A. Pendahuluan
Setiap negara memiliki
kemampuan yang berbeda dalam berpolitik untuk mengatur negara. Politik apapun
dalam negara tentu saja digunakan untuk kepentingan masyarakat. Dari berbagai
politik kenegaraan tidak lepas dari suatu konsep agama. Agama yang menjadi
mayoritas menjadi momok politik kenegaraan. Negara Indonesia, agama Islam
memiliki pengaruh paling bersar. Negara Thailand, para bhikkhu dijadikan
sebagai penasihat negara. Di Vatikan, pastur dijadikan pemimpin negara. Tibet,
seorang lama dijadikan pemimpin negara sebelum Tibet dikuasai oleh Tiongkok.
maka dari itu, penulis akan membahas mengenai Agama Buddha dan politik. Dimana
agama mayoritas menjadi momok untuk setiap negara.
B. Pembahasan
Politik terdiri dari
berbagai macam yang digunakan dalam kenegaraan. Politik menurut Carter dan Henz
ada dua macam, yaitu aristokrasi (oligarki, otoriter) dan demokrasi. “Politik
adalah kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses
penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya”.
Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip
kepercayaan terhadap Tuhan, atau juga disebut dengan nama dewa atau nama lainya
dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan tersebut.
Politik berhubungan dengan negara dan agama berhubungan dengan kepercayaan
kepada Tuhan ataupun dewa.
Hubungan agama dengan
negara dalam buku Krisnananda Wijaya-Mukti dibagi menjadi lima pola, antara
lain; teokrasi, negara dalam agama, agama dalam agama, sekuler, sekuler dan
asketis . Di Negara Indonesia, agama tertulis dalam
UUD 1945 Pasal 29 menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha
Esa (ayat 1). Negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk
agamanya dan kepercayaannya itu (ayat 2).
Menurut C. Wright Mill semua politik
pada hakikatnya adalah pertarungan kekuasaan, dan hal yang paling pokok dari
kekuasaan adalah kekerasan . Lain dengan agama, yang paling
pokok adalah moralitas, kesucian, dan keyakinan. karena itu agama Buddha
menjaga jarak terhadap politik. Usaha untuk mencampuradukkan agama dengan
politik pun sering terjadi. Padahal, kalau dilihat agama berdasarkan pada
moralitas, kemurnian, dan keyakinan, sedangkan dasar politik adalah kekuatan.
Dilihat dari sejarah masa lalu, agama telah sering digunakan untuk memberi hak
bagi orang-orang yang berkuasa. Agama digunakan untuk membenarkan perang dan
penaklukan, penganiayaan, kekejaman, pemberontakan, penghancuran karya~karya
seni dan kebudayaan. Ketika agama digunakan sebagai perantara tindakan-tindakan
politik, agama tidak lagi dapat memberikan keteladanan moral yang tinggi dan
derajatnya direndahkan oleh kebutuhan-kebutuhan politik duniawi.
Pendekatan agama Buddha terhadap politik adalah moralisasi dan tanggung
jawab penggunaan kekuatan masyarakat. Sang Buddha mengkotbahkan Tanpa Kekerasan
dan Kedamaian sebagai pesan universal. Beliau tidak menyetujui kekerasan atau
penghancuran kehidupan dan mengumumkan bahwa tidak ada satu hal yang dapat
disebut sebagai suatu perang 'adil'. Beliau mengajarkan, "Yang menang
melahirkan kebencian, yang kalah hidup dalam kesedihan. Barang siapa yang
melepaskan keduanya baik kemenangan dan kekalahan akan berbahagia dan
damai". Sang Buddha mendiskusikan penting dan perlunya suatu pemerintahan
yang baik. Beliau memperlihatkan bagaimana suatu negara dapat menjadi korup,
merosot nilainya dan tidak bahagia ketika kepala pemerintahan menjadi korup dan
tidak adil. Beliau berbicara menentang korupsi dan bagaimana suatu pemerintahan
harus bertindak berdasarkan pada prinsip-prinsip kemanusiaan. Di dalam Cakkavatti
Sihananda Sutta, Sang Buddha berkata bahwa kemerosotan moral dan kejahatan
seperti pencurian, pemalsuan, kekerasan, kebencian, kekejaman, dapat timbul
dari kemiskinan. Para raja dan aparat pemerintah mungkin menekan kejahatan
melalui hukuman, tetapi menghapus kejahatan malalui kekuatan, tidak akan
berhasil. Dalam Jataka, Sang Buddha telah memberikan10 aturan untuk
pemerintahan yang baik, yang dikenal sebagai "Dasa Raja Dhamma".
Kesepuiuh aturan ini dapat diterapkan bahkan pada masa kini oleh pemerintahan
manapun yang berharap dapat mengatur negaranya. Peraturan-peraturan tersebut
sebagai berikut :
- Bersikap bebas/tidak picik dan menghindari sikap mementingkan diri sendiri.
- Memelihara suatu sifat moral tinggi.
- Siap mengorbankan kesenangan sendiri bagi kesejahteraan rakyat.
- Bersikap jujur dan menjaga ketulusan hati.
- Bersikap baik hati dan lembut.
- Hidup sederhana sebagai teladan rakyat.
- Bebas dari segala bentuk kebencian.
- Melatih tanpa kekerasan.
- Mempraktekkan kesabaran, dan
- Menghargai pendapat masyarakat untuk meningkatkan kedamaian dan harmoni.
Mengenai perilaku para penguasa, Beliau lebih lanjut menasehatkan:
- Seorang penguasa yang baik harus bersikap tidak memihak dan tidak berat sebelah terhadap rakyatnya.
- Seorang penguasa yang baik harus bebas.dari segala bentuk kebencian terhadap rakyatnya.
- Seorang penguasa yang baik harus tidak memperlihatkan ketakutan apa pin dalam penyelenggaraan hukum jika itu dapat dibenarkan.
- Seorang penguasa yang baik harus memiliki pengertian yang jernih akan hukum yang diselenggarakan. Hukum harus diselenggarakan tidak hanya karena penguasa mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan hukum. Dan.dikerjakan dalam suatu sikap yang masuk akal dan dengan pikiran sehat.
C. Penutup
Dari hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa politik dalam Buddhisme adalah moralisasi dan tanggung jawab penggunaan kekuatan masyarakat. Sang Buddha
mengkotbahkan Tanpa Kekerasan dan Kedamaian sebagai pesan universal. Bagaimanapun
kehidupan anggota masyarakat dibentuk oleh hukum-hukum dan peraturan-peraturan,
aturan-aturan ekonomi, lembaga-lembaga, yang dipengaruhi oleh penataan politik
dari masyarakat tersebut. Namun, jika seorang umat Buddha berharap untuk
terlibat dalam politik, dia harus tidak menyalahgunakan agama untuk memperoleh
kekuatan politik. Juga tidak dianjurkan bagi mereka yang telah melepaskan
kehidupan duniawi untuk menjalani suatu kehidupan agama yang murni untuk secara
aktif terlibat dalam politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar