Rabu, 23 Mei 2012

AGAMA BUDDHA DAN POLITIK

 

A.      Pendahuluan

Setiap negara memiliki kemampuan yang berbeda dalam berpolitik untuk mengatur negara. Politik apapun dalam negara tentu saja digunakan untuk kepentingan masyarakat. Dari berbagai politik kenegaraan tidak lepas dari suatu konsep agama. Agama yang menjadi mayoritas menjadi momok politik kenegaraan. Negara Indonesia, agama Islam memiliki pengaruh paling bersar. Negara Thailand, para bhikkhu dijadikan sebagai penasihat negara. Di Vatikan, pastur dijadikan pemimpin negara. Tibet, seorang lama dijadikan pemimpin negara sebelum Tibet dikuasai oleh Tiongkok. maka dari itu, penulis akan membahas mengenai Agama Buddha dan politik. Dimana agama mayoritas menjadi momok untuk setiap negara. 
 

B.       Pembahasan

Politik terdiri dari berbagai macam yang digunakan dalam kenegaraan. Politik menurut Carter dan Henz ada dua macam, yaitu aristokrasi (oligarki, otoriter) dan demokrasi. “Politik adalah kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya”. Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan terhadap Tuhan, atau juga disebut dengan nama dewa atau nama lainya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. 
Politik berhubungan dengan negara dan agama berhubungan dengan kepercayaan kepada Tuhan ataupun dewa.
Hubungan agama dengan negara dalam buku Krisnananda Wijaya-Mukti dibagi menjadi lima pola, antara lain; teokrasi, negara dalam agama, agama dalam agama, sekuler, sekuler dan asketis . Di Negara Indonesia, agama tertulis dalam UUD 1945 Pasal 29 menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (ayat 1). Negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayaannya itu (ayat 2).
Menurut  C. Wright Mill semua politik pada hakikatnya adalah pertarungan kekuasaan, dan hal yang paling pokok dari kekuasaan adalah kekerasan . Lain dengan agama, yang paling pokok adalah moralitas, kesucian, dan keyakinan. karena itu agama Buddha menjaga jarak terhadap politik. Usaha untuk mencampuradukkan agama dengan politik pun sering terjadi. Padahal, kalau dilihat agama berdasarkan pada moralitas, kemurnian, dan keyakinan, sedangkan dasar politik adalah kekuatan. Dilihat dari sejarah masa lalu, agama telah sering digunakan untuk memberi hak bagi orang-orang yang berkuasa. Agama digunakan untuk membenarkan perang dan penaklukan, penganiayaan, kekejaman, pemberontakan, penghancuran karya~karya seni dan kebudayaan. Ketika agama digunakan sebagai perantara tindakan-tindakan politik, agama tidak lagi dapat memberikan keteladanan moral yang tinggi dan derajatnya direndahkan oleh kebutuhan-kebutuhan politik duniawi.
Pendekatan agama Buddha terhadap politik adalah moralisasi dan tanggung jawab penggunaan kekuatan masyarakat. Sang Buddha mengkotbahkan Tanpa Kekerasan dan Kedamaian sebagai pesan universal. Beliau tidak menyetujui kekerasan atau penghancuran kehidupan dan mengumumkan bahwa tidak ada satu hal yang dapat disebut sebagai suatu perang 'adil'. Beliau mengajarkan, "Yang menang melahirkan kebencian, yang kalah hidup dalam kesedihan. Barang siapa yang melepaskan keduanya baik kemenangan dan kekalahan akan berbahagia dan damai". Sang Buddha mendiskusikan penting dan perlunya suatu pemerintahan yang baik. Beliau memperlihatkan bagaimana suatu negara dapat menjadi korup, merosot nilainya dan tidak bahagia ketika kepala pemerintahan menjadi korup dan tidak adil. Beliau berbicara menentang korupsi dan bagaimana suatu pemerintahan harus bertindak berdasarkan pada prinsip-prinsip kemanusiaan. Di dalam Cakkavatti Sihananda Sutta, Sang Buddha berkata bahwa kemerosotan moral dan kejahatan seperti pencurian, pemalsuan, kekerasan, kebencian, kekejaman, dapat timbul dari kemiskinan. Para raja dan aparat pemerintah mungkin menekan kejahatan melalui hukuman, tetapi menghapus kejahatan malalui kekuatan, tidak akan berhasil. Dalam Jataka, Sang Buddha telah memberikan10 aturan untuk pemerintahan yang baik, yang dikenal sebagai "Dasa Raja Dhamma". Kesepuiuh aturan ini dapat diterapkan bahkan pada masa kini oleh pemerintahan manapun yang berharap dapat mengatur negaranya. Peraturan-peraturan tersebut sebagai berikut :
  1. Bersikap bebas/tidak picik dan menghindari sikap mementingkan diri sendiri.
  2. Memelihara suatu sifat moral tinggi.
  3. Siap mengorbankan kesenangan sendiri bagi kesejahteraan rakyat.
  4. Bersikap jujur dan menjaga ketulusan hati.
  5. Bersikap baik hati dan lembut.
  6. Hidup sederhana sebagai teladan rakyat.
  7. Bebas dari segala bentuk kebencian.
  8. Melatih tanpa kekerasan.
  9. Mempraktekkan kesabaran, dan
  10. Menghargai pendapat masyarakat untuk meningkatkan kedamaian dan harmoni.
Mengenai perilaku para penguasa, Beliau lebih lanjut menasehatkan:
  • Seorang penguasa yang baik harus bersikap tidak memihak dan tidak berat sebelah terhadap rakyatnya.
  • Seorang penguasa yang baik harus bebas.dari segala bentuk kebencian terhadap rakyatnya.
  • Seorang penguasa yang baik harus tidak memperlihatkan ketakutan apa pin dalam penyelenggaraan hukum jika itu dapat dibenarkan.
  • Seorang penguasa yang baik harus memiliki pengertian yang jernih akan hukum yang diselenggarakan. Hukum harus diselenggarakan tidak hanya karena penguasa mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan hukum. Dan.dikerjakan dalam suatu sikap yang masuk akal dan dengan pikiran sehat.
C.       Penutup
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa politik dalam Buddhisme adalah moralisasi dan tanggung jawab penggunaan kekuatan masyarakat. Sang Buddha mengkotbahkan Tanpa Kekerasan dan Kedamaian sebagai pesan universal. Bagaimanapun kehidupan anggota masyarakat dibentuk oleh hukum-hukum dan peraturan-peraturan, aturan-aturan ekonomi, lembaga-lembaga, yang dipengaruhi oleh penataan politik dari masyarakat tersebut. Namun, jika seorang umat Buddha berharap untuk terlibat dalam politik, dia harus tidak menyalahgunakan agama untuk memperoleh kekuatan politik. Juga tidak dianjurkan bagi mereka yang telah melepaskan kehidupan duniawi untuk menjalani suatu kehidupan agama yang murni untuk secara aktif terlibat dalam politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar