Parita (bahasa Pali), Paritrana (bahasa Sansekerta) dan Pirit
(bahasa Sinhala) pada prinsipnya berarti “Perlindungan”. Semuanya
digunakan untuk menjelaskan sutta-sutta atau ceramah-ceramah tertentu
yang diucapkan oleh Sang Buddha yang sudah dianggap memberikan
perlindungan dan kebebasan dan pengaruh-pengaruh yang membahayakan,
parita mempunyai banyak sekali manfaat bila kita dapat mengerti makna
yang ada didalam parita tersebut, didalam parita tersimpan suatu
kekuatan yang sangat luar biasa yang tidak dapat disangka-sangka.
Kekuatan parita akan semakin besar apabila kita memiliki pikiran yang
baik saat membacakan parita, biasanya parita yang dibacakan oleh para
bhikkhu akan lebih memiliki kekuatan karena seorang bhikkhu adalah orang
yang memiliki dan melaksanakan moral yang lebih banyak dan lebih tinggi
dari kita. Kekuatan parita biasanya dapat terlihat pada saat digunakan
untuk mendukung berbuahnya karma baik bagi orang sakit sehingga orang
sakit dapat disembuhkan, biasanya para bhikkhu menggunakan media air
sebagai pendukungnya, yang disebut dengan air parita.
Sejarah air parita yaitu khuddkapatha, didalam khuddakapatha
dijelaskan bahwa Buddha memberikan intruksi kepada Ananda untuk
menghafalkan dan mempelajari sutta permata (parita Ratana sutta),
setelah paham Ananda diperintahkan untuk mengajarkan kepada para bhikkhu
dan para umat. Pada saat itu di kota Vesali terjadi sebuah bencana,
awalnya terjadi kekeringan, kekeringan tersebut mengakibatkan kelaparan
yang berkepanjangan dan mengakibatkan banyak korban berjatuhan. Karena
terlalu banyak korban yang meninggal, mayat-mayat tersebut tidak
dimakamkan, tetapi hanya didiamkan begitu saja. Lama kelamaan mayat itu
membusuk akibatnya banyak makhluk-makhluk yang datang ketempat tersebut
karena mencium aroma bau busuk mayat, makhluk-makhluk itu adalah raksasa
asura dan makhluk peta kunapasa. Selain itu juga banyak menyebar
penyakit. Setelah Sang Buddha mendengar berita tersebut lalu sang Buddha
datang ke kota Vesali pada saat Buddha datang banyak keajaiban yang
ikut datang juga yaitu salah satunya turunnya hujan lebat tiada henti.
Hujan tersebut disebut hujan teratai, hujan ini aneh. Mereka yang ingin
kena basah oleh air hujan maka mereka akan basah, tetapi mereka yang
tidak ingin terkena basah maka mereka akan tetap kering. Hujan tersebut
berhari-hari hingga menimbulkan banjir, Karena banjir ini mayat-mayat
yang berserakan menjadi hanyut terbawa air kesungai dan laut. Setelah
itu kota Vesali menjadi bersih dari mayat-mayat, raksasapun pergi tetapi
makhluk-makhluk peta bersembunyi di balik kandang-kandang ternak. Lalu
Buddha beserta rombongan 500 Bhikku dan para umat berbaris lalu
membacakan sutta permata (parita Ratana sutta). Inilah pertama kalinya
Ratana sutta dibacakan bersama-sama dan menggema di seluruh negeri.
Buddha dibaris paling depan sambil membawa mangkuk yang berisi air lalu
memercikan air itu keseluruh penjuru, setelah pemercikan air itu
makhluk-makhluk peta tersebut yang sebelumnya bersembunyi menjadi lari
dan kabur setelah itu sang Buddha membabarkan Ratana Sutta lalu 84000
mkhluk yang hadir baik manusia maupun dewa mencapai tingkat kesucian
sottapana.
Dari
cerita tadi dapat disimpulkan bahwa manfaat air parita adalah untuk
membersihkan tempat dari makhluk-makhluk seperti raksasa dan makhluk
peta, penertian tadi menurut tinjauan sutta. Air parita juga dapat
ditinjau dari ilmiahnya Para pemikir ilmiah selalu menuntut bukti dan
fakta. Ada suatu penelitian yang meneliti air. Menurut penelitian ilmiah
air dapat merekam apa yang kita pikirkan. Ada 2 jenis air, air yang
pertama diberi kata-kata “air kau sungguh indah” dan air yang kedua
diberi kata-kata “air kau sungguh jelek dan bau”. Setelah itu air itu
dibekukan lalu saat mencair dilihat dengan menggunakan alat air yang
diberi pujian menghasilkan molekul-molekul yang baik dengan bentuk
Kristal berbentuk segi enam, sedangkan yang di jelek- jelekkan
mendapatkan hasil yang buruk air menjadi berwarna coklat seperti lumpur.
Darani
Darani adalah yang lebih pendek dari sutra, atau bentuk yang lebih singkat dari sutra.
Usnisa Vijaya Dharani adalah sebuah sutra Mahayana. Sutra ini berisi khotbah Sang Buddha mengenai seorang putra dewa bernama Susthita yang seharusnya menjalani hukuman karma-nya akibat buah perbuatannya di masa lalu, namun berkat "Usnisa Vijaya Dharani" menjadi terbebaskan. Sutra ini adalah versi terjemahan dari Guru Buddhapala di zaman Dinasti Tang. Isi sutra tersebut adalah sebagai berikut :
Demikianlah
yang telah saya dengar, pada suatu waktu, Sang Bhagava Buddha yang
menetap dalam kota Shravasti di Jetavana (Hutan Jeta), di Taman
Anathapindika (Taman Dermawan untuk Yatim dan Tanpa Saudara), bersama
dengan pengikut tetapnya yang kesemua berjumlah seribu dua ratus lima
puluh bikkhu terpandang dan dua belas ribu Maha Bodhisattva Sangha.Saat
itu, dewa-dewa di Surga Trayastrimsha juga tengah berkumpul dalam Aula
Kebajikan Dharma. Di antara mereka terdapat seorang putra dewa bernama
Susthita, bersama-sama dengan putra-putra dewa terpandang lainnya,
sedang bersuka-ria di taman dan lapangan, menikmati kebahagiaan luar
biasa dalam kehidupan surgawi. Dikelilingi oleh dewi-dewi, mereka dengan
penuh kegembiraan – menyanyi, menari, dan menghibur diri mereka
sendiri. Segera malam tiba, Susthita putradewa tiba-tiba mendengar suara
dari angkasa yang berkata “Susthita putradewa, engkau hanya mempunyai
tujuh hari lagi untuk hidup. Setelah meninggal, engkau akan dilahirkan
kembali di Jambudwipa (Bumi) sebagai seekor binatang selama tujuh
kehidupan berturut-turut. Setelahnya, engkau akan masuk ke dalam neraka
untuk menjalani penderitaan tambahan. Hanya setelah hukuman karmamu
tergenapi, engkau akan dilahirkan kembali di alam manusia, tetapi
terlahir di keluarga sederhana dan melarat. Saat berada dalam rahim
ibumu, engkau tidak akan mempunyai mata dan terlahir buta.
Mendengar
ini, Susthita putradewa sangat takut hingga bulu kuduknya berdiri pada
akhirnya. Merasa ketakutan dan tertekan, dia lari ke istana Raja Sakra.
Meledak dalam tangis dan tidak tahu apalagi yang harus diperbuat, dia
bersujud di kaki Raja Sakra, memberitahukan Raja Sakra apa yang telah
terjadi.“Ketika saya sedang bersuka ria menikmati tarian dan nyanyian
bersama dewi-dewi surga, saya tiba-tiba mendengar suara dari angkasa
yang memberitahukan saya bahwa saya hanya tinggal mempunyai tujuh hari
saja, dan saya akan terperosok ke dalam Jambudwipa (Bumi) setelah mati,
tinggal di sana dalam alam binatang selama tujuh kehidupan
berturut-turut. Setelahnya, saya terperosok dalam bermacam neraka untuk
menjalani penderitaan yang lebih berat. Hanya setelah hukuman karmaku
digenapi, saya akan dilahirkan kembali sebagai manusia, dan sesudahnya
saya akan terlahir tanpa mempunyai mata dalam keluarga miskin dan
terhina. Raja Surga, bagaimana saya dapat melepaskan diri dari
penderitaan seperti ini?”. Mendengar permohonan Susthita putradewa yang
penuh tangisan, Raja Sakra sangat heran dan berpikir, “Dalam tujuh jalan
sengsara berturut-turut dan wujud-wujud apakah yang akan dijalani
Susthita putradewa?”. Raja Sakra segera menenangkan pikirannya memasuki samadhi
dan mengamati secara seksama. Segera, dia melihat Susthita menjalani
tujuh jalan sengsara dalam wujud babi, anjing, serigala, monyet, ular
sawah, burung gagak dan burung bangkai, yang kesemuanya hidup dari
sampah dan bangkai. Setelah melihat tujuh masa depan wujud kelahiran
kembali Susthita putradewa, Raja Sakra merasa hancur dan sangat sedih,
tetapi tidak dapat memikirkan jalan lain untuk menolong Susthita. Dia
merasa hanya Sang Tathagata, Arahat, Samyak-sambuddha yang dapat
menyelamatkan Susthita dari kejatuhan ke dalam penderitaan hebat di
jalan sengsara. Maka, segera setelah malam tiba, Raja Sakra menyiapkan
berbagai macam rangkaian bunga, wewangian dan dupa. Menghiasi dirinya
dengan bahan kain dewa terbaik dan membawa sesajian ini, Raja Sakra
menuju taman Anathapindika, tempat kediaman Bhagavan Buddha. Saat tiba,
Raja Sakra pertama-tama bersujud di kaki Buddha sebagai penghormatan,
kemudian berjalan perlahan-lahan searah jarum jam mengelilingi Sang
Buddha untuk pemujaan, sebelum meletakkan persembahan agungnya. Sambil
berlutut di depan Sang Buddha, Raja Sakra menjelaskan takdir akhir dari
Susthita putradewa yang akan terperosok ke dalam jalan sengsara dengan
tujuh kelahiran kembali berturut-turut ke dalam alam binatang dengan
rincian dari hukuman karma lanjutannya.
Seketika,
Usnisa (mahkota) dari Sang Tathagata memancarkan bermacam-macam sinar
terang benderang, menerangi dunia di sepuluh penjuru, dan cahaya
tersebut memantul kembali, melingkari Buddha tiga kali sebelum masuk ke
dalam mulut-NYA. Kemudian Sang Buddha tersenyum dan berkata kepada Raja
Sakra. “Raja Surga, terdapat Dharani yang dikenal sebagai “Usnisa Vijaya
Dharani”. Dharani ini dapat menyucikan semua jalan sengsara,
melenyapkan penderitaan atas kelahiran dan kematian secara menyeluruh.
Dharani ini juga dapat membebaskan semua kesengsaraan dan penderitaan
mahluk hidup di alam neraka, Raja Yama dan binatang, menghancurkan semua
neraka, dan mengantarkan semua mahluk hidup ke jalan suci. “Raja Surga,
jikalau seseorang mendengar Usnisa Vijaya Dharani sekali saja, semua
karma buruk dari kehidupan sebelumnya yang seharusnya menyebabkan ia
terlahir di neraka akan terhancurkan semuanya. Sebaliknya, ia akan
memperoleh badan yang baik dan bersih. Dimanapun ia dilahirkan kembali,
dia akan mengingat Dharani ini secara jelas – dari satu kebuddhaan ke
lainnya, dari satu alam surgawi ke alam surgawi lainnya. Sesungguhnya,
melalui Surga Trayastrimsha, dimanapun ia terlahir kembali, dia tidak
akan lupa.
”Raja
Surga, jikalau seseorang menjelang kematian mengingat Dharani suci ini,
walaupun hanya sekejap, masa hidupnya akan diperpanjang dan ia akan
memperoleh kesucian dalam raga, perkataan dan pikirannya. Tanpa
penderitaan dan kesakitan badaniah dan sesuai dengan perbuatan baiknya,
dia akan menikmati ketentraman di mana saja. Menerima berkah dari semua Tathagata,
dan senantiasa dijaga dewa-dewa, dan dilindungi oleh Bodhisatva, ia
akan dihormati dan dimuliakan masyarakat, dan semua rintangan
kesengsaraan akan terhapuskan.”“Raja Surga, jikalau seseorang dengan
ikhlas membaca dan melafalkan Dharani ini, walaupun sekejap saja, semua
hukuman karmanya yang akan menyebabkan ia menderita di alam neraka,
binatang, Raja Yama, setan lapar, akan dihancurkan seluruhnya dan
dihapuskan tanpa meninggalkan jejak. Ia akan bebas pergi ke tanah suci
Buddha dan istana surga manapun, semua pintu gerbang ke kediaman
Bodhisatva akan terbuka untuknya tanpa hambatan.”
Setelah
mendengar ajaran ini, Raja Sakra segera memohon kepada Sang Buddha,
“Demi semua mahluk hidup, semoga Bhagavan Buddha memberikan ajaran
mengenai bagaimana usia hidup seseorang dapat diperpanjang.” Sang Buddha
mengetahui keinginan Raja Sakra dan keinginannya untuk mendengar
ajaran-NYA mengenai Dharani ini dan segera mengucapkan Mantra ini
seperti demikian:
"Namo
bhagavate trailokya prativisistaya buddhaya bhagavate. Tadyatha, om,
visuddhaya-visuddhaya, asama-sama samantavabhasa-spharana gati gahana
svabhava visuddhe, abhinsincatu mam. Sugatavara vacana amrta abhisekai
maha mantra-padai. Ahara-ahara ayuh sam-dharani. Sodhaya-sodhaya, gagana
visuddhe. Usnisa vijaya visuddhe. Sahasra-rasmi, samcodite, sarva
tathagata avalokani, sat-paramita, paripurani, sarva tathagata mati
dasa-bhumi, prati-sthite, sarva tathagata hrdaya adhisthanadhisthita
maha-mudre. Vajra kaya, sam-hatana visuddhe. Sarvavarana apaya durgati,
pari-visuddhe, prati-nivartaya ayuh suddhe. Samaya adhisthite. Mani-mani
maha mani. Tathata bhutakoti parisuddhe. Visphuta buddhi suddhe.
Jaya-jaya, vijaya-vijaya, smara-smara. Sarva buddha adhisthita suddhe.
Vajri vajragarbhe, vajram bhavatu mama sariram. Sarva sattvanam ca kaya
pari visuddhe. Sarva gati parisuddhe. Sarva tathagata sinca me
samasvasayantu. Sarva tathagata samasvasa adhisthite, buddhya-buddhya,
vibuddhya-vibuddhya, bodhaya-bodhaya, vibodhaya-vibodhaya. Samanta
parisuddhe. Sarva tathagata hrdaya adhisthanadhisthita maha-mudre svaha." (Usnisa Vijaya Dharani ini adalah versi perbaikan dengan beberapa tambahan pada naskah asli terjemahan Sanskerta)
Kemudian
Buddha berkata kepada Raja Sakra, “Mantra ini dikenal sebagai 'Yang
Mensucikan Semua Jalan Sengsara Usnisa Vijaya Dharani'. Dharani ini
dapat menghilangkan semua rintangan karma buruk dan menghapuskan
penderitaan di semua jalan sengsara. Raja Surga, Dharani termasyur ini
dinyatakan serentak oleh Buddha-Buddha sebanyak delapan puluh delapan
koti (ratusan juta) sejumlah butiran-butiran pasir di Sungai Gangga.
Semua Buddha bergembira dan menjunjung tinggi Dharani ini yang
dibuktikan dengan tanda bukti kebijaksanaan dari Maha Vairocana
Tathagata. Ini karena di dalam jalan sengsara, untuk membebaskan mereka
dari hukuman menyakitkan dalam alam neraka, binatang dan Raja Yama;
untuk melepaskan semua mahluk yang menghadapi bahaya keterperosokan ke
dalam lautan lingkaran kelahiran dan kematian (samsara); untuk
membimbing mahluk-mahluk lemah yang berusia pendek dan kurang beruntung
dan untuk melepaskan mahluk-mahluk yang suka melakukan semua perbuatan
jahat. Selain itu, karena ia berdiam dan dijunjung tinggi di dunia
Jambudwipa, kekuatan yang ditunjukkan oleh Dharani ini akan
mengakibatkan semua mahluk dalam neraka dan alam setan lainnya; orang
yang kurang beruntung dan berpusar dalam lingkaran kelahiran dan
kematian; orang yang tidak percaya adanya perbuatan baik dan jahat dan
yang menyimpang dari jalan benar, untuk mencapai pelepasan.”
Kembali
Buddha mengingatkan Raja Sakra, “Saya sekarang mempercayakan Dharani
suci ini kepadamu. Giliranmu untuk meneruskannya kepada Susthita
putradewa. Sebagai tambahan, kamu, dirimu sendiri harus menerima dan
menunjung tinggi, melafal, merenung, dan menghargainya, menghafal dan
menghormatinya. Mudra Dharani
ini harus disebarluaskan kepada semua makluk hidup di dunia Jambudwipa.
Saya juga mempercayakan hal ini kepadamu, untuk kebaikan semua
mahluk-mahluk surgawi, di mana Mudra Dharani ini harus disebarluaskan.
Raja Surga, kamu harus tekun menjunjung tinggi dan melindunginya, jangan
pernah membiarkan Dharani ini dilupakan atau hilang.”
“Raja
Surga, bila seseorang mendengar Dharani ini walaupun sekejap saja, dia
tidak akan menjalani hukuman karma yang berasal dari karma jahat dan
dosa-dosa berat yang terakumulasi dari ribuan kalpa
lalu, yang sepantasnya menyebabkan ia berpusar dalam lingkaran
kelahiran dan kematian – dalam semua bentuk kehidupan di jalan sengsara –
neraka, setan lapar, binatang, alam Raja Yama, Asura, Yaksa,
Raksasa, setan dan roh, Putana, Kataputana, Apasmara, nyamuk, kutu,
kura-kura, anjing, ular phiton, burung, binatang buas, binatang merayap
dan bahkan semut dan bentuk-bentuk kehidupan lainnya. Hasil dari
kebaikan yang terkumpul dari mendengar sekejap Dharani ini, ketika
kehidupan fana ini berakhir, dia akan terlahir kembali ke tanah Buddha,
bersama dengan semua Buddha-Buddha dan Ekajati-pratibaddha Bodhisatva,
atau di dalam keluarga Brahmana atau ksatria termasyur, atau dalam
beberapa keluarga kaya dan terhormat lainnya. Raja Surga, manusia ini
dapat terlahir kembali dalam salah satu dari keluarga makmur dan
terhormat di atas hanya karena dia telah mendengar Dharani ini, dan
karenanya terlahir kembali di tempat suci.”
“Raja
Surga, bahkan memperoleh kemenangan gilang gemilang Bodhimanda adalah
hasil dari menjunjung kebajikan dari Dharani ini. Oleh sebab itu,
Dharani ini juga dikenal sebagai Dharani Bertuah, yang dapat mensucikan
semua jalan sengsara. Usnisa Vijaya Dharani ini sama seperti Harta dari
Mutiara Mani Matahari – murni dan tanpa cacat, jernih seperti langit,
bersinar gemilang dan terpancar. Jika makluk apapun menjunjung tinggi
Dharani ini, sama halnya mereka akan turut cemerlang dan murni. Dharani
ini menyerupai emas Jambunada - cemerlang, murni, dan lembut, tidak
dapat dinodai oleh kotoran dan semua yang menyaksikannya turut berkenan.
Raja Surga, mahluk-mahluk yang menjunjung tinggi Dharani ini juga turut
suci. Dengan kebajikan dari amalan murni, mereka akan terlahir kembali
di jalan yang benar.”
“Raja
Surga, kemanapun Dharani ini berada, jika ditulis untuk disebarluaskan,
diperbanyak, diterima dan disimpan, dibaca dan dilafalkan, didengar dan
dipuja, ini akan mengakibatkan semua jalan sengsara termurnikan;
kesengsaraan dan penderitaan dalam semua neraka akan terhapuskan
seluruhnya.”
Buddha
menceritakan kembali kepada Raja Sakra secara seksama, “Jika seseorang
dapat menulis Dharani ini dan meletakkan-Nya di puncak dari panji
tinggi, gunung tinggi atau dalam bangunan tinggi atau menyimpannya di
dalam stupa; Raja Surga! Jika di sana terdapat Bikkhu atau Bikkhuni,
Upasaka atau Upasika, kaum pria atau wanita jelata yang melihat Dharani
ini di atas bangunan tersebut; atau jika bayangan dari bangunan tersebut
menimpa mahluk yang mendekati bangunan, atau butiran debu dari Dharani
tertulis ini ditiup mengenai badan mereka; Raja Surga: “Bila karma jahat
yang terkumpul dari mahluk-mahluk ini yang sepantasnya mengakibatkan
mereka jatuh ke dalam jalan sengsara seperti alam neraka, binatang, Raja
Yama, setan lapar, Asura dan lainnya, mereka semuanya akan terlepaskan
dari jalan sengsara, dan mereka tidak akan ternoda oleh kenajisan dan
kotoran. Raja Surga! Sebaliknya, semua Buddha akan melimpahkan amal
(Vyakarana) kepada mahluk-mahluk yang tidak akan pernah surut dari jalan
menuju Anuttara-samyak-sambodhi (penerangan sempurna)”.
“Raja
Surga, bagaimanapun jikalau seseorang memberikan berbagai persembahan
seperti rangkaian bunga, wewangian, dupa, panji dan bendera, tenda yang
dihiasi permata, pakaian, kalung dari batu berharga, dan lain-lain untuk
menghiasi dan menghormati Dharani ini; Dan pada jalan utama, jika
seseorang membuat stupa khusus untuk rumah tempat Dharani ini, dan
dengan hormat dengan tangan memuja berjalan perlahan-lahan mengelilingi
pagoda, merunduk dan meminta perlindungan, Raja Surga, mereka yang
membuat persembahan ini disebut Mahasatva terpandang, pengikut Buddha
sejati, dan penyokong Dharma. Stupa-stupa tersebut dapat dianggap sebagai Stupa-Sharira seluruh wujud Sang Tathagata.”
Saat itu, sore menjelang malam, penguasa alam neraka – Raja Yama,
datang untuk ke kediaman Sang Buddha. Pertama-tama, menggunakan
berbagai bahan kain Dewa, bunga-bunga cantik, wewangian dan
hiasan-hiasan lainnya, beliau membuat persembahan kepada Sang Buddha,
dan berjalan perlahan-lahan mengelilingi Sang Buddha tujuh kali sebelum
bersujud di hadapan kaki Sang Buddha untuk penghormatan, kemudian
berkata, “Saya mendengar Sang Tathagata memberikan ajaran untuk memuja
menjunjung tinggi Dharani agung. Saya datang dengan maksud untuk belajar
dan mengamalkannya. Saya akan senantiasa mengawal dan melindungi mereka
yang menjunjung tinggi, membaca, dan melafalkan Dharani agung ini,
tidak membiarkan mereka jatuh dalam neraka karena mereka telah mengikuti
ajaran Sang Tathagata.”
Saat ini, ke-empat pengawal dunia – Sang Caturmaharaja
(Empat Raja Surgawi) berjalan perlahan-lahan mengelilingi Buddha tiga
kali, dengan sangat hormat mengatakan, “Bhagavan Buddha, bolehkah Sang
Tathagata menjelaskan secara rinci jalan untuk menjunjung tinggi Dharani
ini.”
Sang
Buddha lalu mengatakan kepada Empat Raja Surgawi , “Silakan didengarkan
secara seksama, untuk kebaikan kalian sebagaimana kebaikan untuk semua
mahluk hidup yang berusia pendek, Saya sekarang akan menjelaskan cara
untuk menjunjung tinggi Dharani ini.”
Pada
hari bulan purnama – hari ke-15 penanggalan lunar, seseorang harus
mandi dahulu dan mengenakan pakaian bersih, menjunjung tinggi ajaran
kesempurnaan dan melafalkan Dharani ini 1000 kali. Ini akan
mengakibatkannya panjang umur, dan bebas selamanya dari penderitaan
karena sakit; semua halangan karmanya akan dihapuskan seluruhnya.
Seseorang akan dibebaskan dari penderitaan di neraka. Jika burung,
binatang dan mahluk-mahluk hidup lainnya mendengar Dharani ini sekali
saja, mereka tidak akan pernah terlahir kembali ke dalam bentuk
ketidaksempurnaan dan badan kasar ini ketika hidup mereka berakhir.”
Buddha
melanjutkan, “Jika seseorang yang menderita penyakit parah mendengar
Dharani ini, dia akan terbebas dari penyakitnya. Semua penyakit lainnya
juga akan terhapuskan, demikian juga dengan karma jahat yang akan
mengakibatkannya jatuh dalam jalan sengsara. Dia akan terlahir kembali
ke Tanah Kebahagiaan Tertinggi setelah akhir hidupnya. Sejak saat itu
dan setelahnya dia tidak akan lagi terlahir dari rahim. Sebaliknya,
dimanapun dia dilahirkan kembali, dia akan dilahirkan menjelma dari
bunga teratai dan akan selalu mengingat dan menjunjung tinggi Dharani
ini dan mendapatkan pengetahuan mengenai kehidupan lalunya.”
Buddha
menambahkan, “Jika seseorang telah melakukan semua perbuatan sangat
jahat sebelum kematiannya, menurut perbuatan dosanya, dia sepantasnya
jatuh ke dalam alam neraka, binatang, Raja Yama atau setan lapar, atau
bahkan kedalam neraka Avichi
besar, atau dilahirkan kembali menjadi mahluk air, atau dalam salah
satu dari bentuk burung dan binatang. Jika seseorang bisa mendapatkan
bagian tulang dari jasad mendiang, dan mengenggam segenggam penuh tanah,
membacakan Dharani ini 21 kali sebelum menaburkan tanah ini di atas
tulang-tulang itu, maka si mendiang tersebut akan terlahir kembali di
surga.”
Buddha
menambahkan kembali, “Jika seseorang dapat melafalkan Dharani ini 21
kali sehari, seseorang berhak menerima semua berkah berkelimpahan dan
akan terlahir kembali ke Tanah Kebahagiaan Tertinggi setelah
kematiannya. Jika seseorang melafalkan Dharani ini secara rutin,
seseorang akan mencapai Maha Parinirvana
dan akan memperpanjang usia hidupnya disamping menikmati kebahagiaan
yang sangat luar biasa. Setelah kehidupannya berakhir, dia akan terlahir
kembali ke salah satu tanah bahagia Buddha, senantiasa didampingi para
Buddha. Semua Tathagata akan selalu memberikan pelajaran mengenai
kebenaran sejati dan sempurna atas Dharma dan seluruh dunia. Baghavan
Buddha akan menganugerahkan amal kesempurnaannya. Sinar yang menerangi
tubuhnya akan menyinari semua tanah Buddha.”
Buddha
menjelaskan lebih jauh, “Untuk melafalkan Dharani ini, seseorang
pertama-tama, di depan gambar Buddha, menggunakan tanah bersih untuk
membuat Mandala segi empat, ukurannya sesuai keinginannya. Di atas
Mandala, seseorang harus menyebarkan berbagai jenis rumput, bunga dan
menyalakan beberapa dupa terbaik. Kemudian sambil berlutut dengan lutut
kanan di atas lantai, penuh konsentrasi melafalkan nama Buddha dan
dengan tangan dalam simbol Mudra, (yaitu dengan kedua tangan, menekuk
jari telunjuk dan menekannya ke bawah dengan ibu jari dan kedua telapak
tangan dihadapkan dan diposisikan di hadapan dada) untuk penghormatan,
seseorang harus melafalkan Dharani ini 108 kali. Taburan bunga akan
turun dari awan dan seterusnya akan menjadi persembahan semesta bagi
Buddha sejumlah butiran pasir dari delapan puluh delapan Sungai Gangga.
Buddha-Buddha ini akan dipuja selamanya, “Bagus sekali! Sungguh-sungguh
jarang! Seorang pengikut Buddha sejati!” Seseorang akan langsung
mencapai Pencerahan Kebijaksanaan Samadhi dan Samadhi Terhias Pikiran
Raga Agung. Demikianlah jalan untuk menjunjung tinggi Dharani ini.”
Buddha menegaskan kembali Raja Sakra, berkata, “Raja Surga, Sang
Tathagata menggunakan jalan sederhana ini untuk melepaskan mahluk-mahluk
yang telah jatuh ke dalam neraka; mensucikan semua jalan sengsara dan
memperpanjang usia hidup mereka yang menjunjung tinggi Dharani ini. Raja
Surga, silakan kembali dan memberikan Dharani ini kepada Susthita
putradewa. Setelah tujuh hari, datanglah bertemu saya bersama-sama
Susthita putradewa.”
Demikianlah,
di tempat Bhagava Buddha, Raja Surga secara hormat menerima amalan
Dharani ini dan kembali ke istana surgawi untuk menyerahkannya kepada
Susthita putradewa. Setelah menerima Dharani ini, Susthita putradewa
terus menerus mengamalkannya seperti diajarkan selama enam hari dan enam
malam, setelahnya semua keinginannya tercapai seluruhnya. Karma yang
seharusnya menyebabkan dia menderita di semua jalan sengsara
terlenyapkan seluruhnya. Dia tetap berada di Jalan Bodhi dan menambah
usia hidupnya untuk periode waktu yang tidak terhingga. Demikianlah, dia
sangat senang, berteriak untuk memuji, “Tathagata Luar Biasa! Dharma
yang sangat bagus dan jarang! Kemanjurannya telah terbuktikan!
Sungguh-sungguh jarang! Saya benar-benar telah terlepaskan!”
Ketika
lewat tujuh hari, Raja Sakra membawa Susthita putradewa bersama-sama
dengan semua mahluk-mahluk surgawi, dengan hormat membawa perhiasan
terbagus dan terbaik yang terdiri dari rangkaian bunga, wewangian, dupa,
panji berpermata, tenda yang dihiasi batu berharga, bahan kain dewa dan
kalungan batu pertama, mendatangi kediaman Buddha dan menyerahkan
persembahan agung ini. Dengan menggunakan bahan kain surgawi dan
berbagai kalungan batu permata mengadakan persembahan untuk Bhagavan
Buddha, kemudian mereka dengan hormat berjalan mengelilingi Sang Buddha
seratus ribu kali, memberi penghormatan kepada Sang Buddha, kemudian
dengan senang hati duduk di tempat duduk mereka dan mendengarkan Sang
Buddha berkhotbah Dharma.
Bhagava
Buddha kemudian memanjangkan tangan emasnya dan menyentuh mahkota
Susthita putradewa, yang mana kepadanya tidak hanya diberikan khotbah
Dharma tetapi juga melimpahkan amal kepada Susthita putradewa untuk
mencapai Bodhi.
Akhirnya,
Sang Buddha berkata, “Sutra ini akan dikenal sebagai 'Yang Mensucikan
Semua Jalan Sengsara Usnisa Vijaya Dharani'. Kamu harus tekun menjunjung
tingginya.” Setelah mendengar Dharma ini, seluruh anggota pertemuan
sangat gembira. Mereka menerima dengan iman kepercayaan dan mengamalkan
Dharani ini dengan rasa hormat.
Sutra
Sutra
adalah menguntai atau menyambung bersama-sama, menghubungkan pada
seluruh pengertian yang dibacakan untuk membuat suatu sutra, berarti
menarik yaitu dapat menggunakan kesempatan untuk tranformasi mengenai
mahkluk hidup. Berarti tetap yaitu sutra merupakan Dharma yang tidak
berubah, abadi dan tidak ada permulaan maupun akhirnya, suatu metode
yaitu sebagai cara untuk memahami sesuatu yang tidak berubah “Dhamma”.
Kama Sutra
adalah kitab suci pengikut ajaran "Sang RATU". Kitab ini sedemikian
sucinya sehingga jika kitab ini dan norma-normanya tidak ada, manusia
tidak akan bisa melanjutkan meneruskan keturunannya lagi. Kama Sutra
diciptakan di India pada masa 4 BC (Before Camasutra), namun akhir-akhir
ini Kama Sutra hendak diklaim oleh presiden Badutwi dari Puput
sebagai kitab Undang-Undang Hukum Kesusilaan Negara, karena itu para
pengikut ajaran SangRATU segera bangkit dari seluruh dunia untuk
menghukum Badutwi secara Kama Sutra yaitu dengan diarak bugil keliling
kota dengan matanya ditutup kutang dan dipaksa untuk berzinah dengan
istri saudaranya.
Kitab ini dibawa oleh seorang utusan anti-Puput yaitu Mak Erot untuk mengatasi penyebaran ajaran Teposisme oleh Puput dan dianut juga oleh agama Jamiliyah, namun sangat ditentang oleh para Teposis, seperti Puput. Secara resminya, kitab ini dianut oleh agama Kama Sutra dan ketiga agama ini bersumber dari satu yang sama, disebut juga agama-agama Sangewi.
Kama
Sutra adalah kitab suci yang berisi tentang kata-kata suci yang berisi
tentang langkah-langkah cara meneruskan kepuputan yang berisi tentang
bagaimana manusia itu hidup dan berisi tentang cara membuat anak dan
yang berisi tentang cara manusia itu mempertahankan kelestariannya dan
berisi tentang apa sebenarnya arti hidup manusia itu dan berisi tentang
apa tujuan dari hidup manusia itu dan berisi tentang bagian-bagian tubuh
manusia yang berisi tentang cara menggunakannya yang baik dan benar dan
berisi tentang sex.
Kama Sutra telah menjadi sebuah ajaran dan gaya hidup di masa kini. Bagi anak-anak, ajaran Kama Sutra disebarkan oleh tokoh Barney dibantu keempat temannya, teletubbies. Ajaran Kama Sutra juga dipopulerkan oleh film-film suci yang disebut "Film biru".
Biru memang warna suci dalam ajaran Kama Sutra, karena itulah Barney
berwarna kebiruan. Selain itu ajaran Kama Sutra juga disebarkan melalui
berbagai media lainnya, seperti handphone untuk berbuat vandal, iklan-iklan televisi, fashion show, koran, majalah, melalui mulut, alat kelamin, Puput, dan baju dalam.
Arya Sanghata Sutra
Sutra
Sanghata adalah catatan langsung dari ajaran yang diutarakan oleh
Buddha Shakyamuni di Gunung Griddhakuta di Rajagriha. Sutra yang
dibabarkan oleh Buddha ini, seperti semua sutra Mahayana, telah
dihafalkan oleh murid-murid beliau dan kemudian ditulis dalam bahasa
Sanskerta. Namun, Sutra Sanghata adalah unik karena merupakan ajaran
yang Buddha sendiri telah dengar dari Buddha sebelumnya, dan juga unik
dalam hal cakupan efek-efek bagi mereka yang melafalnya, Sutra Sanghata
adalah salah satu dari kelompok sutra-sutra khusus yang disebut
dharma-paryaya, atau ‘ajaran-ajaran transformatif’ yang berfungsi untuk
mentransformasi mereka yang mendengar atau melafalnya dalam cara-cara
tertentu.
Salah
satu manfaat yang paling kuat adalah bahwa pada saat kematian, siapapun
yang telah melafalkan Sutra Sanghata akan melihat para Buddha datang
untuk menenangkan mereka selama proses kematian. Manfaat lebih lanjut
adalah, di manapun Sutra Sanghata berada, para Buddha selalu hadir,
seperti dijelaskan dalam sutra itu sendiri. Dengan demikian, pelafalan
sutra ini dapat memberikan inspirasi yang sangat kuat di tempat manapun
sutra ini dilafalkan. Secara umum, pelafalan sutra-sutra Mahayana adalah
salah satu dari praktik enam kebajikan yang khususnya dianjurkan untuk
purifikasi, dan pelafalan sutra ini khususnya mempunyai efek karma yang
sangat luas, yang bertahan selama banyak kehidupan, seperti dijelaskan
Sutra Sanghata itu sendiri secara mendetail. Dalam sutra ini, Buddha
menjabarkan banyak penjelasan tentang bagaimana sutra ini berfungsi
untuk mempurifikasi benih-benih penderitaan bagi mereka yang melafalnya,
dan memastikan mereka mendapatkan kebahagiaan di masa depan hingga
tercapainya penggugahan. Sutra ini juga mencakup beberapa ajaran
mengenai kematian dan anitya, termasuk ajaran mengenai proses-proses
fisik dan mental yang terjadi pada saat kematian, selama berabad-abad,
Sutra Sanghata merupakan salah satu sutra Mahayana yang paling banyak
dibaca dan dicetak. Pada tahun 1930-an, penggalian arkeologis telah
dilakukan di Pakistan Utara di bawah pemerintahan koloni Inggris, dan
ditemukan sebuah perpustakan teks Buddhis. Pengalian arkeologis ini
sangatlah penting bagi para ahli sejarah, karena ditemukan banyak
manuskrip tersembunyi yang ditulis pada abad ke-5 Sesudah Masehi, suatu
periode yang jauh lebih awal dibandingkan penemuan lainnya di India.
Di
antara banyak manuskrip penting ini, teks yang ditemukan dengan jumlah
cetakan terbanyak adalah Sutra Sanghata, bahkan lebih banyak dari Sutra
Teratai, Sutra Pembelah Vajra atau Sutra-sutra Prajnaparamita yang lebih
kita kenal sekarang ini. Meskipun Sutra Sanghata telah diterjemahkan ke
dalam banyak bahasa dalam tradisi Buddhis Mahayana awal, termasuk
bahasa China, bahasa Khotan dan bahasa Tibet, tetapi hingga pengalian
tahun 1930-an tersebut, versi bahasa Sanskerta yang asli telah hilang.
Akhir-akhir ini, setelah menemukan Sutra Sanghata untuk pertama kalinya
ketika tinggal di vihara Geshe Sopa di Madison tahun lalu, Lama Zopa
Rinpoche memutuskan untuk menulis sutra ini dengan tangan, dengan tinta
emas, dan meminta murid-murid beliau untuk melafalkan sutra ini dalam
banyak kesempatan.
Pada
peringatan 11 September, Rinpoche meminta semua murid beliau di seluruh
dunia untuk melafalkan sutra ini sebanyak mungkin guna mencegah
serangan lebih lanjut.
Sambil membaca sutra transformatif yang begitu berdaya kuat, yang diajarkan oleh Buddha Shakyamuni agar marga menuju penggugahan dapat dikembangkan semudah mungkin, dengan jelas kita dapat merasakan bahwa Buddha sungguh luar biasa baik hati kepada kita. Di saat yang sama, karena sutra ini mengandung kata-kata yang sesungguhnya diucapkan oleh Buddha, dengan mengulangi sendiri ucapan tersebut selama pelafalan, kita berperan sebagai penerus untuk melestarikan ajaran-ajaran beliau di dunia. Karena itu, dengan melafal Sutra Sanghata, di samping semua manfaat yang kita sendiri akan terima, kita juga bertindak dengan cara yang sangat langsung dan berdaya kuat untuk melestarikan ajaran-ajaran Buddha, yang begitu mendesak dibutuhkan untuk menghilangkan penderitaan-penderitaan semua makhluk.
Sambil membaca sutra transformatif yang begitu berdaya kuat, yang diajarkan oleh Buddha Shakyamuni agar marga menuju penggugahan dapat dikembangkan semudah mungkin, dengan jelas kita dapat merasakan bahwa Buddha sungguh luar biasa baik hati kepada kita. Di saat yang sama, karena sutra ini mengandung kata-kata yang sesungguhnya diucapkan oleh Buddha, dengan mengulangi sendiri ucapan tersebut selama pelafalan, kita berperan sebagai penerus untuk melestarikan ajaran-ajaran beliau di dunia. Karena itu, dengan melafal Sutra Sanghata, di samping semua manfaat yang kita sendiri akan terima, kita juga bertindak dengan cara yang sangat langsung dan berdaya kuat untuk melestarikan ajaran-ajaran Buddha, yang begitu mendesak dibutuhkan untuk menghilangkan penderitaan-penderitaan semua makhluk.
MANTRA
Mantra
adalah kumpulan suku kata atau kata gaib/mistik yang mempunyai kekuatan
luar biasa. Mantra adalah Susunan kata berunsur puisi (seperti rima,
irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh
dukun atau pawing untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Mantra merupakan bentuk yang lebih pendek dari Dharani, mantra tidak
dapat di dapat diterjemahkan dengan tepat, karena tidak dapat dipahami,
dibayangkan atau digambarkan, tetapi dapat dirasakan kekuatannya. Bila
mantra dipergunakan dengan tepat dan benar, tiada hal yang tidak
mungkin. Dalam karya terkenal "The Indian Buddhist Iconography"
Benoytosh Bhattacharya menulis : "Dengan mengucapkan mantra
berulang-ulang, akan timbul kekuatan luar biasa, yang akan mengejutkan
seluruh dunia". Kunci terpenting adalah kemurnian hati dan kesujudan si
pengucap mantra. Dalam "Mantras, Sacred Words of Powers", mendiang John
Blofeld menulis "Mantra luar biasa efektifnya, jika kondisi mental
benar-benar dipenuhi".
Maha
Karuna Dharani adalah mantra Sang Avalokitesvara Bodhisattva (Kuan Im
Pho Sat), yang disabdakan oleh Sakyamuni Buddha, sebagaimana disebutkan
dalam " The Sutra of the Vast, Great, Perfect, Full, Unimpeded, Great
Compassion Heart Dhrani of The Thousand-handed, Thousand-eyed
Bodhisattva who Regards the World's Sounds" (Tripitaka Mandarin, buku
XX) atau "The Dharani Sutra" (diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh the
Buddhist Text Translation Society, San Fransisco, 1976). Dalam "The
Dharani Sutra" disabdakan bahwa manfaat Maha Karuna Dharani antara lain
untuk memperoleh kegembiraan dan kedamaian, kebebasan dari segala
penyakit, umur panjang, kemakmuran, penghapusan karma berat, hilangnya
halangan dan kesusahan, tumbuhnya dalam semua Dharma murni serta semua
pahala dan kebajikan, lenyapnya segala penyakit, pencapaian tujuan.
Hal-hal yang diperlukan dalam pengucapan Maha Karuna Dharani adalah :
· Fisik : Badan bersih, jauhi makanan hewani selama masa pengucapan mantra.
· Rohani : Hati
sujud, tidak tamak, tidak membenci/mendengki/mendendam, menjalankan
Pancasila Buddhisme, yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak
berjinah, tidak berdusta dan tidak minum minuman yang memabukkan.
· Alat : Dupa wangi, bunga wangi (mawar dan melati) dan air untuk pengobatan.
· Tempat :
Vihara, kuil atau altar di rumah, terutama di hadapan Avalokitesvara
Bodhisattva (lebih ideal yang dalam wujud banyak tangan), bila keadaaan
tidak memungkinkan, bisa di rumah dengan menghadap ke langit.
· Cara :
Nyalakan tiga batang dupa wangi, berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
nyalakan tiga dupa wangi lagi doa kepada Avalokitesvara Bodhisattva,
ucapkan mantra ini minimal 7 kali, atau 14 kali, 21 kali sampai 108
kali, air di altar dimohon untuk diminum, ulangi cara ini tiap hari.
Referensi :
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar