- Sila dalam Tipitaka
dalam Kitab Tipitaka banyak kita jumpai sutta-sutta yang mengandung
penjabaran tentang sila, samadhi dan panna dalam bentuk tiga rangkaian
latihan. 13 urutan pertama dan sutta-sutta didalam Kitab Digha Nikaya
adalah sutta mengenai sila, samadhi dan panna. Dari sutta-sutta tersebut
terlihat bahwa sila merupakan pengalaman mendasar dari agama Buddha,
diantaranya;
Dalam Brahmajala sutta menyebutkan cula sila, majjima sila dan maha sila
yang senantiasa dilaksanakan dan tidal dilanggar oleh Sang Buddha.
Dalam Samannaphala Sutta disebutkan bahwa seorang samana harus sempurna
terlatih dalam sila, terkendali indriya-indriyanya dan memiliki
kewaspadaan dan memiliki pengertian benar tentang fenomena alam. Dalam
Ambattha sutta secara panjang lebar sang Buddha menjelaskan kepada
Brahmana Ambattha tentang Vijja (abhinna) dan Carana (perilaku yang
baik). Vijja dan Carana menunjukan samadhi dan sila. Dalam Sonadanda
Sutta disebutkan sila membersihkan lagi saling berkaitan antara keduanya
dan pentingnya latihan sila sebelum seseorang memulai latihan samadhi.
Dalam Raithavinita Sutta, Tisso Sikkaha dijelaskan dalam bentuk tujuh kesucian (Satta Visuddhiyo), yaitu;
- Kesucian Sila (sila visuddhi)
- kesucian Manas (citta visuddhi)
- Kesucian Pandangan. (ditthi visuddhi)
- Kesucian dalam melenyapkan keragu-raguan (kankha vitarana visuddhi)
- kesucian pengetahuan tentang hakikat yang sesungguhnya dari jalan yang benar dan yang salah (maggamagga nanadassana visuddhi)
- kesucian pengetahuan tentang hakikat yang sesungguhnya dari kemajuan (patipada nanadassana visuddhi)
- kesucian pengetahuan tentang hakikat yang sesungguhnya dari jalan suci magga nana visuddhi).
Sila visuddhi dan citta visuddhi masing-masing merupakan sila dan
samadhi, sedangkan kelima visuddhi lainnya merupakan panna. Dalam
visuddhi magga dan vimutti magga dijumpai penjabaran terinci tentang
ketujuh visuddhi tersebut. Kitab Visuddhimagga terdiri dari 223 Bab
untuk sila dan Dutangga, 11 Bab berikutnya untuk Samadhi dan 10 Bab
terakhir untuk panna.
- Pengertian Sila
Tardisi Buddhis membicarakan demikian banyak tentang sila yang dijumpai
dalam kitab-kitabnya. Buddhaghosa dalam Kitab Visuddhimagga memberikan
empat sikap batin atau kehendak (cetana). Kedua menunjukan hanya
pengindraan (virati) yang merupakan unsur batin (cetasika). Ketiga,
menunjukan pengendalian diri (samvara) dan Keempat, menunjukan tiada
pelanggaran peraturan yang telah ditetapkan (Avitikhama). Mereka disebut
sila dalam pengertian Bahwa, pertama menimbulkan harmoni dalam hati dan
pikiran (samadhana), dan kedua mempertahankan kebaikan dan mendukung
(upadharana) pencapaian batin yang luhur. Dan ciri (lakkhana), fungsi
(rasa), wujud (paccupatthana) dan sebab terdekat yang menimbulkan
(padatthana) dari sila adalah sebagai berikut;
Fungsi (rasa) sila, pertama adalah menghancurkan kelakuan yang salah
(dussiliya) dan kedua menjaga seseorang agar tetap tidak bersalah. Wujud
(paccupatthana) sila adalah kesucian (soceyya). Kita mengenal seseorang
dengan melihat rupanya, demikian pula kita mengenal sila dengan
wujudnya yang suci dalam perbuatan jasmaniah. Sebab terdekat yang
menimbulkan (padatthana) sila adalah adanya Hiri dan Ottappa. Hiri
adalah malu berbuat salah, Ottappa adalah takut akibat perbuatan salah.
Hiri-Ottapa dalah pelindung dunia. jika tidak adalagi Hiri dan Ottappa
dalam diri akan berkecamuk kekacauan yang akan merugikan diri sendiri
maupun masyarakat luas. Sebaliknya jika terdapat Hiri-Ottappa dunia ini
penuh dengan ketentraman dan kedamaian.
Faedah sila banyak disebutkan dalam khotbah-khotbah Sang Buddha,
diantaranya yang paling banyak disebut adalah ketiadaan penyesalan
(avippatisara). Batin yang bebas dari penyesalan akan mendapat
ketenangan dan akan mudah mencapai samadhi. Dalam Anguttara Nikaya (IV,
99) Sang Buddha bersabda kepada Ananda sebagai berikut;
"Ananda, Sila memiliki tiada penyesalan
Sebagai tujuan dan buahnya"
Dalam maha Parinibbana Sutta, Sang Buddha bersabda kepada gharavasa
tentang faedah dari sila, sebagai berikut; sila menyebabkan seseorang
memiliki banyak kekayaan, nama dan kemasyurannya akan tersebar luas, dia
menghandiri semua pertemuan tanpa takut dan keragu-raguan karena ia
menyadari bahwa ia tidak akan dicela atau didakwa orang banyak, sewaktu
meninggal dunia ahtinya tentram, akan terlahir disuatu tempat yang
membahagiakan.
dalam Digha Nikaya (II, 69-70), Sang Buddha bersabda kepada para bhikkhu sebagai berikut;
"Jika seorang bhikkhu ingin dicintai dan dihormati oleh sesama bhikkhu dia harus menjalankan sila".
Kutipan-kutipan tersebut merupakan sebagian kecil tentang faedah sila
yang dibabarkan oleh Sang Buddha sendiri. Sila adalah dasar penghidupan
yang jujur dan merupakan tangga untuk mencapai surga. Manum, tujuan
pemupukan sila adalah mencapai Nibbana. Oleh karena itu, ciri sila juga
jalan untuk mencapai Nibbana. Sila dari seseorang dikatakan tidak bersih
apabila sila itu telah dilanggar dengan perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan sila itu sendiri. Bagaimanapun terjadinya
pelanggaran itu, godaan adalah akar dari pelanggaran sila sehingga sila
itu menjadi tidak bersih.
Noda dari sila tidak dapat dihilangkan dengan mencucinya dengan air
sebanyak tujuh samudra, tidak dapat dihilangkan dengan apapun kecuali
hanya dengan melaksanakan sila. sebaliknya sila dikatakan bersih apabila
tidak ada pelanggaran sila. Dalam sutta-sutta disebutkan bahwa
kebersihan sila dapat dipertahankan dengan menyadari bahaya dari
pelanggaran sila dan manfaat mempertahankan sila.
- Bentuk Sila
Dalam kitab buddhis disebutkan demikian banyaknya sila yang diamalkan
oleh umat Buddha yang kemampuan, kesempatan dan tingkat perkembangan
batin mereka berbeda-beda. Dalam Visuddhimaggasila-sila itu dikelopokan
atas beberapa bagian dan diterangkan secara terinci agar mendapat
gambaran seberapa jauh sila itu dihayati dan diamalkan oleh umat Buddha.
Namun, dalam klasifikasi-klasifikasi itu tetap terkandung pengertian
bahwa sila menimbulkan harmoni dalam batin dan mendukung tercapainya
batin yang luhur. Sila itu sebenarnya hanya satu macam, tetapi bila
dipandang dari berbagai aspek kelihatannya beranekaragam.
Dalam kesempatan kali ini kita tidak akan membicarakan rincian
klasifikasi tersebut, tetapi beberapa yang dianggap perlu untuk
diketahui untuk dihayati dan melaksanakannya dengan baik. Sila merupakan
segi mendasar dalam Agama Buddha yang mencakupi, pertama batin yang
dibangun dengan menghindari perbuatan buruk, dan kedua pikiran yang
berhubungan dengan pelaksanaan peraturan-peraturan yang berperan untuk
kebersihan sila. Dengan kata lain sila itu mempunyai dua aspek, yaitu;
aspek negatif (varitta sila) dan aspek positif (carita sila).
Varitta sila menekankan pada tidak melakukan perbuatan buruk dan Carita
sila menekankan perlunya seseorang menimbun perbuatan baik dan
melaksanakan apa yang merupakan kewajibannya. Setiap rumusan sila
mempunyai kedua aspek tersebut diatan. Misalnya, antara lain dalam Digha
Nikaya (I, 63).
"(i)Ia menghindari pembunuhan, membuang pentungan dan pedang; (ii) Ia
hidup dengan penuh cinta kasih dan welas asih demi kesejahteraan dan
kebahagiaan semua mahkluk"
Bagian pertama (i) sabda Sang Buddha tersebut diatas mengajarkan orang
untuk tidak melakukan pembunuhan; bagian kedua (ii) menyayangi semua
mahkluk dan meningkatkan kebahagiaan merekan. Dari sini melihat bahwa
aspek negatif adalah pendahulu dari aspek positif, tetapi kedua-duanya
saling bergantungan. Aspek negatif merupakan persiapan dan menyiapkan
lahan yang baik untuk aspek positif. Seumpama seseorang yang akan
menanam padi di sawah, maka sebelum menanam padi ia terlebih dahulu
harus membersihkan sawahnya dari rumput-rumput agar padinya dapat tumbuh
dengan baik dan membrikan mereka hasil yang diharapkan.
Aspek negatif mempunyai nilai menjauhkan pikiran dan objek yang bukan
kebaikan dan aspek positif memusatkan seluruh pikiran pada kebaikan,
sehingga semaksimal mungkin dapat melakukan kewajiban. Disamping itu,
terdapat juga bentuk sila yang dinamakan Pakati sila dan Pannati sila.
Pakati sila adalah sila alamiah, yang bersifat moral dan terdapat hampir
semua agama serta berlaku dimana-mana tanpa dibatasi oleh waktu,
misalnya pancasila. Pannati sila adalah sila yang dirumuskan oleh Sang
Buddha yang khusu diperuntukan bagi cara hidup dan tujuan hidupnya yang
istimewa.
Pakati sila bila dilanggar, baik oleh bhikkhu atau gharavasa akan
berakibat buruk dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan mendapatng,
misalnya membunuh mahkluk hidup. Sedangkan Pannati dila bila dilanggar
oleh gharavasa tidak dicela atau tidak akan berakibat buruk. Akan
tetapi, bila dilanggar oleh seorang bhikkhu maka ia akan dicela oleh
para bijaksana. Misalnya, apabila makan-makanan diluar waktu yang
ditetapkan atau melihat tontonan bagi seorang gharavasa tidak dicela
atau akan berakibat buruk.
Sila dalam pengertian yang luas adalah menghilangkan pembawaan yang
tidak baik seperti keserakahan, itikad buruk, iri hati, dll, serta
menimbun perbuatan baik seperti berdana, itikad baik, kesediaan untuk
memanfaatkan dll.
Rumusan Pancasila, atthasila, dan dasasila adalah sila dalam aspek
negatif yang merupakan latihan untuk memiliki sila dan sebagai tahap
dasar guna pengembangan batin agar dapat mencapai tujuan tertinggi.
Sikkhapada
Didepan telah disebutkan bahwa sila adalah sikap batin atau kehendak
yang tercetus sebagai ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan
benar. Sila seperti itu hanya dimiliki oleh mereka yang telah mencapai
tingkat kesucian. Bagi mereka yang belum mencapai tingkat kesucian itu,
perlu melatih diri dengan melaksanakan peraturan-peraturan yang sesuai
dengan cara hidup dan kemampuan masing-masing. Umat Buddha bila dilihat
dari cara menjalani kehidupan terdiri dari dua kelompok besar, yaitu;
Gharavasa
gharavasa adalah orang yang menjalani hidup berkeluarga atau tidak;
mempunyai pekerjaan, seperti; petani, pedagang, militer, dll yang
memberikan penghasilan utuk biaya kehidupan mereka. Gharavasa terdiri
atas; upasaka parisad dan upasika parisad.
Pabbajita
Pabbajita adalah orang yang meninggalkan kehidupan berumah tangga,
keduniawian, dan menjalani hidup suci untuk mencapai Nibbana. Pabbajaita
menerima dana yang layak bagi seorang pertapa dari Gharavasa yang
memiliki saddha serta simpati. Pabbajita terdiri dari bhikkhu,
bhikkhuni, samanera, dan samaneri.
Silasikkha atau sikkhapada disebut juga Vinaya. Istilah vinaya tidak
hanya berarti sikkhapada untuk pabbajita saja, tetapi juga untuk
gharavasa. Sikkhapada untuk gharavasa mempunyai tujuan yang sama Vinaya
untuk pabbajita, yaitu menjauhkan hal-hal yang merugikan. Dengan
demikian dalam agama Buddha ada dua jenis Vinaya yang akan dilaksanakan
oleh dua kelompok umat Buddha, yaitu; Agariya Vinaya untuk gharavasa dan
Anagariya Vinaya untuk pabbajita.
sumber : http:// Pengertian Sila, bentuk Sila dalam Tipitaka.com
sumber : http:// Pengertian Sila, bentuk Sila dalam Tipitaka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar