Rabu, 23 Mei 2012

Vinaya Pitaka

Setelah Pertapa Gautama mencapai penerangan sempurna dibawah pohon Bodhi dihutan uruvela, dua bulan kemudian sebagai seorang Buddha selama 45 tahun, Beliau dengan penuh cinta kasih mengajarkan Dhamma kepada para Brahmana dan pertapa, raja dan pengeran-pangeran, cendekiawan dan mereka yang sederhana pikirannya, pedagang dan pekerja serta semua lapisan masyarakat lain sesuai dengan kemampuan dan mencapai tingkat mereka masing-masing. Menurut Vinaya Atthakatha (Samantapasadika), Sang Buddha mulai memberikan vinaya setelah 20 tahun pencapaian penerangan sempurna. Pada waktu itu mulai timbul perilaku Bhikkhu-Bhikkhu yang bukan saja merugikan perkembangan spiritualnya sendiri, tetapi juga berpengaruh terhadap citra Sangha dan Agama Buddha pada umunya. Di samping itu, terdapat juga para Bhikkhu yang sebelumnya adalah pertapa dari berbagai aliran keagamaan yang berbeda pula tatakrama dan tradisinya dalam menjalani kehidupan spiritual (pertapa).
Sebagian tulisan ada perubahan wwwyaindra.blogspot.com
Latar nelakang yang majemuk itu berbagai prilaku yang buruk dan perilaku yang tidak sesuai dengan kehidupan seorang samana (pertapa) menurut pandangan Agama Buddha. oleh sebab itu, sewaktu Sang Buddha masih hidup, setiap terjadi seorang Bhikkhu melakukan perbuatan yang dapat dicela oleh para bijaksana, maka Sang Buddha menetapkan peraturan. Bila dikemudian hari ada peraturan yang dilanggar (apatti) dan dinyatakan bersalah. Dengan demikian makin lama makin banyak peraturan yang ditetapkan oleh Sang Buddha.
Setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana (wafat), Arahat Maha Kassapa, melihat perlunya dikumpulkan Dhamma yang pernah diajarkan oleh Sang Buddha agar tidak timbul perselisihan dikemudian hari diantara para pengikutnya. Jangankan sebulan, seminggu setelah Sang Buddha Parinibbana (483 S.M) seorang yang telah menjadi Bhikkhu dengan berusia tua dan tidak disiplin bernama Subhadda berkata:
“Jangan sedih kawan-kawan, jangan meratap, sekarang kita terbebas dari pertapa Agung yang tidak lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak dilakukan, yang membuat hidup kita menderita, tetapi kita sekarang dapat berbuat apa saja yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi”. (Vinaya Pitaka II, 284)
Setelah mendengan ucapan Bhikkhu Subhadda demikian, maka Arahat Maha Kassapa atas bantuan Raja Ajatasattu dari Magada, segera mengundang 500 arahat untuk berkumpul, untuk mengumpulkan semua ajaran Sang Buddha yang diwedarka-Nya selama ini dan menyusun secara sistematis. Dalam konsili pertama yang dipimpin oleh Arahat Maha Kassapa yang berlangsung selama tujuh bulan di gua Sattapani dekat rajagaha. Arahat upali mendapat kehormatan untuk mengulang kembali vinaya dan Arahat Ananda mengulang kembali Dhamma yang disaksikan oleh para Arahat lainnya.                Sebagian tulisan ada perubahan wwwyaindra.blogspot.com
Vinaya adalah sebutan secara kolektif untuk peraturan latihan disiplin dan tradisi kebhikkhuan serta tradisi keviharaan, selebihnya yaitu semua diskusi, ceramah, dan kotbah yang disampaikan kepada Bhikkhu, Bhikkhuni, Samanera, dan Samaneri, Upasaka dan upasika, kesemuanya secara kolektif disebut Dhamma (Dharma dalam Sanskrit). Dhamma dan Vinaya yang dikumpulkan dalam konsisli pertama tersebut diterima dan disetujui sebagai ajaran Sang Buddha menjelang Belau mencapai Parinibbana; “Jadikanlah Dhamma dan Vinaya sebagai pelita dan pelindung bagi dirimu”. 100 tahun kemudian konsili kedua untuk menyelesaikan perselisihan mengenai Vinaya. Tiga bulan setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana tidak dirasakan perlu untuk merubah Vinaya walaupun Sang Buddha membiarkan Sangha merubah peraturan-peraturan kecil. Sang Buddha juga bersabda, jika Vinaya dikurangi dan ditambah maka Sangha akan hidup rukun dan tidak akan terpecah. Oleh karena tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai mana yang boleh dirubah dan mana yang merupakan peraturan kecil serta dipandang tidak pantas merubah vinaya selagi “abuh jenazah Sang Buddha masih panas”, maka mereka tidak mengurangi maupun menambah Vinaya yang diberikan oleh Sang Buddha.      Sebagian tulisan ada perubahan wwwyaindra.blogspot.com
Akan tetapi, 100 tahun kemudian sekelompok Bhikkhu dari Vesali telah merubah beberapa peraturan yang dianggap sebagai peraturan kecil. Kelompok Bhikkhu lain menolak perubahan yang dilakukan leh Bhikkhu-Bhikkhu dari Vesali dan tetap berpegang pada Vinaya sebagaimana diwariskan oleh Sang Buddha yng telah ditetapkan dalam konsili pertama. Mengahadapi perkembangan ini, atas bantuan Raja Kalasoka diselenggarakan sebuah konsili Kedua di Vesali yang merupakan tempat terjadinya penyimpangan Vinaya. Dalam konsili Kedua, Dhamma dan Vinaya yang dihafalkan dan diturunkan secara lisan, kemudian duicap ulang oleh 700 Arahat. Dalam Konsisli ini, Bhikkhu-Bhikkhu yang menyimpang dari Vinaya yang diberikan oleh Sang Buddha Disalahkan. Pada konsisli pertama para Arahat diakui otoritasnya dalam menentukan mana yang Dhamma dan mana yang bukan Dhamma, mana yang Vinaya dan bukan Vinaya. Akan tetapi, 100 tahun kemudian dalam konsisli kedua otoritasnya para Arahat digugat oleh sekelompok Bhikkhu yang dipimpin oleh Bhikkhu Mahadeva. Mereka berpendapat, bahwa dalam menentukan Dhamma dan Vinaya tidak dibedakan antara Arahat dan Bukan Arahat.
Kelompok yang menggugat otoritas Arahat (yang jumlahnya besar) memisahkan diri dan mengadakan konsili sendiri. kelompok ini dinamakan Mahasanghika (Kelompok besar) dan kelompok yang memandang bahwa para Arahat mempunyai otoritas menentukan Dhamma dan Vinaya disebut Staviravada (sansekerta) atau Theravada (pali). Dalam perkembangan selanjutnya, Theravada dan Mahasanghika, masing-masing terpecah menjadi dua sekte.
Setelah abad ketiga setelah Sang Buddha Parinibbana diadakan konsili ketiga, yang tidak hanya membicarakan tentang Vinaya tetapi juga membahas tentang perbedaan Dhamma antar sekte. Konsili ketiga berlangsung selama sembilan bulan yang dipimpin oleh Moggaliputra Tissa. Kelompok Theravada pecah menjadi dua; Theravada dan Staviravada. Setelah konsili ketiga, Maha Raja Asoka mengirim Dhammaduta keseluruh penjuru untuk menyebarkan Dhamma. Pada abad pertama Masehi, diadakan konsili yang disponsori leh Raja Kaniska. Konsili yang didominasi oleh Mazhab Staviravada dan tidak dihadiri oleh Mazhab Theravada karena tidak dianggap sebagai konsili keempat. Theravada mengadakan konsili keempat sendiri yang disponsori oleh Raja Vatta Gamanabhaya di Alu Vihara Sri Lanka. Pada kesempatan itu, Kitan Tipitaka dituliskan untuk pertama kalinya. Tujuan penulisan ini adalah melestarikan Dhamma, karena dirasakan makin sedikit orang yang mampu menghafalkan Kitab Tipitaka dan agar semua orang mengetahui kemurnia Dhamma.

sumber : http://www.Vinaya Pitaka.com/blogger.g

Tidak ada komentar:

Posting Komentar