Menurut sang Buddha, bahwa sifat segala
sesuatu adalah terus berubah (anicca). Begitu pula dengan sifat alam.
Alam bersifat dinamis dan kinetik, selalu berproses dengan seimbang.
Unsur-unsur alam yang tampak dalam pandangan Buddha ada empat, yakniu unsur
padat (pathavi), cair (apo), panas (tejo), gerak (vayo). Hukum yang berlaku pada alam (alam
semesta) dapat dikategorikan dalam lima aturan yang disebut panca
niyamadhamma, yaitu utuniyama (hukum fisika), bijaniyama (hukum
biologi), cittaniyama (hukum psikologis), kammaniyama (hukum
moral), dhammaniyama (hukum kausalitas).
Dalam bahasa pali, alam semesta
disebut Loka. Loka bukanlah perkataan yang sudah tertentu pemakaiannya, tapi
meliputi material (rupa) dan immaterial (aruka), dan pengertiannya sangat
tergantung pada pemakaiannya. Namun pengertian yang pokok tidak terlepas dari
ajaran Budha, yaitu sesuatu yang terbentuk dari sebab yang mendahuluinnya dan
tidak kekal.
Loka, yang berakar kata “lok”
berarti melihat, secara umum menunjuk kepada sesuatu yang dapat di tanggapi
oleh panca indra atau oleh perasaan dan pikiran manusia, sekalipun masih dalam
keadaan samar-samar. Mulai dari partikel atom yang tidak terkirakan kecilnya
sampai wujud yang besar, mulai dari yang anorganik sampai pada organik, mulai
dari yang paling sederhana susunan tubuhnya sampai yang paling rumit seperti
halnya tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dewa, dan brahmana dengan segala
kecenderungan, perbuatan dan kehendak mereka.
Menurut ajaran budha, seluruh alam
ini adalah cipataan yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak
kekal. Oleh karena itu ia disebut sankhata dharmayang berarti ada, yang
tidak mutlak dan mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah. Sinonim dengan
kata sankhata adalah sankhara yaitu saling bergantungan, sesuatu
yang timbul dari sebab yang mendahuluinya. Alam semesta adalah suatu proses
kenyataan yang selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah harus
perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena itu,
alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya),
selalu dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman),
tidak mengandung suatu substansi yang tidak bersyarat.Dalam visudha Maga 2204,
loka tersebut digolong-golongkan atas sankharaloka, sattaloka, dan
okasaloka.
- Sankaraloka adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak seperti benda-benda mati, batu emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan manusia. Termasuk dalam pengertian ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan dan sebagainya.
- Sattaloka adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari mahluk hidup yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti setan, manusia, dewa, dan Brahma. Mahluk-mahluk tersebut dibesarkan bukan berdasarkan jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin, atau hal yang menguasai pikiran dan suka duka sebagai akibatnya. Termasuk dalam sattaloka adalah 31 alam kehidupan, yaitu :
- Kamaloka/Kamabhumi; yaitu ada 11 macam alam kehidupan yang masih senang dengan napsu-birahi dan terikat oleh panca-indriya.
- Rupaloka/Rupabhumi; yaitu ada 16 macam alam kehidupan yang mempunyai Rupa-Jhana.
- Arupaloka/Arupabhumi; yaitu ada 4 macam alam kehidupan yang mempunyai Arupa-Jhana.
- KAMALOKA/KAMABHUMI itu dibagi dalam dua bagian yaitu :
Empat alam kehidupan yang disebut
Apaya-Bhumi atau Duggati-Bhumi dan tujuh alam kehidupan yang disebut
Sugati-Bhumi atau Kamasugati-Bhumi. Jadi keseluruhannya berjumblah sebelas
macam alam kehidupan yang masih senang dengan napsu-birahi dan terikat oleh
panca-indriya, yaitu :
Empat macam
Apaya-Bhumi adalah sebagai berikut :
- Niraya-Bhumi/Yoni; yaitu alam neraka yang keadaannya sangat menyedihkan, dan hanya sementara, tidak abadi.
- Tiracchana-Bhumi/Yoni; yaitu alam binatang
- Peta-Bhumi/Yoni; yaitu alam setan
- Asurakaya-Bhumi/Yoni; yaitu alam raksasa Asura
Inilah yang disebut empat macam dari
Apaya-Bhumi, yang merupakan alam neraka, tempat tumimbal-lahir yang paling
tidak menyenangkan, yang keadaannya lebih rendah dari alam kemanusiaan.
Penjelasan 4 macam Apaya-Bhumi.
- Yang disebut Niraya-Bhumi atau Nikaya, karena di alam ini tidak terdapat kesenangan dan kebahagiaan. Niraya-Bhumi ini terbagi lagi beberapa kelompok alam, diantaranya yang disebut 8 macam Maha-Neraka, yaitu : (1)Sanjiva-Naraka, (2) Kalasuta-Naraka, (3) Sanghata-Naraka, (4) Roruva-Naraka, (5) Maharorupa-Naraka, (6) Tapana-Naraka, (7) Mahatapana-Naraka, (8) Avica-Naraka. Catatan : Dewadatta bersemayam di alam Avica-Naraka ini. Perbuatan buruk yang bisa terlahir di Alam Neraka ini, apabila :
- Suka mencelakakan orang atau membunuh Bhikkhu, Samanera, atau Bhikkhuni dan Samanera, dan umat yang taat terhadap agama. Juga pekerjaan sebagai Algojo.
- Dengan kekuasaannya memeras, menganiaya, dan membunuh mahluk-mahluk hidup.
- Suka berkorupsi, mencari keuntungan berupa uang yang bertentangan dengan kebenaran, menyelewengkan uang penyebaran agama, menyebarkan agama yang salah, mencuri harta-benda kepunyaan orang tua, guru, sangha, dan lain-lain.
- Dengan sengaja membakar kota, tempat ibadah, rumah, kantor, merusak candi-candi, dan lain-lain.
- Anti agama, tidak percaya Hukum Kesunyataan dan Hukum Kebenaran lainnya.
- Membunuh orang tua sendiri, Arahat, melukai seorang Buddha dan memcah-belah Sangha.
- Menggugurkan kandungan, misalnya setelah tahu benar mengandung dua atau tiga bulan, lalu digugurkan.
- Suka berzina, suka mengadakan hubungkan kelamin denga suami atau istri orang lain, suka memcah-belah kerukunan suami-istri orang lain, atau merebut suami atau istri orang lain untuk dijadikan teman hidup.
- Yang disebut Tiracchana-Bhumi atau Tiracchana-Yoni, karena mahluk-mahluk yang berdiam di Alam ini tidak mempunyai tempat yang khusus. Mahluk binatang ini terbagi dua kelompok, yaitu :
- Kelompok mahluk binatang yang dapat dilihat dengan mata biasa.
- Kelompok mahluk binatang yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
Terdapatlah 4 kelompok mahluk
binatang yang tidak berkaki dan berkaki, yaitu :
(1).
APADITIRACCHANA :
Adalah kelompok mahluk binatang yang tidak mempunyai kaki,
seperti ular, ikan, dan lain-lainnya.
(2).
DVIPADATIRACCHANA : Adalah kelompok mahluk binatang
yang mempunyai dua kaki, seperti ayam, bebek, burung dan lain-lainnya.
(3). CATUPADATIRACCHANA
: Adalah mahluk binatang yang mempunyai empat kaki, seperti kerbau, sapi, babi,
kambing, dan lain-lainnya.
(4).
BAHUPPADATIRACCHANA : Adalah kelmpok mahluk binatang yang mempunyai banyak kaki, seperti ulat
bulu, kelabang lipan, dan lain-lainnya.
Yang
disebut Peta-Bhumi atau Peta-Yoni, karena mahluk yang berdiam di Alam ini jauh
dari kesenangan dan kebahagiaan. Maka mahluk setan ini terbagi dalam
beberapa kelompok, diantaranya terdapat kelompok setan yang tersebut
dalam kitab Vinaya dan Lakkhanasamyuta terdapat 21 macam Peta, yaitu :
- ATTHISANKHASIKA-PETA : Adalah setan yang mempunyai tulang bersambumg, tetapi tidak berdaging.
- MANSAPESIKA-PETA : Adalah setan yang mempunyai daging terpecah-pecah, tetapi tidak mempunyai tulang.
- MANASAPINADA-PETA : Adalah setan yang mempunyai daging berkeping-keping.
- NICACHAVIPARISA-PETA : Adalah setan yang tidak mempunyai kulit.
- ASILOMA-PETA : Adalah setan yang berbulu tajam.
- SATTILOMA-PETA : Adalah setan yang berbulu seperti tombak.
- USULOMA-PETA : Adalah setan yang berbulu panjang seperti anak panah.
- SUCILOMA-PETA : Adalah setan yang berbulu seperti jarum.
- DUTIYASUCILOMA-PETA : Adalah setan yang berbulu seperti jarum jenis yang kedua.
- KUMEBHANDA-PETA : Adalah setan yang mempunyai buah kemaluan yang sangat besar.
- GUTHAKUPANMUGGA : Adalah setan yang bergelimpangan dengan kotoran.
- GUTHAKHADAKA-PETA : Adalah setan yang makan kotoran.
- NICACHAVITAKA-PETA : Adalah setan perempuan yang tidak mempunyai kulit.
- DUGAGANDHA-PETA : Adalah setan yang berbau sangat busuk.
- OGILINI-PETA : Adalah setan yang badannya seperti bara api.
- ASISA-PETA : Adalah setan yang tidak mempunyai kepala.
- BHIKKHU-PETA : Adalah setan yang berbadan seperti Bhikkhu.
- BHIKKHUNI-PETA : Adalah setan yang berbadan seperti Bhikkhuni.
- SIKHAMAN-PETA : Adalah setan yang berbadan seperti pelajar wanita/calon Bhikkhuni.
- SAMANERA-PETA : Adalah setan yang berbadan seperti Samanera.
- SAMANERI-PETA : Adalah setan yang berbadan seperti Samaneri.
Di Alam setan ini. Bila seseorang
Bhikkhu atau Bhikkhuni yang tidak mentaati Dhamma-Vinaya (Sila) ia akan
dilahirkan di Alam setan ini, setelah kematiannya dari Alam Manusia. Ia akan
menjadi Bhikkhu-Peta atau Bhikkhuni-Peta, yang ada kalanya berdiam dibawah
pohon dan di tempat-tempat lain.
- Yang disebut Asurakaya-Bhumi atau Asura-Yoni, karena mahluk yang berdiam di Ala mini jauh dari kemuliaan, kebebasan dan kesenangan. Pembagian mahluk Asura ini ada 3 maca, yaitu :
- DEWA-ASURA : Adalah kelompok Dewa yang disebut Asura.
- PETA-ASURA : Adalah kelompok setan yang disebut Asura.
- NIRAYA-ASURA: Adalah kelmpok mahluk Neraka yang disebut Asura.
Catatan :
Menurut kitab Milida-Panha,
diakatakan terdapat 4 macam Alam setan, yaitu :
- VANTASIAKA, yang hidup dari muntahan saja.
- KHUPPIPASINO, yang lapar dan haus.
- NIJJHAMA TANHIKA, yang menderita haus.
- PARADATTUPAJIVINO, yang hidup dari pemberian mahluk-mahluk lain.
Alam setan tersebut pada bagian 4,
adalah merupakan hasil kebaikan yang telah dilakukan atas namanya sendiri
didalam kehidupan yang lalu, dan ini dapat juga berubah kedalam keadaan yang
lebih baik. Tujuh macam
Sugati-Bhumi atau Kamasugati-Bhumi adalah sebagai berikut :
- MANUSSA-BHUMI : yaitu Alam Manusia.
- CATUMMAHARAJIKA-BHUMI : yaitu, Alam emapt Dewa Raja.
- TAVATIMSA-BHUMI : yaitu, Alam Tigapuluh tiga Dewa.
- YAMA-BHUMI : yaitu, Alam Dewa Yama.
- TUSITA-BHUMI : yaitu, Alam Kenikmatan.
- NIMMANARATI-BHUMI : yaitu, Alam Dewa yang menikamati ciptaannya.
- PARANIMMITA-VASAVATTI-BHUMI : yaitu, Alam Dewa yang membantu menyempurnakan ciptaan dari Dewa-Dewa lainnya.
Penjelasan dari 7 macam Sugita-Bhumi
atau Kamasugista-Bhum
- Yang disebut Manussa-Bhumi, karena mahluk yang disebut Manusia adalah mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, yang berguna dan yang tidak berguna, yang berfaedah dan yang tidak berfaedah dan lain sebagainya.
Para Bodhisattva lebih suka alam
manusia ini, karena merupakan lapangan yang paling baik untuk melaksanakan
Paramita.
- Yang disebut Catumaharajika-Bhumi, karena di alam ini berdiam empat Dew raja, yang menjaga keempat penjuru alam, dan masing-masing bernama : (1). DAVADHATARATTHA, (2). DAVAVIRULAKA, (3). DAVAVIRUPAKKHA, (4). DAVAKUVERA.
Hruslah diketahui , bahwa
Catumaharajika-Bhumi ini terbagi dalam tiga kelompok, yaitu :
- BHUMAMATTHA-DEVATA : Adalah para Dewa yang berdiam diatas tanah. Seperti di gunung, sungai, laut, rumah, Cetiya, vihara dan lain-lain.
- RUKAKHATTHA-DEVATA : Adalah para Dewa yang berdiam diatas pohon. Dewa ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu, Dewa yang mempunyai Khayangan diatas pohon, dan kelompok Dewa yang tidak mempunyai Khayangan diatas pohon.
- AKASATTHA-DEVATA : Adalah para Dewa yang berdiam di Angkasa. Seperti berdiam dibulan, bintang, planet dan lain-lain.
- Yang disebut Tavatimsa-Bhumi, karena dahulu kala ada sekelompok pria yang berjumlah 33 orang yang selalu bekerja sama dalam berbuat kebaikan. Seperti bersama-sama membantu fakir miskin, bersama-sama membangun Vihara, dan lain-lainnya. Sewaktu mereka meninggal dunia semuanya terlahir dalam satu alam, yang disebut Tavatisma-Bhumi, yaitu alam Tigapuluh tiga Dewa.
Perlu juga untuk diketahui, bahwa di
keempat penjuru alam ini, terdapatlah delapan sorga di setiap penjurunya, dan
di tengah-tengahnya adalah kedudukan dari Dewa Indriya yang memimpin jalan
untuk mencapai tingkat Buddha.
- Yang disebut Yama-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di Alam ini, terbebas dari kesulitan dan hanyalah kesenangan saja.
- Yang disebut Tusita-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di ala mini terbebas dari kepanasan hati, yang ada hanyalah kesenangan dan kenikamatan.
Para Bodhisattva yang telah
menyempurnakan paramita-paramita, berkedudukan didalam alam ini, sampai tiba
waktunya untuk muncul di alam manusia guna mencapai tingkat Buddha.
Demikian pula, Buddha yang akan
dating ke dunia ini (Maitreya), kini Beliau berkedudukan di alam Tusita ini.
- Yang disebut Nimmanarati-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di alam ini menikmati kesenangan panca-indriya hasil ciptaannya sendiri.
- Yang disebut Paranimmita-Vasavatti-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di alam ini, disamping menikmati kesenangan panca-indriya dan juga mampuh membantu menyempurnakan ciptaan dari Dewa-Dewa lain.
Karena alam Dewa ini adalah yang
tergolong mahluk yang badanya terdiri dari unsur yang lebih halus daripada
unsur-unsur badan manusia. Mereka juga tidak kekal keadaannya, juga tidak luput
dari kelahiran dan kematian. Didalam beberapa hal mereka melebihi manusia,
tetapi dalam bidang kebijaksanaan mereka tidak mengatasi manusia.
Mahluk-mahluk Dewa ini mempunyai
cara kelahiran yang spontan atau langsung timbul bila mereka cukup umurnya.
Kesebelas alam ini adalah yang
disebut KAMALOKA atau KAMA-BHUMI, yaitu kehidupan yang masih diliputi oleh
perasaan.
- RUPALOKA/RUPA-BHUMI, adalah tempat tinggalnya Rupa-Brahma, dan Rupaloka/Rupa-Bhumi ini terdiri 16 alam kehidupanm yaitu :
12. Brahma
Parisajja : ialah alam pengikut-pengikut Brahma.
13. Brahma
Purohita : ialah alam para mentrinya Brahma.
14. Maha
Brahma : ialah alam
Brahma yang besar.
15. Brahma
Parittabha : ialah alam para Brahma yang kurang bercahaya.
16. Brahma
Appamanabha : ialah alam para
Brahma yang tidak terbatas cahayanya.
17. Brahma Abhassana :
ialah alam para Brahma yang bergemerlapan cahayanya.
b. Tatiya Jhana Bhumi, yaitu ada 3 alam kehidupan Jhana ketiga :
18. Brahma
Parittasubha
: ialah alam para Brahma yang kurang auranya.
19. Brahma
Appamansubha : ialah alam para Brahma yang
tidak terbatas auranya.
20. Brahma subhakinha :
ialah alam para Brahma yang auranya penuh dan tetap.
c. Catutha Jhana Bhumi, yaitu ada 7 alam khidupan Jhana keempat :
21. Brahma Vehapphala : ialah
alam para Brahma yang besar pahalanya.
22. Brahma
Asannasatta :
ialah alam para Brahma yang kosong dari kesadaran (yang tidak bergerak)
Selanjutnya alam-alam dari Jhana
keempat ini dinamai alam
d. AUDDHAVASA yang terdiri atas 5 alam kediaman yang
murni, dan alam kehidupan ini adalah khusus untuk para Anagami, yaitu :
23. Brahma
Aviha : ialah kediaman
para mahluk yang tidak bergerak.
24. Brahma
Atappa : ialah alam kediaman para
mahluk/Brahma yang suci.
25. Brahma
Sudasa : ialah alam kediaman para
mahluk/Brahma yang indah.
26. Brahma
Sudasi : ialah alam kediaman
para mahluk/Brahma yang terang.
27. Brahma
Akanittha : ialah alam kediaman para mahluk/Brahma yang
luhur.
Hanya mereka yang mengembangkan
Jhana-Jhana, akan terlahir nanti di alam-alam yang lebih tinggi. Demikian pula
para penganut ajaran Buddha Gotama yang telah mengembangkan Jhana pertama,
kedua, ketiga, atau keempat akan terlahir kemabali nanti di alam-alam yang
sesuai dengan pencapaian Jhananya masing-masing. Di alam yang ke-22, yaitu
Asannasastta, disini tidak ada kesadaran, tetapi hanya ada materi. Pikiran
untuk sementara waktu lenyap (mengendap), sedangkan kekuatan dari Jhana
berlangsung terus. Alam Suddhavasa adalah tempat para Anagami. Umumnya dalam
tingkatan pertama/permulaan mereka tidak dilahirkan disini. Mereka yang
mencapai tingkat Anagami didalam kehidupan di dunia, setelah meninggal dunia,
mereka akan lahir di kediaman ini dan tetap tinggal disini sampai mereka
mencapai tingkat Arahat.
e. ARUPALOKA/ARUPA BHUMI,
adalah tempat tinggalnya Arupa-Brahma, dan pada Arupa-Bhumi ada 4 alam
kehidupan, yaitu :
28. Akasanancayatana
: ialah keadaan konsepsi ruangan yang tanpa batas.
29.
Vinnacayatana
: ialah keadaan konsepsi kekosongan.
30.
Nevasannanasannayatana : ialah keadaan
konsepsi bukan pencerapan pun bukan tidak pencerapan.
Perbedaan antara RUPA-BRAHMA dan
ARUPA-BRAHMA yaitu :
Rupa-Brahma : berarti
Brahma-Bermateri, yaitu Brahma yang mempunyai lima kelompok kehidupan atau
pancakhandha.
Arupa-Brahma : berarti Brahma yang tidak bermateri, yaitu Brahma yang hanya mempunyai
kelompok Rohaniah (Nama-Khandha), yakni kelompok perasaan (Vedana-Khandha),
kelompok pencerapan (Sanna-Khandha), kelompok bentuk pikiran
(Sankhara-Khandha), dan kelompok kesadaran (Vinnana-Khandha). Tetapi “tidak”
mempunyai kelompok jasmani atau materi (Rupa-Khandha).
Ada Brahma yang tidak mempunyai
kelompok Rohaniah (Nama-Khandha), yaitu Brahma-Asannasatta (alam kehidupan
no.16), hanya mempunyai Rupa atau Materi, tetapi tidak mempunyai Nama atau
Rohani.
Catatan :
- 4 alam APAYA ditambah 7 Alam KAMASUGATI disebut 11 Alam KAMA.
- 16 Alam RUPA ditambah 4 Alam ARUPA disebut 20 Alam Brahma.
- 7 Alam KAMASUGATI ditambah 20 Alam Brahma disebut 27 Alam SUGATI, yaitu 27 Alam kehidupan yang menyenangkan.
- 4 Alam APAYA juga disebut 4 Alam DUGGATI, yaitu 4 Alam kehidupan yang menyedihkan.
- 27 Alam SUGGATI ditambah 4 Alam DUGGATI disebut 31 Alam kehidupan
Didalam kitab Abhidhammattha Sangha,
disebutkan tentang batass atau jangka waktu mengenai umur dari kehidupan di
alam-alam itu. Kehidupan mahluk-mahluk di alam Apaya atau di alam Neraka, yakni
4 Alam yang menyedihkan, dan di alam manusia, adalah tidak mempunyai jangka
waktu yang tertentu.
Sedangkan kehidupan dari para Dewa,
seperti di Alam empat Dewa Raja mempunyai jangka umru 500 tahun kahayangan. Jika
ini dihitung dengan tahun biasa, seperti dalam dunia kita ini, adalah sebanyak
9 juta tahun. Selanjutnya jangka waktu kehidupan di Alam 33 Dewa adalah 2 kali
jumlah kehidupan di Alam empat Dewa Raja.
Demikianlah seterusnya, di alalm
Dewa yang lebih tinggi selalu 2 kali jumlah jangka waktu kehidupan dari alam
yang dibawahnya. Jangka waktu kehidupan di Alam Brahma dan alam-alam diatasnya,
adalah dihitung dengan Kappa, Asankheyya Kappa dan Maha Kappa. Di ala mini,
jangka waktu kehidupan 2 kali jangka kehidupan dari alam yang dibawahnya ada
yang tidak.
Bagan/Schema Tiga puluh satu alam
LOKA/BHUMIMI
Keterangan
Batas Umur
31.Nevasana Nasannayatana
30.Akincannayatana
29.Vinnanancayatana
28.Akasanancayatana
84 .000 Maha Kappa
60 .000 Maha Kappa
40 .000 Maha Kappa
20 .000 Maha Kappa
Catutha Jhana
Suddhavasa
27. Akinittha
26. Suudassi
25. Sudassa
24. Atappa
23. Aviha
16.000 Maha Kappa
8.000 Maha Kappa
4.000 Maha Kappa
2.000 Maha Kappa
1.000 Maha Kappa
22. Asanna Satta
21. Vehappahala
500 Maha Kappa
500 Maha Kappa
16
Tatiya Jhana Bhumi
20. Subhakinha
19. Appamansubha
18. Parittasubha
64 Maha Kappa
32 Maha Kappa
16 Maha Kappa
Dutiya Jhana Bhumi
17. Abhassana
16. Appamanabha
15. Parittabha
8 Maha Kappa
4 Maha Kappa
2 Maha Kappa
Pathama Jhana Bhumi
14. Maha Brahma
13. Brahma Purohita
12. Brahma Parisajja
1 Maha (Asankheya) Kappa
1/2 Maha (Asankheya) Kappa
1/3 Maha (Asankheya) Kappa
Devaloka (6)
Sugati (7)
11. Paranimita Vassati
10. Nimmmanarati
9. Tusita
8. Yama
7. Tavatimsa
6. Catummaharajika
9126 juta thn/16.000 thn khayangan.
2304 juta thn/8.000 thn khayangan.
576 juta thn/4.000 thn khayangan.
144 juta thn/2.000 thn khayangan.
36 juta thn/1.000 thn khayangan.
9 juta thn/500 thn khayangan.
11
5. Manusia
Tidak ada ketentuan
Dugati (4)
4. Asura
3. Peta
2. Tiracchana
1. Niraya
Tidak ada ketentuan
Tidak ada ketentuan
Tidak ada ketentuan
Tidak ada ketentuan
- Okasaloka adalah alam tempat. Disini terdapat dan hidup mahluk-mahluk diatas, seperti bumi adalah okasaloka tempat manusia hidup dan tempat bend-benda matiseperti besi, batu dan sebagainnya. Alam dewa adalah okasaloka tempat para dewa hidup. Alam neraka adalah okasaloka tempat mahluk-mahluk rendah yang menderita.
Menurut kepercayaan agama budha alam
tersebut diatas bukan diciptakan Tuhan, dan Tuhan tidak mengaturnya. Agama
budha selalu menghindari membicarakan persoalan hubungan Tuhan atau Yang Mutlak
dengan alam yang tidak mutlak karena dikhawatirkan dapat menimbulkan problem
metafissika yang tidak habis-habisnya. Segala sesuatu dialam semesta ini
dikembalikan dalam rangkain sebab-akibat, berdasarkan aturan yang berlaku di
mana-mana, yang dinamakan hukum. Dalam pengertian ini, setiap hubungan
sebab-akibat harus dianggap sebagai manifestasi dari suatu hukum yang berlaku
di mana-mana. Hukum yang tetap, yang pasti, disebut dharma, yang mengatur tata
tertib alam semesta, tidak tercipta, kekal dan imanent.
Dalam ajaran agama Buddha, manusia
menempati kedudukan yang khusus dan tampak memberi corak yang dominan pada hampir
seluruh ajarannya. Kenyataan yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari
merupakan titik tolak dan dasar dari seluruh ajaran Buddha. Hal ini dibicarakan
dalam ajaran yang disebut tilakhana (Tiga corak umum agama Buddha), catur arya
satyani (empat kesunyataan mulia), hukum karma (hukum perbuatan), dan tumimbal
lahir (kelahiran kembali).
Manusia, menurut ajaran Buddha,
adalah kumpulan dari energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan
bergerak, yang disebut Pancakhanda atau lima kelompok kegemaran yaitu
rupakhanda (jasmani), vedanakhanda (pencerahan), sannakhandha (pencerapan),
shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan vinnanakhandha (kesadaran) .
Kelima kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu sama lain dalam
proses berangkai, kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran timbul
disebabkan adanya penyerapan, penyerapan tercipta karena adanya perasaan, dan
perasaan timbul karena adanya wujud atau Rupa. Kelima khanda tersebut juga
sering diringkas menjadi dua yaitu: nama dan rupa. Nama adalah kumpulan dari
perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan yang dapat digolongkan sebagai unsur
rohaniah, sedang Rupa adalah badan jasmani yang terdiri dari empat unsur materi
yaitu unsur tanah, air, api, dan udara atau hawa.
Pancakkhanda atau lima kelompok
kehidupan
Untuk memahami masalah manusia itu.
Beberapa orang menganggap bahwa terlebih dahulu haruslah terdapat suatu “INTI”
atau “HAKEKAT” yang merupakan identitas didalam diri manusia yang dinamakan
Ego, Atta,l Diri dan sebagainya. Kan tetapi bilamana kita mau berfikir dengan
bijaksana, tak perlulah factor itu diadakan untuk memahami seluk beluk manusia.
Manusia terdiri atas jasmani dan rohani (Rupa-Nama), yang kedua-duanya bersifat
berubah dan mengalir terus-menerus, timbul dan tenggelam, sampai prose situ
dapat dihentikan dan dicapainya Nibbana.
Jika diselidiki lebih jauh, maka
yang disebut manusia itu terdapatlah lima kelompok kehidupan atau yang disebut
pancakhanda, yaitu terdiri dari :
- KELOMPOK KEHIDUPAN JASMANAI atau RUPAKKHANDHA
Kelompok kehidupan atau Kandha ini
berasal dari Maha Bhuta artinya Unsur Utama, yang terdiri dari Catur-Dhatu
artinya Empat-Unsur, yaitu :
1) Pathavi-dhatu = Unsur
padat/tanah, ialah segala sesuatu yang padat pada tubuh manusia, misalnya :
tulang. Gigi, kuku dan lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsur mengembang
(the element of extension), yang menjadi pokok dasar kelompok kehidupan jasmani
dan unsur yang memudahkan wujud materi mendapatkan ruang. Segala benda yang
bersifat keras dan lemas adalah perkembangan unsur ini, yang banyak terdapat di
dalam kebendaan. Oleh karena pengaruhnya lebih besar di tanah, maka disebut
juga unsure Tanah.
2) Apo-dhatu = Unsur
cair, ialah segala sesuatu yang bersifat cair pada tubuh manusia, misalnya :
darah, peluh, air mata, dan lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsur
persamaan/cocok (the element of cohesion), yang dikenal sebagai unsur yang
pengaruhnya lebih besar di air. Unsur inilah yang menyatukan benda-benda atom
dalam menggerakkan/memencarkan hingga mewujudkan bentuk benda yang besar.
3) Tejo-dhatu = Unsur
panas, ialah segala sesuatu yang bersifat panas pada tubuh manusia, misalnya :
demam, suhu badan, enersi pencernaan dan lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsure yang
dapat mematangkan segala sesuatu benda-benda, oeh karena pengaruhnya lebih
besar di api, maka unsure ini disebut unsur api. Tetapi unsur api ini berisikan
hawa dingin, maka hawa panas dan hwa dingin adalah dua perkembangan daripada
unsur ini dan keutuhannya atau kerusakannya semua benda-benda juga disebabkan
oleh unsur ini.
4) Vayo-dhatu = Unsur
gerak, ialah segala sesuatu yang bersifat gerak pada tubuh manusia, misalnya :
napas, hawa, udara dalam badan dan lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsure kekuatan
penunjang atau penolak (the element of motion), maka semua pergerakan dan
getaran disebabkan oleh unsur ini.
Keempat unsur tersebut diatas adalah
tidak dapat dipisah-pisahkan, akan tetapi selalu saling bergantungan yang satu
dengan yang lainnya, saling bantu-membantu dan sebagainya.
Segala benda terbentuk berasal dari
keempat unsur tersebut diatas dan apabila rusak, maka akan terurai kembali pada
unsure asalnya semula yang membentuknya. Di dalam Rupakkhandha ini termasuk
pula panca-indriya, yaitu :
(1) Mata atau Cakkhu,
ialah dengan objek sasarannya seperti bentuk-bentuk yang dapat terlihat.
(2) Telinga atau Sota,
ialah dengan objek sasarannya seperti sura-suara yang dapat didengarnya.
(3) Hidung atau Ghana,
ialah dengan objek sasarannya seperti bau-bauan yang dapat diciumnya.
(4) Lidah atau Jivha,
ialah dengan objek sasarannya seperti makanan dan minuman yang dapat
dikecapnya.
(5) Tubuh atau Kaya,
ialah dengan objek sasarannya seperti yang keras atau lembut yang dapat
disentuhnya.
Selain daripada kelima indriya
diatas juga terdapat pikiran, ialah dengan pendapat-pendapat dan
konsepsi-konsepsi yang ada didalam alam “objek-pikiran” yang dalam bahasa pali
disebut “dhammayatana” .
Kesimpulannya ialah benda-benda
dalam keseluruhannya ada didalam badan manusia dengan objek-objek sasarannya.
- KELOMPOK KEHIDUPAN PERASAAN atau VEDANAKKHANDHA
Kelompok kehidupan atau khanda ini
yang termasuk semua perasaan bahagia, menderita dan perasaan netral, yang
timbul oleh karena adanya kontak/kesan daripada indriya-indriya yang
berhubungan dengan dunia-luar (objek sasarannya).
Kontak atau kesan tadi yang terdiri
dari enam macam, yaitu :
(1) Perasaan yang timbul
dari kontak/kesan melalui Cakkhu dengan bentuk-bentuk yang dapat dilihatnya.
(2) Perasaan yang timbul
dari kontak/kesan melalui Sota dengan suara-sura yang dapat didengarnya.
(3) Perasaan yang timbul
dari kontak/kesan melalui Ghana dengan bau-bauan yang dapat diciumnya.
(4) Perasaan yang timbul
dari kontak/kesan melalui Jivha dengan makanan dan minuman yang dapat
dikecapnya.
(5) Perasaan yang timbul
dari kontak/kesan melalui kaya dengan suatu yang keras atau lembut yang dapat
disentuhnya.
(6) Perasaan yang
ditimbulkan dari kontak/kesan melalui manayatana/dhammayatana (landasan
pikiran) dengan gambaran-gambaran pikiran yang dapat dipikirkannya.
Semua perasaan physic dan mental
tergolong dalam kelompok ini dan harus pula diingat baik-baik, bahwa pikiran
juga sebagai indriya, seperti halnya mata, hidung dan lain-lainnya.
1. KELOMPOK KEHIDUPAN PENCERAPAN atau SANNAKHANDHA
Kelompok kehidupan atau khanda ini
termasuk semua pencerapan yang menyenangkan, menjemukan dan yang netral, yang
ditimbulkan dari keenam indriya berhubungan dengan objek-objek sasarannya
masing-masing, sebagaimana halnya kelompok perasaan, dimana pencerapan tercipta
disebabkan oleh keenam indriya yang mengadakan kontak dengan dunia luar, yaitu
:
(1) Pencerapan
bentuk-bentuk yang dilihat oleh mata.
(2) Pencerapan
suara-suara yang didiengar oleh telinga.
(3) Pencerapan bau-bauan
yang dicium oleh hidung.
(4) Pencerapan makanan
dan minuman yang dikecap oleh lidah.
(5) Pencerapan
benda-benda keras atau lembut yang disentuh oleh tubuh.
(6) Pencerapan
objek-objek mental oleh pikiran.
Melalui pencerapan inilah orang baru
dapat mengenali objek-objek, baik yang merupakan objek fisik maupun objek
menta.
2. KELOMPOK KEHIDUPAN BENTUK-BENTUK PIKIRAN atau
SANKHARAKKHANDHA
Kelompok kehidupan atau khanda ini
termasuk semua keadaan mental yang membahagiakan, menderita dan yang netral,
yang ditujukan kepada enam golongan kehendak (cetana) yaitu :
(1)
Kepada bentuk-bentuk yang dapat dilihatnya.
(2)
Kepada Suara-suara yang dapat didiengarnya.
(3)
Kepada Bau-bauan yang dapat diciumnya.
(4)
Kepada makanan dan minuman yang dapat dikecapnya.
(5)
Kepada benda-benda keras atau lembut yang dapat disentuhnya.
(6)
Kepada objek-objek mental yang dapat dipikirkannya.
Dalam kelompok kehidupan ini semua
kegiatan kehendak (cetana) yang baik atau buruk pada umumnya dikenal dengan
kamma, termasuk khanda ini.
3. KELOMPOK KEHIDUPAN KESADARAN atau VINNANAKKHANDHA
Kelompok kehidupan atau kahndha ini
ialah termasuk semua kesadaran yang menyenangkan, menjemukan dan yang netral,
terdiri dari :
- Kesadaran mata
- Kesadaran telinga
- Kesadaran hidung
- Kesadaran lidah
- Kesadaran tubuh
- Kesadaran pikiran
Kesadaran adalah suatu reaksi yang
mempunyai dasar dari salah satu indriya, misalnya kesadaran mata sebagai dasar
dan juga sebagai objek dari benda-benda yang terlihat. Kesadaran pikiran adalah
pikiran sebagai dasar dan idea atau gambaran pikiran selalu dihubungkan dengan
indriya, sebagaimana halnya dengan perasaan, pencerapan dan kehendak
berhubungan dengan keenam indriya dan objek sasarannya.
Haruslah dimengerti dengan baik,
bahwa kesadaran tidak dapat mengenal sesuatu objek. Tetapi hanya merupakan
kesadaran sejenak atau kesadaran/tahu. Tentang adanya satu objek, misalnya
mendapat kontak dengan warna biru, kemudian kesadaran mata bangkit dan sadar
tentang adanya warna. Sampai disini belum mengenalnya sebagai warna biru. Pada
tingkat ini sebenarnya belum sampai mengenal sesuatu apa dan pada tingkat
pencerapan barulah dapat mengenal warna itu sebagai warna apa. Istilah
“kesadaran/mata” hanyalah yang berarti, bahwa sebuah bentuk telah terlihat.
Tetapi belum berarti mengenalnya dan begitupulalah halnya dengan kesadaran
indriya-indriya lainnya.
Kelima kelompok kehidupan atau
Pancakkhandha adalah membentuk keseluruhan apa yang disebut “manusia” dan tidak
terdapat manusia diluar khandha tersebut, seperti juga tak terdapat sebuah
“meja” di luar keempat kakinya dan beberapa potong papan yang membentuknya.
Selanjutnya kelima khandha bukanlah merupakan kelompok-kelompok yang saling
bergantungan dan masing-masing mengalami proses perubahan serta kelangsungannya
sendiri.
Tak ada sesuatu kesatuan yang statis
dimanapun juga ; yang ada hanyalah kelangsungan daripada proses-proses dan
gabungan-gabungan yang menjadi kelompok-kelompok.
Sekedar untuk dimengerti proses
namakkhandha atau kelompok rohani yang berlangsung secara demikian :
Sanna-Vinnana-Sankhara-Vedana atau Pencerapan-Kesadaran-Bentuk-bentuk
pikiran-Perasaan Manusia dalam ajaran Buddha
merupakan makhluk dimana jenis kelaminnya ditentukan pada saat pembuahan karena
karma dari perbuatannya dalam hidup terdahulu. Ditinjau dari hukum karma, ada
akibatnya bila orang melakukan pelanggaran seksual. Ajaran Budhha sangat
menuntut disiplin dalam perbuatan seksual. Dan kedua unsur tersebut diatas
adalah dasar dari manusia, oleh karena itu, Sebagaimana dijelaskan dalam buku
filsafat whitehead tentang jati diri manusia bahwa emosi, kenikmatan, harapan,
kekuatan, penyesalan dan macam-macam pengalaman mental adalah unsur-unsur
pembentuk jiwa manusia. Badan juga berfungsi sebagi “bidang ekspresi manusia”.
Jiwa manusia adalah kesatuan yang kompleks dari kegiatan-kegiatan mental, dari
yang paling rendah hingga yang bersifat intelektual.
Dalam agama Buddhis manusia terikat
oleh 5 kelompok ikatan Skanda (panca skanda) yang terdiri dari rupa (bentuk
jasmani), vedanna (perasaan), sanna (pencerapan, penginderaan), sankhara
(bentuk pikiran), vinnana (kesadaran).
Tujuan akhir manusia adalah mencapai
pencerahan atau Nibbana, dengan tercapainya nibbana tidak ada lagi keinginan
yang diharapkan oleh manusia, tak ada harapan apapun, tidak lagi memikirkan akan
kelangsungan dirinya. Dengan mencapai tahap ini manusia sudah tidak lagi
memiliki keinginan, nafsu-nafsu kotor, sudah lepas dari segala ikatan dunia dan
ikatan kamma itu sendiri.
Manusia memiliki potensi yang tak
terbatas. Dimana potensi trersebut banyak tidak dipergunakan oleh manusia.
Selama manusia tidak menyadari potensi yang dimilikinya, makan akan sulitlah
bagi manusia untuk mencapai tujuan akhir umat Buddha yaitu Nibbana (kebahagian
tertinggi). Nibbana adalah suatu “keadaan”, seperti diajarkan oleh sang Buddha,
Nibbana adalah keadaan yang pasti setelah keinginan lenyap. Api menjadi padam
karena kehabisan bahan bakar. Nibbana adalah padamnya keinginan, ikatan-ikatan,
nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran batin. Dengan demikian Nibbana adalah
kesunyataan abadi, tidak dilahirkan (na uppado- pannayati), tidak termusnah (na
vayo-pannayati), ada dan tidak berubah (nathitassannahattan-pannayati). Nibbana
disebut juga asankhata-dhamma (keadaan tanpa syarat, tidak berkondisi). Dalam
Paramathadi panitika disebutkan Natthi Vanam Etthani Nibbanam (keadaan yang
tenang yang timbul dengan terbebasnya dari tanha/keinginan rendah disebut
Nibbana).
Cara untuk mencapai pecerahan adalah
dengan menembus empat kesunyataan mulia (catur arya styani), tekun melakukan
perenungan terhadap kelima skanda sebagai sesuatu yang tidak kekal (anicca),
tidak bebas dari derita (dukkha), dan tanpa aku (anatta). Menyelami bahwa apa
yang disebut makhluk atau diri tidak lain adalah proses atau arus keadaan
mental dan jasmani yang saling bergantung (paticca samuppada). Dengan
menganalisa ia menyelami bahwa semua hanyalah sebuah arus dari sebab dan
akibat. Meneliti dengan cermat sifat sebab-akibat sehingga menembusi alam
kesadaran yang lebih tinggi. Seluruh alam semesta tidak lain adalah berisi bermacam
arus dan getaran yang tidak kekal. Dengan penembusan ini nafsu keinginan,
kehausan akan penjelmaan akan terhenti, dan muncul dalam jalan kesucian, sampai
bersatu dengan Kesadaran Agung Nirvana.
Jalan untuk mencapainya tertuang
dalam delapan jalan utama (Hasta Arya Marga) yang terdiri dari tiga usaha besar
yang harus dijalankan tiap hari yaitu: menjalankan Panna (kebijaksanaan), Sila
(tata susila hidup bermasyarakat), dan Samadhi (membebaskan diri dari nafsu
keinginan untuk sampai pada kesadaran).
Mereka yang mencapai nibbana tidak
lagi menaruh perhatian terhadap kelangsungan dirinya. Kematian dapat tiba
menurut kehendaknya atau setelah umurnya selesai. Mereka tidak lagi menimbun
kamma baru, melainkan sekedar menghabiskan akibat kamma lampaunya.
Ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi untuk mencapai nibbana yaitu:
- Kita harus menyadari bahwa umat manusia memiliki potensi tidak terbatas. Kalau manusia diartikan sebagai mahkluk lemah dan tidak berdaya yang terus menerus terombang-ambing oleh aliran takdir maka tidak ada kemungkinan mencapai nibbana. Ajaran Buddha menyadari sepenuhnya kaebaikan manusia yang tidak terbatas.
- Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin untuk mencapai nibbana. Keinginan yang kuat bukanlah berasal dari luar. Kesadaran akan pentingnya keinginan untuk mencapai nibbna ini sangat penting. Nibbana adalah tanggung jawab seklaigus hak.
- Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan mendapatkan hasil kalau dia berusha terlebih dahulu. Ini berarti kalau anda telah menebar benih, maka anda berhak menuai hasilnya.
Dari tiga hal diatas dapat diambil
kesimpulan untuk mencapai nibbana manusia harus memenuhi tiga syarat yaitu
menyadari ketidakterbatasan potensi manusia, memiliki keinginan untuk mencapai
nibbana dan langsung berusaha mewujudkan keinginan tersebut, dan meyakini bahwa
di dunia spiritual tetap berlaku hukum sebab-akibat. Jika anda menabur benih
dan berusaha memeliharanya agar tumbuh dengan baik, pasti benih itu akan
mendatangkan hasil.
PATICCA-SAMUPPADA
Bunyi hukum paticca-samuppada : Perkataan paticcasamuppada terdiri
atas Paticca artinya disyaratkan dan kata Samuppada artinya muncul bersamaan.
Jadi paticca-samuppada artinya mucul bersamaan karena syarat berantai,
atau pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan.
Prinsip dari ajaran hukum
paticcasamuppada diberikan dalam empat rumus pendek yang berbunyi sebagai
berikut.
I.
Imasming Sati Idang Hoti Dengan adanya ini maka terjadilah
itu.
II.
Imassupada Idang Uppajati Dengan timbulnya ini maka timbulah
itu.
III.
Imasming Asati Idang Na Hoti Dengan tidak adanya ini maka tidak
adalah itu.
IV.
Imassa Nirodha Idang Nirujjati Dengan terhentinya ini maka
terhentinya itu.
Berdasarkan prinsip dari saling
menjadikan, relativitas dan saling bergantungan maka seluruh kelangsungan dan
kelanjutan hidup dan juga terhentinya hidup telah diterangkan dalam satu rumus
dari dua belas pokok yang dikenal sebagai paticcasamuppada.
1.
Avijja Paccaya Sankhara Dengan adanya ketidaktahuan maka
terjadilah bentuk-bentuk kama.
2. Sankhara Paccaya Vinnanang Dengan adanya bebtuk-bentuk kamma
maka terjadilah kesadaraan.
3. Vinana Paccaya Namarumpang Dengan adanya kesadaran maka
terjadilah rohani jasmani.
4. Namarupa Paccaya Salayatanang Dengan adanya kesadaran rohani
jasmani maka terjadilah enam landasan indranya.
5.
Salayatana Paccaya Phasso Dengan adanya enam landasan indriya
maka terjadilah kontak/kesan-kesan.
6.
Phassa Paccaya Vedana Dengan adanya kontak maka terjadilah
perasaan.
7.
Vedana Paccaya Tanha. Dengan adanya perasaan maka
terjadilah keinginan.
8.
Tanha Paccaya Upadanang Dengan adanya tanha maka terjadilah
kemelekatan.
9.
Upadana Paccaya Bhavo Dengan adanya kemelekatan maka
terjadilah proses penjelmaan
10.
Bahava Paccaya Jati Dengan adanya proses penjelmaan maka
terjadilah kelahiran.
11. Jati Paccaya Jaramaranang Dengan adanya tumimbal-lahir maka
terjadilah kelapukan keluh kesah, sakit, kematian, dll.
12.
Jara-Marra Kematian, kelapukan, keluh kesah,
sakit, dll, sebagai akibat dari tumimbal-lahir.
a. Catur Paramita
Di dalam diri manusia terdapat
sifat-sifat Ketuhanan yang di sebut paramita yaitu dalam bathinnya merupakan
segala sumber dari perbuatan baik (kusalakamma) yang tercetus pada pikiran,
ucapan dan badan. Karena itu kita harus bias mengembangkan paramita itu. Demi
kebahagiaan, ketenangan dan kegembiraan hidup kita. Sifat ketuhanan itu terdiri
dari :
- Metta : ialah cinta-kasih universal yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini dikembangkan dosa akan tertekan.
- Karuna : ialah kasih-sayang universal karena melihat suatu kesengsaraan, yang menjadi akar perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini berkembang lobha akan tertekan.
- Mudhita : ialah perasaan bahagia (simpati) universal karena melihat makhluk lain bergembira, yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bial ini berkembang issa akan tertekan.
- Upekkha : ialah keseimbangan bathin universal sebagai hasil dari melaksanakan metta. Karuna. Mudhita dan upekkha, juga merupakan akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini telah berkembang moha akan tertekan, bahkan akan lenyap.
b. Catur Mara
Disamping adanya sifat-sifat
ketuhanan, terdapat pula sifat-sifat setan/ jahat (marra) dalam bathin manusia
dan ini merupakan sumber dari perbuatan buruk (akusalakamma) yang tercetus pada
pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita harus dapat melenyapkannya agar hidup
kita tidak terus-menerus di dalam kesengsaraan dan penderitaan yang tiada
henti-hentinya. Sifat setan/jahat itu terdiri dari :
Dosa ini secara ethica (ajaran
tentang keluhuran buda dan kesopanan) berarti kebencian. Tetapi secara
psychilogis (kejiwaan) berarti pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek
bertentangan.
Lobha ini secara ethica berarti
keserakahan/ketamakan. Tetapi secara psychilogi (kejiwaan) berarti
terikat pikiran pada objek-objek. Inilah yang kadang-kadang disebut Tanha
yaitu keinginan yang tiada henti-hentinya.
- Issa : ialah irihati yaitu perasaan tidak senang melihat makhluk lain berbahagia, yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkan mudhita.
- Moha : ialah kegelisahan bathin sebagai akibat dari perbuatan dosa, lobha, dan issa. Akan lenyap bila dikembangkan upekkha. Moha berarti kebodohan dan kurangnya pengertian. Selain itu moha juga disebut Avijja yaitu ketidaktahuan, atau Annana yaitu tidak berpengetahuan, atau Adassana yaitu tidak melihat.
Tersebutlah kata-kata yang diucapkan
oleh YMS Buddha Gotama dalam kitab Dhammapada, yaitu bagian kecil dari
Suta-Pittaka yang berbunyi sebagai berikut :
Ayat 1
: segala sesuatu
adalah hasil dari pada apa yang telah dipikirkan, berdasarkan pikiran dan
dibentuk oleh pikiran. Bila seseorang berbicara atau bertidak dengan pikiran
yang jahat, maka penderitaan akan mengikutinya seperti roda-pedati yang
mengikuti jejak kaki lembu yang menariknya.
Ayat 2
: segala sesuatu
adalah hasil dari pada apa yang telah dipikirkan, berdasarkan pikiran dan
dibentuk oleh pikiran. Bila seseorang berbicara atau bertidak dengan pikiran
yang baik, maka kebahagiaan akan mengikutinya seperti bayangan yang tidak
pernah meninggalkan dirinya.
HUBUNGAN SILA DENGAN CATUR PARAMITA
Sila dapat dilakukan dengan baik,
bilamana pikiran penuh dengan Catur Paramita.
Haruslah terlebih dahulu kita
mengenalnya. Pengertian secara umum yaitu corak daripada sila, ialah
pelaksanaan hidup bersusila (beradab); intisari sila ialah peniadaan
pelanggaran dalam hidup bersusila; cetusan sila ialah kesucian pikiran, ucapan
dan tindakan-badan; dan dasar sila iualah perasaan malu untuk berbuat
kejahatan (HIRI) dan takut berbuat kejahatan karena hati nurani
(OTTAPPA).
Sila ini dibangun atas konsepsi
cinta kasih yang universal dan belas kasihan terhadap sesame mahluk hidup, yang
juga menjadi dasar ajaran Buddha Gautama. Menurut ajaran agama Buddha. Untuk
memperoleh kesempurnaan ada dua macam sifat luhur yang harus dikembangkan
berbarengan, yaitu :
- Metta dan karuna (cinta kasih dan kasih sayang)
- Panna (kebijaksanaan).
Dalam metta dan karuna adalah
termasuk cinta kasih, suka bermurah hati, toleransi dan sifat-sifat luhur
lainnya dari segi emosi (perasaan) atau sifat-sifat yang timbul dari “hati”.
Sedangkan panna berhubungan dengan intelek (kecerdasan) atau sifat-sifat yang
timbul dari pemikiran.
Kalu orang hanya mengmanbangkan dari
segi emosinya saja dengan mengabaikan dari segi inteleknya, maka orang ini
kelak akan menjadi “orang gila yang baik hati” sebaliknya, kalau orang hanya
mengambangkan segi inteleknya saja dengan mengabaikan segi emosinya, maka orang
ini akan menjadi “orang yang berhati batu” dan tidak mempunyai perasaan
sedikitpun terhadap orang lain. Oleh karena itu, untuk menjadi sempurna, orang
harus mengembangkan sifat-sifta tersebut secara berbarengan.
Inilah tujuan dari “way of life”
setiap umat Buddha yaitu dimana kebijaksanaan dan cinta kasih/belaskasihan
merupoakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sila yang berdasarkan
cinta dan belas kasihan adalah meliputi tiga bagian dari delapan ruas jalan
utama, yaitu :
Ruas no. 3 Ucapan Benar
Yang dapat digolongkan sebagai
ucapan benar, jika empat macam sarat di bawah ini dipenuhi :
- Kata-kata itu benar.
- Kata-kata itu beralasan.
- Kata-kata itu berfaedah.
- Kata-kata itu tepat pada waktunya.
Ini berarti membebaskan diri dari :
- Pembicaraan yang tidak benar (berdusta)
- Pembicaraan yang dapat menimbulkan kebencian, perpecahan dan perselisihan diantara perorangan atau golongan.
- Pembicaraan cabul dan kasar yang menyakiti hati orang lain.
- Pembicaraan yang kosong dan tidak ada artinya, desas-desus dan mebicarakan keburukan orang lain
Ruas No. 4 Perbuatan Benar
Yaitu bertujuan untuk mengembangkan
perbuatan-perbuatan yang susila, tehormat dan menjauhkan diri dari
keributan-keributan. Ini berarti bahwa ia tidak akan membunuh, mencuri,
melakukan perbuatan tercela, melakukan perzinahan dan a selalu bersedia
menolong orang lain, juga agar dapat menjalankan satu penghidupan yang tenang,
terhormat dan dengan cara benar.
Ruas No. 5 Mata-pencaharian yang
Benar
Ini yang berarti, bahwa orang
seharusnya memiliki mata pencaharian yang tidak mencelakakan atau merugikan
orang lain, misalnya :
- Berdagang alat-alat perang dan alat untuk pembunuhan lainnya.
- Berdagang minuman keras, yang menjadikan orang acuh tidak acuk terhadap ajaran agama.
- Berdagang racun.
- Membunuh binatang-binatang dengan sengaja.
- Dan lain-lain lagi.
Orang seharusnya memilih satu usaha
atau pekerjaan yang terhormat, yang tidak merugikan orang lain dan yang tidak
mencelakakan atau menyakiti orang lain. Dari sini dapat kita lihat, bahwa
ajaran agama Buddha menentang tiap bentuk peperangan, tidak membenarkan untuk
berdagang alat-alat perag dan senjata lainnya yang dapat melakukan pembunuhan.
Ini lah tiga bagian dari delapan
ruas jalan Utama yang dapat digolongkan dalam perbuatan yang bersusila.
Haruslah hendaknya disadari benar-benar, bahwa sila ini bertujuan untuk
memperoleh suatu penghidupan yang bahagia dan harmonis bagi orang itu sendiri
dan juga untuk orang-orang di sekelilingnya. Bila ini dianggap sebagai dasar
yang mutlak guna memperoleh hasil-hasil batiniah yang luhur.
DAFTAR PUSTAKA
http://willyyandi.wordpress.com/tag/ekologi-agama-buddha/
12-03-2012/15.33
M. Ripa’I, Perbandingan Agama,
(Semarang : Wicaksana 1984), hal.100-101
Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan
dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 19-20
Mukti Ali, agama-agama di Dunia, (yogyakarta
IAIN sunan kalijaga press,1988) hal 121-123
[1]M. Ripa’I, Perbandingan Agama,
(Semarang : Wicaksana 1984), hal.100-101
[2]http://willyyandi.wordpress.com/tag/ekologi-agama-buddha/
12-03-2012/15.33
[3] Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan
dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 300-311
[4]Mukti Ali, agama-agama di
Dunia, (yogyakarta :IAIN sunan kalijaga press, 1988), hal. 121-123
[5]http://s-moc.blogspot.com/2010/07/konsep-manusia-dalam-agama-budha.html
12-3-2012/15.24
[6] Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan
dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 80-88
[7]Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan
dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 19-20
[8]Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan
dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar