirvana.

Jalan untuk mencapainya tertuang dalam delapan jalan utama (Hasta Arya Marga) yang terdiri dari tiga usaha besar yang harus dijalankan tiap hari yaitu: menjalankan Panna (kebijaksanaan), Sila (tata susila hidup bermasyarakat), dan Samadhi (membebaskan diri dari nafsu keinginan untuk sampai pada kesadaran).
Mereka yang mencapai nibbana tidak lagi menaruh perhatian terhadap kelangsungan dirinya. Kematian dapat tiba menurut kehendaknya atau setelah umurnya selesai. Mereka tidak lagi menimbun kamma baru, melainkan sekedar menghabiskan akibat kamma lampaunya.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai nibbana yaitu:
  1. Kita harus menyadari bahwa umat manusia memiliki potensi tidak terbatas. Kalau manusia diartikan sebagai mahkluk lemah dan tidak berdaya yang terus menerus terombang-ambing oleh aliran takdir maka tidak ada kemungkinan mencapai nibbana. Ajaran Buddha menyadari sepenuhnya kaebaikan manusia yang tidak terbatas.
  2. Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin untuk mencapai nibbana. Keinginan yang kuat bukanlah berasal dari luar. Kesadaran akan pentingnya keinginan untuk mencapai nibbna ini sangat penting. Nibbana adalah tanggung jawab seklaigus hak.
  3. Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan mendapatkan hasil kalau dia berusha terlebih dahulu. Ini berarti kalau anda telah menebar benih, maka anda berhak menuai hasilnya.
Dari tiga hal diatas dapat diambil kesimpulan untuk mencapai nibbana manusia harus memenuhi tiga syarat yaitu menyadari ketidakterbatasan potensi manusia, memiliki keinginan untuk mencapai nibbana dan langsung berusaha mewujudkan keinginan tersebut, dan meyakini bahwa di dunia spiritual tetap berlaku hukum sebab-akibat. Jika anda menabur benih dan berusaha memeliharanya agar tumbuh dengan baik, pasti benih itu akan mendatangkan hasil.

PATICCA-SAMUPPADA

Bunyi hukum paticca-samuppada : Perkataan paticcasamuppada terdiri atas Paticca artinya disyaratkan dan kata Samuppada artinya muncul bersamaan. Jadi  paticca-samuppada artinya mucul bersamaan karena syarat berantai, atau pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan.
Prinsip dari ajaran hukum paticcasamuppada diberikan dalam empat rumus pendek yang berbunyi sebagai berikut.
I.          Imasming Sati Idang Hoti Dengan adanya ini maka terjadilah itu.
II.        Imassupada Idang Uppajati Dengan timbulnya ini maka timbulah itu.
III.       Imasming Asati Idang Na Hoti Dengan tidak adanya ini maka tidak adalah itu.
IV.       Imassa Nirodha Idang Nirujjati Dengan terhentinya ini maka terhentinya itu.

Berdasarkan prinsip dari saling menjadikan, relativitas dan saling bergantungan maka seluruh kelangsungan dan kelanjutan hidup dan juga terhentinya hidup telah diterangkan dalam satu rumus dari dua belas pokok yang dikenal sebagai paticcasamuppada.

1.         Avijja Paccaya Sankhara Dengan adanya ketidaktahuan maka terjadilah bentuk-bentuk kama.
2.        Sankhara Paccaya Vinnanang Dengan adanya bebtuk-bentuk kamma maka terjadilah kesadaraan.
3.        Vinana Paccaya Namarumpang Dengan adanya kesadaran maka terjadilah rohani jasmani.
4.        Namarupa Paccaya Salayatanang Dengan adanya kesadaran rohani jasmani maka terjadilah enam landasan indranya.
5.         Salayatana Paccaya Phasso Dengan adanya enam landasan indriya maka terjadilah kontak/kesan-kesan.
6.         Phassa Paccaya Vedana Dengan adanya kontak maka terjadilah perasaan.
7.         Vedana Paccaya Tanha. Dengan adanya perasaan maka terjadilah keinginan.
8.         Tanha Paccaya Upadanang Dengan adanya tanha maka terjadilah kemelekatan.
9.         Upadana Paccaya Bhavo Dengan adanya kemelekatan maka terjadilah proses penjelmaan
10.       Bahava Paccaya Jati Dengan adanya proses penjelmaan maka terjadilah kelahiran.
11.     Jati Paccaya Jaramaranang Dengan adanya tumimbal-lahir maka terjadilah kelapukan keluh kesah, sakit, kematian, dll.
12.       Jara-Marra Kematian, kelapukan, keluh kesah, sakit, dll, sebagai akibat dari tumimbal-lahir.

c.         ETIKA (CATUR PARAMITA DAN CATUR MARA)

a.      Catur Paramita

Di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat Ketuhanan yang di sebut paramita yaitu dalam bathinnya merupakan segala sumber dari perbuatan baik (kusalakamma) yang tercetus pada pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita harus bias mengembangkan paramita itu. Demi kebahagiaan, ketenangan dan kegembiraan hidup kita. Sifat ketuhanan itu terdiri dari :
  1. Metta         : ialah cinta-kasih universal yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini dikembangkan dosa akan tertekan.
  2. Karuna      : ialah kasih-sayang universal karena melihat suatu kesengsaraan, yang menjadi akar perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini berkembang lobha akan tertekan.
  3. Mudhita    : ialah perasaan bahagia (simpati) universal karena melihat makhluk lain bergembira, yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bial ini berkembang issa akan tertekan.
  4. Upekkha    : ialah keseimbangan bathin universal sebagai hasil dari melaksanakan metta. Karuna. Mudhita dan upekkha, juga merupakan akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini telah berkembang moha akan tertekan, bahkan akan lenyap.

b.      Catur Mara 

Disamping adanya sifat-sifat ketuhanan, terdapat pula sifat-sifat setan/ jahat (marra) dalam bathin manusia dan ini merupakan sumber dari perbuatan buruk (akusalakamma) yang tercetus pada pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita harus dapat melenyapkannya agar hidup kita tidak terus-menerus di dalam kesengsaraan dan penderitaan yang tiada henti-hentinya. Sifat setan/jahat itu terdiri dari :

1. Dosa          : ialah kebencian yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila di kembangkan metta.
Dosa ini secara ethica (ajaran tentang keluhuran buda dan kesopanan) berarti kebencian. Tetapi secara psychilogis (kejiwaan) berarti pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek bertentangan.

2. Lobha        : ialah serakah yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila di kembangkan karuna.
Lobha ini secara ethica berarti keserakahan/ketamakan. Tetapi secara psychilogi (kejiwaan) berarti terikat  pikiran pada objek-objek. Inilah yang kadang-kadang disebut Tanha yaitu keinginan yang tiada henti-hentinya.
  1.  Issa           : ialah irihati yaitu perasaan tidak senang melihat makhluk lain berbahagia, yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkan mudhita.
  2. Moha         : ialah kegelisahan bathin sebagai akibat dari perbuatan dosa, lobha, dan issa. Akan lenyap bila dikembangkan upekkha. Moha berarti kebodohan dan kurangnya pengertian. Selain itu moha juga disebut Avijja yaitu ketidaktahuan, atau Annana yaitu tidak berpengetahuan, atau Adassana yaitu tidak melihat. 
 c.       Pikiran Baik, Jahat dan Akibatnya
Tersebutlah kata-kata yang diucapkan oleh YMS Buddha Gotama dalam kitab Dhammapada, yaitu bagian kecil dari Suta-Pittaka yang berbunyi sebagai berikut :
Ayat 1      :           segala sesuatu adalah hasil dari pada apa yang telah dipikirkan, berdasarkan pikiran dan dibentuk oleh pikiran. Bila seseorang berbicara atau bertidak dengan pikiran yang jahat, maka penderitaan akan mengikutinya seperti roda-pedati yang mengikuti jejak kaki lembu yang menariknya.
Ayat 2      :           segala sesuatu adalah hasil dari pada apa yang telah dipikirkan, berdasarkan pikiran dan dibentuk oleh pikiran. Bila seseorang berbicara atau bertidak dengan pikiran yang baik, maka kebahagiaan akan mengikutinya seperti bayangan yang tidak pernah meninggalkan dirinya.

HUBUNGAN SILA DENGAN CATUR PARAMITA
Sila dapat dilakukan dengan baik, bilamana pikiran penuh dengan Catur Paramita.
Haruslah terlebih dahulu kita mengenalnya. Pengertian secara umum yaitu corak daripada sila, ialah pelaksanaan hidup bersusila  (beradab); intisari sila ialah peniadaan pelanggaran dalam hidup bersusila; cetusan sila ialah kesucian pikiran, ucapan dan tindakan-badan; dan dasar sila iualah perasaan malu untuk berbuat kejahatan  (HIRI) dan takut berbuat kejahatan karena hati nurani (OTTAPPA).
Sila ini dibangun atas konsepsi cinta kasih yang universal dan belas kasihan terhadap sesame mahluk hidup, yang juga menjadi dasar ajaran Buddha Gautama. Menurut ajaran agama Buddha. Untuk memperoleh kesempurnaan ada dua macam sifat luhur yang harus dikembangkan berbarengan, yaitu :
  1. Metta dan karuna (cinta kasih dan kasih sayang)
  2. Panna (kebijaksanaan).
Dalam metta dan karuna adalah termasuk cinta kasih, suka bermurah hati, toleransi dan sifat-sifat luhur lainnya dari segi emosi (perasaan) atau sifat-sifat yang timbul dari “hati”. Sedangkan panna berhubungan dengan intelek (kecerdasan) atau sifat-sifat yang timbul dari pemikiran.
Kalu orang hanya mengmanbangkan dari segi emosinya saja dengan mengabaikan dari segi inteleknya, maka orang ini kelak akan menjadi “orang gila yang baik hati” sebaliknya, kalau orang hanya mengambangkan segi inteleknya saja dengan mengabaikan segi emosinya, maka orang ini akan menjadi “orang yang berhati batu” dan tidak mempunyai perasaan sedikitpun terhadap orang lain. Oleh karena itu, untuk menjadi sempurna, orang harus mengembangkan sifat-sifta tersebut secara berbarengan.
Inilah tujuan dari “way of life” setiap umat Buddha yaitu dimana kebijaksanaan dan cinta kasih/belaskasihan merupoakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sila yang berdasarkan cinta dan belas kasihan adalah meliputi tiga bagian dari delapan ruas jalan utama, yaitu :
Ruas no. 3 Ucapan Benar
Yang dapat digolongkan sebagai ucapan benar, jika empat macam sarat di bawah ini dipenuhi :
  1. Kata-kata itu benar.
  2. Kata-kata itu beralasan.
  3. Kata-kata itu berfaedah.
  4. Kata-kata itu tepat pada waktunya.
Ini berarti membebaskan diri dari :
  1. Pembicaraan yang tidak benar (berdusta)
  2. Pembicaraan yang dapat menimbulkan kebencian, perpecahan dan perselisihan diantara perorangan atau golongan.
  3. Pembicaraan cabul dan kasar yang menyakiti hati orang lain.
  4. Pembicaraan yang kosong dan tidak ada artinya, desas-desus dan mebicarakan keburukan orang lain
Ruas No. 4 Perbuatan Benar
Yaitu bertujuan untuk mengembangkan perbuatan-perbuatan yang susila, tehormat dan menjauhkan diri dari keributan-keributan. Ini berarti bahwa ia tidak akan membunuh, mencuri, melakukan perbuatan tercela, melakukan perzinahan dan a selalu bersedia menolong orang lain, juga agar dapat menjalankan satu penghidupan yang tenang, terhormat dan dengan cara benar.
Ruas No. 5 Mata-pencaharian yang Benar
Ini yang berarti, bahwa orang seharusnya memiliki mata pencaharian yang tidak mencelakakan atau merugikan orang lain, misalnya :
  1. Berdagang alat-alat perang dan alat untuk pembunuhan lainnya.
  2. Berdagang minuman keras, yang menjadikan orang acuh tidak acuk terhadap ajaran agama.
  3. Berdagang racun.
  4. Membunuh binatang-binatang dengan sengaja.
  5. Dan lain-lain lagi.
Orang seharusnya memilih satu usaha atau pekerjaan yang terhormat, yang tidak merugikan orang lain dan yang tidak mencelakakan atau menyakiti orang lain. Dari sini dapat kita lihat, bahwa ajaran agama Buddha menentang tiap bentuk peperangan, tidak membenarkan untuk berdagang alat-alat perag dan senjata lainnya yang dapat melakukan pembunuhan.
Ini lah tiga bagian dari delapan ruas jalan Utama yang dapat digolongkan dalam perbuatan yang bersusila. Haruslah hendaknya disadari benar-benar, bahwa sila ini bertujuan untuk memperoleh suatu penghidupan yang bahagia dan harmonis bagi orang itu sendiri dan juga untuk orang-orang di sekelilingnya. Bila ini dianggap sebagai dasar yang mutlak guna memperoleh hasil-hasil batiniah yang luhur.















DAFTAR PUSTAKA

M. Ripa’I, Perbandingan Agama, (Semarang : Wicaksana 1984), hal.100-101
Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 19-20
Mukti Ali, agama-agama di Dunia, (yogyakarta IAIN sunan kalijaga press,1988) hal 121-123


[1]M. Ripa’I, Perbandingan Agama, (Semarang : Wicaksana 1984), hal.100-101


[3] Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 300-311

[4]Mukti Ali, agama-agama di Dunia, (yogyakarta :IAIN sunan kalijaga press, 1988), hal. 121-123



[6] Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 80-88

[7]Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 19-20

[8]Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar