Makna Puja Bhakti
Seluruh agama yang terdapat di dunia
ini memiliki doa-doa yang di persembahkan umat untuk ditujukan kepada Tuhan.
Doa-doa tersebut dilakukan ketika umat melaksanakan kebaktian ataupun upacara
keagamaan dan pulalah yang dilakukan umat Buddha.
Umat Buddha Dharma begitu mendalam,
sedangkan kemampuan intelektualitas masing-masing berbeda. Maka disamping ada
cara yang sulit atau sukar ada pula cara mudahnya seperti Upay-Kausalnya, sedangkan
Dharma yang dibabarkan oleh Hyang Buddha secara filosofis adalah kebenaran
Absolut dan tidaklah mudah dimengerti oleh sebagian umat Buddha.
Dalam Upaya-Kausalnya dalam
merealisasikan Buddha Dharma dan dijalankan oleh para umat Buddha Mahayana yang
mempunyai arti spritual yang dalam, juga lebih mudah dihayati dan lebih
sempurna direalisasikan bilamana umat Buddha Mahayana telah mengerti tri-kaya
yang merupakan filsafat Agama Buddha Mahayana. Menurut paham Mahayana semua
Buddha mempunyai tri-kaya atau ‘Tiga-tubuh’ yang terdiri dari : Dharma-Kaya,
Sambogha-Kaya, dan Nirmana-Kaya.
- Dharma-Kaya adalah Tubuh Dharma atau Tubuh Spritual, merupakan sesuatu yang absolut yaitu sifat ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, yang sangat sulit dimengerti sehingga para Buddha dan Bodhisattva memanifestassikannya pada bentuk Ruphyang atau arca atau lukisan gambar.
- Sambogha-Kaya adalah Tubuh Pemberkahan atau Tubuh Kenikmatan, berkah atau pembalasan baik Buddha yang merasakan kebahagiaan atas usahanya sendiri. Yang terbagi dua bagian yaitu : (1). Sambogha-puja yang dinikmati sendiri yaitu tubuh yang telah mencapai penerangan, (2). Sambogha-kaya yng dinikmati bersama, sama saja seperti Sambogha yang dinikmati sendiri hanya ini di nikmati bersama.
- Nirmana-Kaya adalah Tubuh Penjelmaan yaitu Sambogha-kaya Buddha menyalin rupa untuk membabarkan Dharma demi menolong atau menyelamatkan para makhluk dari segala penderitaan.
Tata cara Puja Bhakti
Agama Buddha memiliki tata cara
penghormatan kepada Buddha menggunakan Altar sebagai penunjang dalam
penghormatan yang lebih dikenal dengan istilah kebaktian atau Puja Bhakti. Kata
Puja berasal dari bahasa sansakerta yang berarti ‘persembahan’. Dan
merupakan unsur pokok dalam ajaran Puja Bhakti.
Umat Buddha Mahayana melakukan Puja
Bhakti dengan cara pembacaan ulang berkali-kali Sutra (banyak sekali
Sutra-Sutra dalam Agama Buddha Mahayana), yang dilakukan di pagi dan sore hari.
Dengan dihadapkan keyakinan kuat dan kamma baik. Dharani atau Mantra yang penuh
keyakinan dihadapan Buddha Ruphang dan Bodisattva Ruphang.
Sajian yang diberikan di atas altar
tidak ada yang mengandung dari benda bernyawa. Umumnya sebagai berikut :
v Buah-buahan,
Bermakna jangan membunuh mahluk
hidup.
v Air bersih atau air mineral,
Air yang telah dimasak, bermakna
agar pikiran, ucapan, dan perbuatan kita bersih selalu. Dan membersihkan
batin dari ketidaktahuan juga kebodohan.
v Bunga,
Melambangkan keindahan dan
ketidakkekalan.
v Lilin merah atau penerangan
dari minyak kelapa,
Lilin merah lebih awal di nyalakan
sebelum Dupa, bermakna kita selalu diberikan penerangan dalam jalan kehidupan
di waktu sekarang.
v Dupa,
Bermakna wangi khasnya guna
membersihkan udara dan lingkungan, mengundang langsung secara batin atau hati
nurani ke hadapan Hyang Thagatha, Tuhan Yang Maha Esa.
Selain yang lima di atas ada juga
yang menambahkan bunga atau bubuk cendana dan makanan sayuran, kue, manisan dan
lain-lain untuk persembahan sembahyang terhadap orang yang meninggal.
Makna dari sajian tersebut sangat
berbeda sesuai sekte nya masing-masing. Adapaun upacara ini dianggap sangat
sakral. Termasuk membakar kertas adalah salah satu sembahyang yang dilakukan
Agama Buddha namun Agama Buddha sangat toleransi, Budhha Mahayana sangat
universal, tidak memberikan beban moril maupun materil bagi umatnya, sangat
praktis bersih murni, tidak ada pantangan.[1]
Hari-hari Suci
Terdapat empat hari raya Agama
Buddha, yaitu :
- Hari Waisak
Hari ini memperingati tiga peristiwa
yaitu :
(1). Hari kelahiran Pangeran
Sidharta,
(2). Hari pencapaian penerangan
sempurnaPertapa Gautama,
(3).Dan hari sang Buddha wafat atau
mencapai Nibbana atau Nirwana.
Hari waisak dikenal juga dengan hari
Visakah Puja atau Purnima Buddha di India. Dan masih banyak lagi nama sesuai
negara masing-masing. Sedangkan Waisak berasal dari bahasa Pali “Wesakha” dan
dalam bahasa Sansakerta “Waishakha”. Pada hari waisak ini mengajak umat
Buddha untuk menelaah kehidupan masing-masing, dan senantiasa berpedoman kepada
Buddha Dharma.
Hari waisak adalah hari dimana
merenungkan dan menghayatikembali perjuangan hidup Buddha Gotama, yang
dibesarkan dengan segala kemewahan dan rela meninggalkan itu semua demi cinta
kasihnya kepada semua makhluk. Sidharta meninggalkan Istana bukan karena
paksaan dan dorongan apapun terkecuali mencari kehidupan yang hakiki. Beliau
berjuang dengan gigih dan pantang menyerahdalam upaya menycari jalan yang dapat
menyelamatkan makhluk dari segala penderitaan.
- Hari Kathina
Hari ini merupakan upacara
persembahan jubah kepada lima Bikkhu (Sangha) setelah menjalani vassa (musim
penghujan di daerah Sang Buddha selama tiga bulan) berakhir, yaitu sehari
sesudah bulan purnama penuh (Juli), sampai sehari sebelum hari Khatina
(Oktober). Dalam kesempatan ini selain memberikan persembahan jubah khatina,
umat Buddha juga berdana untuk kebutuhan pokok para Bikkhu, perlengkapan
Vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan Agama Buddha. Dan para
Bhikku yang telah melaksanakan Vassa sebanyak sepuluh sampai sembilan belas
kali akan mendapatkan gelar “Thera”, dan para Bikkhu yang telah menjalankan
Vassa sebanyak dua puluh kali akan ge mendapatkan gelar tertinggi yaitu “Mahathera”.
Dan mereka hanya mempunyai emapat
kebutuhan yaitu : (1). Civara atau Jubah, (2). Pindapata atau makan, (3).
Senasana atau tempat tinggal, (4). Gilanapaccayabhesajja atau obat-obatan.
- Asadha
Hari kebaktian ini diperingati dua
bulan setelah hari raya waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha
menebarkan Dhamma untuk pertama kalinya kepada lima orang pertapa (panca
vagiya) dalam hal ini Buddha membuat Arya Sangha Bikkhu (persaudaraan para
Bikkhu Suci). Dengan demikian Tri Ratna menjadi lengkap, sebelumnya baru ada
Buddha dan Dhamma.
Tri Ratna berarti tiga
mustikaterdiri atas Buddha Dhamma,Dhamma dan Sangha, merupakan pelindung umat
Buddhadengan cara memanjatkan paritta, dan umat Buddha berlindung pada Buddha
berarti Buddha memilihnya sebagai guru teladan. Sedangkan berlindung pada
Dhamma berarti Dhamma mengandung kebenaran yang jika dilaksanakan akan mencapai
akhir dari dukha, dan berlindung pada sangha berarti sangha merupakan pewaris
dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
- Magha Puja
Hari suci Magha Puja memperingati
empat peristiwa penting, yaitu :
1. Seribu dua ratus lima puluh
orang bhikshu datang berkumpul tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
2. Mereka semuanya telah mencapai
tingkat kesucian arahat.
3. Mereka semuanya memiliki enam
abhinna.
4. Mereka semua ditasbihkan oleh
Sang Buddha dengan ucapan “Ehi Bhikkhu”
Peristiwa penting ini dinamakan
Caturangga-sannipata, yang berarti pertemuan besar para arahat yang diberkahi
dengan empat faktor, yaitu seperti tersebut di atas. Peristiwa penting ini
terjadi hanya satu kali dalam kehidupan Sang Buddha Gotama, yaitu pada saat
purnama penuh di bulan Magha (Februari), tahun 587 Sebelum Masehi ( sembilan
bulan setelah Sang Buddha mencapai Bodhi). Pada waktu itu, seribu dua ratus
lima puluh orang Bhikkhu datang secara serempak pada waktu yang bersamaan,
tanpa adanya undangan dan perjanjian sebelumnya ke tempat kediaman Sang Buddha
di vihara Veluvana (Veluvanarama, yang berarti hutan pohon bambu) di kota
Rajagaha. Mereka datang dengan tujuan untuk memberi hormat kepada Sang Buddha
sekembalinya mereka dari tugas menyebarkan Dhamma dan melaporkan hasil
penyebaran Dhamma yang telah mereka lakukan tersebut.
Para Bhikkhu yang berkumpul pada
peristiwa Magha Puja itu telah mencapai tingkat kesucian yang tertinggi, yaitu
arahat. Mereka telah berhasil membasmi semua kilesa atau kekotoran batinnya
sampai keakar-akarnya, sehingga mereka dikatakan telah khinasava atau bersih
dari kekotoran batin. Mereka tidak mungkin lagi berbuat salah. Mereka telah
sempurna.
Mereka memiliki abhinna atau
kemampuan batin yang lengkap yang berjumlah enam jenis, yaitu
1. Pubbenivasanussatinana, yang
berarti kemampuan untuk mengingat tumimbal lahir Yang dahulu.
2. Dibbacakkhunana, yang berarti
kemampuan untuk melihat alam-alam halus dan
kesanggupan
melihat muncul lenyapnya makhluk-makhluk yang bertumimbal lahir sesuai dengan
karmanya masing-masing (mata dewa).
3. Asavakkhayanana, yang berarti
kemampuan untuk memusnahkan asava atau kekotora batin.
4. Cetoporiyanana, yang berarti
kemampuan untuk membaca pikiran makhluk-makhluk lain.
5. Dibbasotanana, yang berarti
kemampuan untuk mendengar suara-suara dari alam apaya, alam manusia, alam dewa,
dan alam brahma yang dekat maupun yang jauh.
6. Iddhividhanana, yang berarti
kekuatan magis, yang terdiri dari :
a. Adhittana-iddhi, yang
berarti kemampuan mengubah tubuh sendiri dari satu menjadbanyak dan dari banyak
menjadi satu.
b. Vikubbana-iddhi, yang
berarti kemampuan untuk “menyalin rupa”, umpamanya menyalin rupa menjadi
anak kecil, raksasa membuat diri menjadi tidak tertampak.
c. Manomaya-iddhi, yang berarti
kemampuan mencipta dengan menggunakan pikiran, umpamanya menciptakan harimau,
pohon, dewi.
d. Nanavipphara-iddhi, yang berarti
pengetahuan menembus ajaran.
e. Samadhivipphara-iddhi, yang
berati kemampuan konsentrasi, seperti :
Kemampuan menembus
dinding, tanah, dan gunung.
Kemampuan menyelam ke
dalam bumi bagaikan menyelam kedalam air.
Kemampuan berjalan
diatas air.
Kemampuan melawan air.
Kemampuan terbang di
angkasa.
Pada peristiwa Suci Magha Puja itu,
Sang Buddha juga memberitahukan pengangkatan Arahat Sariputta dan Arahat
Moggallana sebagai siswa Utama Beliau (Aggasavaka) dalam Sangha Bhikshu.[2]
Tempat Suci
Rumah ibadah umat Buddha Mahayana
disebut Sangharama dan Vihara, sesuai fungsinya dapat disebut sebagai berikut :
- Arama
- Prasada
- Kuti/kutika
- Kulapativana
Sangharama : Ialah sebuah bangunan besar dan luas ditambah dengan
bangunan lain dalam satu lokasi, mempunyai taman, sebagai tempat tinggal
atau pemondokan bagi anggota sangha. Sangharama ini tempat dimana dapat
melakukan segala macam upacara keagamaan secara perorangan maupun kelompok
dalam epercayaan, tradisi, keyakinan mereka masing-masing. Tempat ini dapat pula
digunakan untuk pemberkahan pernikahan, tetapi tidak boleh untuk acara pesta
pernikahan.
Arama
: ialah sebidang kebun besar atau taman milik pribadi yang
diberikan kepada Hyang Buddha atau Sangha untuk kepentingannya. Dan disitu di
bangunlah sebuah vihara untuk kegiatan sang Buddha seperti khotbah dan tempat
para siswaNya bertemu dan mengadakan pembahasan hal-hal yang suci dan bersifat
duniawi.
Vihara : ialah sebuah pondok, tempat tinggal,
tempat penginapan bhiksu/bikhuni. Dan Vihara Mahayana terbagi emapat yaitu :
- Vihara tempat segala macam upacara keagmaan, termasuk tempat sembahyang orang-orang awam dengan cara perorangan atau kelompok.
- Vihara sebagai tempat tinggal viharawati, tempat mereka berusaha menjalankan kehidupan suci.
- Vihara khusus untuk umat Buddha melakukan ibadah dan sembahyang dan melakukan kebaktian-kebaktian termasuk kebaktian umum.
- Vihara khusus untuk kebaktian umum
Prasada
: Berarti sebuah Istana.
Kuti
:
Berarti tempat tinggal yang berkamar
tunggal; pondok; gubuk seperti Ghandakuti = kamar harum Hyang Buddha.
Vana
:
Berarti sebuah pondok, gubuk kecil
biasanya terbuat dari batang kayu, rumput dan tanah liat.
Kulapati
: Berarti umat awam yang melaksanakan ajaran Agama Buddha
dengan tujuan mencapai anuttara-samkya-sambodhi, tapi tetap tinggal di rumah
dengan tidak menjadi Bikhsu/Bikhsuni. Kulapati berarti kepala keluarga; kepala
rumah tangga.
Tempat yang suci yang dibangun oleh
para penganut Buddha biasanya memiliki seni asitektur yang luar biasa, liat
saja Candi Borobudur di Jawa Tengah. Contoh lain, Puncak Lengkungan Kubah Stupa
yang berdiri di Mountmeru, Gunung Kosmik Bhuddha yang menandai pusat dunia, dan
payung-payung di atas stupa melambangkan tingkat surga berbeda pada tradisi
india kuno. Di atas payung-payung, ada ruang kosong dari langit-langit,
terletak bidang tak berbentuk yang di dapatkan oleh “orang suci” Buddha
di level meditasi tertinggi dan ‘Buddha field’ – merupakan tempat kediaman
bhudhas dan Bhodisatteva-bhodisatteva yang berasal dari tradisi mahayana. Untuk
melaksanakan upacara di depan stupa bukanlah perkara sederhana, karna
memerlukan aturan-aturan tertentu. Upacara itu buakan saja untuk memulakan
Buddha, tapi juga untuk menyesuaikan diri di pusat kosmos atau di pusat
alam.[3]
Sebagaimana
kita ketahui, daalam tradisi orang India, konsep dari pusat keramat, biasanya
di gabungkan dengan singgasana kebangkitan Buddha, atau Budhimanda, di Bodhi
Gaya. Menurut legenda India yang populer, semua Buddha datang ke singgsana yang
sama untuk mencapai kebangkitanya. Struktur batu sekarang nampak si bawah pohon
bodi di bodh gaya, yang di katakan menjadi puncak dari singgasana dan kemudian
turun kepertengahan bumi. Konsep pencerahan yang keramat bisa juga di
aplikasikan pada gunung-gunung yang keramat, seperti Gunug Kailasa di Tibet dan
Gunung Wutai di Cina, yang mana di puja-puja sebagai singgasana Buddha atau
Bhodisattvas yang memiliki kekuatan luar biasa.
Sebaliknya,
gagasan tempat duduk yang keramat atau suci juga berlaku untuk tempat yang
sederhana yang mana para penganut Buddha biasa duduk untuk bermeditasi di situ,
para penganut aliran zen mengingatkan mereka (umat Buddha) bahwa tempat di mana
mereka duduk untuk melakukan meditasi merupakan singgasana semua Buddha dari
masalalu dan masa yang akan datang. Jadi,tempat duduk untuk bermeditasi
bukanlah tempat biasa tapi mempunyai makna yang cukup kompleks.
Di
dalam tradisi penganut Buddha, barang peninggalan dan patung fisik Buddha yang
di puja-puja ditempat suci merupakan bentuk badanya Buddha atau melambangkan
badanya Buddha. Ajaranya di kenal sebagai ‘ Darma Body’, yang juga merupakan
objek pemujaan banyak orang. Beberapa dari pengikut mahayana sutra mengatakan
bahwa beberapa tempat di mana darma yang di jelaskan seharusnya di berlakukan
sebagai ‘ tempat suci Buddha dan naskah-naskah india klasik jua menggambarkan
tempat suci Buddha sedangkan duplikat dari Mahayana dibuat dengan kemegahan
yang besar dan upacara yang besar dan upacara persembahan. Banyak stupa india
mengandung naskah-naskah suci di tempat peninggalan Buddha.penghormatan untuk
kitab juga terlihat di Kuil Tibet,dimana duplikat dari mahayana sutra terletak
di atas altar persembahan. Setiap orang yang datang ke tempat itu untuk
melakukan pemujaan, sama artinya mereka melakukan penghormatan kepada Mahayana
Sutra. Teradisi semacam ini berlangsung dari dulu smapi dengan sekarang.
Sampai saat ini, pengertian
kuil Buddha sangat berbeda-beda, baik di india maupun di negara-negara lain.
Sebuah tempat yang di keramatkan yang di kaitkan dengan Buddha tidak di tandai
dengan monumen arsitektural utama. Banyak cerita musyafir dari india kuno yang
menceritakan sedikit banyak tentang peniggalan-peniggalan zaman kuno yang masih
ada kaitanya dengan kehidupan Buddha. Banyak kisah yang menyebutkan bahwa batu
yang terdapat di sunggai kecil dekat sarnath telah di buat oleh jubah Buddha
pada saat di melintas sunggai tersebut. Jurang di suatu kota dekat shrafasti
yang telah terbuka, di pandang sebagai simbol untuk menelan musuh-musuh Buddha.
Di banyak tempat, banyak cara yang di lakukan orang untuk menyembah Buddha,
Menurut tradisi teheravada, Buddha menggunakan kekuatan super naturalnya untuk
terbang ke Srilangka, dan meninggalkan jejak kakinya sebagai tanda kunjunganya.
Jejak kaki Buddha ini menjadi pusat pemujaan banyak orang yang percaya kepada
Buddha.
Dari dulu sampai dengan sekarang tempat-tempat Buddha yang di anggap keramat
juga mrnjadi tempat bagi orang banyak untuk melakukan jiarah sebaimana di
jelaskan dalam sejarah Cina tentang ‘the Journey to the West’ (perjalanan ke
Barat), di mana tempat di India utara berkaita dengan kehidupan Buddha. Ini
menunjukan erat kaitanya penyebaran agama Buddha dari India ke Cina . para penganut
Buddha seluruh Asia Tenggara mengajurkan jiarah ke tempat-tempat suci
Buddha.[4]
v Ajaran Sangha
Adalah sebuah Persaudaraan para
bikhu/bikhuni yang bertekad akan mempraktekan Pancasila Buddhis. Para
bikhsu/bikhsuni adalah orang-orang yang sudah tidak lagi mencampuri kehidupan
duniawi, mereka telah menjalankan kehidupan yang suci, patuh dan setia pada
Dhamma juga patuh pada Pratimoksa (sila untuk para
bikhsu/bikhsuni).
Ada 2 jenis Sangha (persaudaraan
para Bhikkhu), yaitu:
- Sammuti Sangha = persaudaraan para Bhikkhu biasa, artinya yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian.
- Ariya Sangha = persaudaraan para Bhikkhu suci, artinya yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian.
Pengertian 'Sangha' di dalam Sangha
Ratana ini, berarti kumpulan para Ariya atau kumpulan para mahluk suci. Di
dalam ajaran Agama Buddha, dikenal adanya mahluk suci, yang disebut dengan
istilah Ariya Puggala. Ariya puggala ini ada 4 tingkat, yaitu:
- Sotapanna = orang suci tingkat pertama (sotapatti-phala) yang terlahir paling banyak tujuh kali lagi.
- Sakadagami = orang suci tingkat kedua (sakadagami-phala) yang akan terlahir sekali lagi (di alam nafsu).
- Anagami = orang suci tingkat ketiga (anagami-phala) yang tidak akan terlahir lagi (di alam nafsu).
- Arahat = orang suci tingkat keempat (arahatta-phala) yang terbebas dari kelahiran dan kematian).
Untuk dapat mencapai tingkat-tingkat
kesucian, maka mereka harus dapat mematahkan 'belenggu' yang mengikat mahluk
pada roda kehidupan. Belenggu ini disebut Samyojana. Ada 10 jenis belenggu yang
harus dipatahkan bertahap sehubungan dengan pencapaian tingkat-tingkat
kesucian, yaitu:
- Sakkayaditthi = kepercayaan tentang adanya diri / kepemilikan / atta yang kekal dan terpisah.
- Vicikiccha = keraguan terhadap Buddha dan ajarannya.
- Silabbataparamasa = kepercayaan tahyul, bahwa dengan upacara sembahyang saja, dapat membebaskan manusia dari penderitaan.
- Kamachanda / kamaraga = hawa nafsu indera
- Byapada / patigha = kebencian, dendam, itikad jahat.
- Ruparaga = keinginan untuk hidup di alam yang bermateri halus.
- Aruparaga = keinginan untuk hidup di alam tanpa materi.
- Mana = kesombongan, kecongkakan, ketinggihatian.
- Uddhacca = kegelisahan, pikiran kacau dan tidak seimbang.
- Avijja = kegelapan / kebodohan batin.
- Mereka yang telah terbebas dari 1 - 3 adalah mahluk suci tingkat pertama (Sotapanna) yang akan tumimbal lahir paling banyak tujuh kali lagi.
- Mereka, yang disamping telah terbebas dari 1 - 3, dan telah dapat mengatasi / melemahkan no. 4 dan 5, disebut mahluk suci tingkat kedua (Sakadagami), yang akan bertumimbal lahir lagi hanya sekali di alam nafsu.
- Mereka yang telah sepenuhnya bebas dari no. 1 - 5, adalah mahluk suci tingkat ketiga (Anagami), yang tidak akan tumimbal lahir lagi di alam nafsu).
- Mereka yang telah bebas dari kesepuluh belenggu tersebut, disebut mahluk suci tingkat keempat (Arahat), yang telah terbebas dari kelahiran dan kematian, yang telah merealisasi Nibbana (Kebebasan Mutlak).
Selain ditinjau dari 'belenggu' yang
mengikat pada roda kehidupan yang harus dipatahkan, pengertian mahluk suci ini
juga dapat ditinjau dari segi Kekotoran batin (kilesa)-nya, yang telah
berhasil mereka basmi. Ada 10 kilesa yang harus dibasmi sehubungan
dengan pencapaian tingkat-tingkat kesucian tersebut, yaitu:
- Lobha = ketamakan
- Dosa = kebencian
- Moha = kebodohan batin
- Mana = kesombongan
- Ditthi = kekeliruan pandangan
- Vicikiccha = keraguan (terhadap hukum kebenaran / Dhamma)
- Thina-Middha = kemalasan dan kelambanan batin
- Uddhacca = kegelisahan
- Ahirika = tidak tahu malu (dalam berbuat jahat)
- Anottappa = tidak takut (terhadap akibat perbuatan jahat)
Sotapanna, dapat membasmi no. 5 dan 6; Sakadagami, dapat membasmi nomor 5 dan 6
serta melemahkan kilesa yang lainnya; Anagami, dapat membasmi nomor 5, 6 dan 2
serta melemahkan kilesa yang lainnya; Arahatta, dapat membasmi kesepuluh
kekotoran batin tersebut.
Di dalam Anguttara Nikaya,
Tikanipata 20/267, disebutkan tentang sifat-sifat mulia Sangha, yang
disebut Sanghaguna. Ada 9 jenis Sanghaguna, yaitu:
- Supatipanno > Bertindak / berkelakuan baik
- Ujupatipanno > Bertindak jujur / lurus
- Nayapatipanno > Bertindak benar (berjalan di 'jalan' yang benar, yang mengarah pada perealisasian Nibbana)
- Samicipatipanno > Bertindak patut, penuh tanggung jawab dalam tindakannya
- Ahuneyyo > Patut menerima pemberian / persembahan
- Pahuneyyuo > Patut menerima (diberikan) tempat bernaung
- Dakkhineyyo > Patut menerima persembahan / dana
- Anjalikaraniyo > Patut menerima penghormatan (patut dihormati)
- Anuttaram punnakhettam lokassa > Lapangan (tempat) untuk menanam jasa yang paling luhur, yang tiada bandingnya di alam semesta.
Dalam
Tiratana, yang dimaksud Sangha di sini berarti Ariya Sangha. Jadi kita
berlindung kepada Ariya Sangha. Kita tidak berlindung kepada Sammuti Sangha;
tetapi kita menghormati Sammuti Sangha karena para beliau ini mengemban amanat
Sang Buddha sebagai penyebar Dhamma yang jalan hidupnya mengarah ke jalan
Dhamma.
Para Bhikkhu Sangha yang selalu
kokoh dalam Dhamma-Vinaya adalah merupakan ladang yang subur juga bagi para
umat. Oleh karena itu para umat diharapkan juga bersedia berkewajiban menyokong
agar para Bhikkhu Sangha kokoh dalam moralitas dan tindak-tanduknya.[5]
Daftar pustaka
- http://hari suci dalam agama hindu. Jakarta.
- M. Ikhsan tanggok. Agama Budhdha. Lembaga penelitian UIN jakarta. 2009.
- D.S. Marga Singgih. TRIDHARMA Suatu pangantar. Jakarta, 10 November 1986
- Handiwijono, Dr. Harun, Agama Hindu dan Budha. Jakarta: Gunung Mulia 1987
- Ali. A. Mukti, Agama-Agama, Yogyakarta: Hanindita. 1988
- Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, Buddha Dharma Mahayana. Jakarta.1995.
[1] Majelis Agama Buddha Mahayana
Indonesia, Buddha Dharma Mahayana. Jakarta.1995.
[2] D.S. Marga Singgih, TRIDHARMA
suatu pengantar. Jakarta, 1986
[3] M. Ikhsan tanggok. Agama
Budhdha. Lembaga penelitian UIN .jakarta. 2009
[4] Handiwijono, Dr. Harun, Agama
Hindu dan Budha. Jakarta: Gunung Mulia 1987
[5] Ali. A. Mukti, Agama-Agama
Dunia, Yogyakarta: Hanindita. 1988
Tidak ada komentar:
Posting Komentar